Kamis, 31 Juli 2008

Dua Pejabat Adu Jotos



DUA pejabat Pemkab Tulangbawang, Lampung, terlibat adu jotos di ruang kerja Sekkab setempat, Selasa (29-7), sekitar pukul 09.30.

Dua pejabat yang terlibat adu jotos tersebut Kabag TU Badan Keuangan Daerah Penli Yusli dan Kasubbag Proda II Bagian Ekonomi Kadarsyah. Akibat adu jotos tersebut, Penli dan Kadarsyah mengalami memar di wajah.

Sementara itu, penyebab terjadinya keributan tersebut dari informasi yang dihimpun, diawali adanya rapat kerja BUMD yang tertutup dan rahasia di ruang kerja Sekkab yang dihadiri Sekkab Fakhrudin, Direktur Utama BUMD Arifin Badri. Kemudian, Direktur Keuangan BUMD Miswar dan Kadarsyah.

Rapat tersebut membahas modal BUMD yang dipinjam tiga pejabat di lingkup Pemkab Tulangawang, yakni Kadarsyah, Kepala Dinas Perhubungan Gunawan Rais, dan Miswar masing-masing senilai Rp300 juta.

Di dalam pembahasan, tiba-tiba datang Penli yang mengaku mewakili Kepala Badan Keuangan Daerah Sapawi untuk mengikuti rapat tersebut. Tapi kedatangan Penli dipertanyakan Kadarsyah. Karena pertanyaan itu, Penli tersinggung juga dan mengeluarkan perkataan yang menyinggung Kadarsyah. Akhirnya keduanya terlibat adu jotos.

Untungnya Sekkab dan beberapa pejabat lain yang ada di ruangan tersebut cepat melerai keduanya. Kadarsyah dibawa keluar ruangan dan langsung pergi menuju mobil dan langsung pergi ke Bandar Lampung. Sementara Penli saat dihubungi juga sedang bergegas menuju ke Bandar Lampung. "Saya sedang di mobil ini, mau ke Bandar Lampung," ujarnya.

Ia mengaku terjadi keributan antara dirinya dan Kadarsyah yang notabene sebelumnya adalah bawahannya di Bagian Ekonomi Sekretariat Pemkab Tulangbawang. "Cuma ribut kecil dan sudah selesai," ungkapnya.

Dihubungi terpisah, Kadarsyah mengaku terjadinya keributan tersebut. Ia mengungkapkan mereka bergulat di ruang Sekkab. "Jadi tidak benar jika ada informasi yang mengatakan saya memukul duluan, yang jelas kami berantem," kata dia.

Karena jarak dirinya dan Penli terselang dua kursi. "Jadi mana mungkin saya tiba-tiba bisa memukul dia. Karena gimana juga dia mantan bos saya," ungkapnya.

Selain itu ia juga mengaku sudah minta maaf. Dan akan datang secara pribadi menemui Penli untuk meminta maaf kembali. Ia juga mengungkapkan dirinya juga mengalami luka pelipis. "Luka ini karena kena tendang," ujarnya.

Sementara itu Kabag Humas A. Suharyo mengatakan dia mendengar kejadian tersebut, tapi tidak berada di lokasi kejadian. "Karena saya sedang mendampingi Edi Saputra, anggota DPRD di Radio Pemda Tulangbawang," kata Suharyo.(*)

Sabtu, 26 Juli 2008

Hadang SBY, Puluhan Mahasiswa Yogya Ditangkap

SEKITAR 20-an mahasiswa Yogyakarta ditangkap aparat Poltabes Yogyakarta. Para mahasiswa itu berusaha menghadang kedatangan rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju Istana Negara, Gedung Agung Yogyakarta.

Aksi para mahasiswa dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) dilakukan di utara Gedung Agung. Para mahasiswa mulai berdatangan sekitar pukul 14.15 WIB, Sabtu (26/7/2008), dengan berjalan kaki dan menggunakan sepeda motor.

Saat massa mulai menggelar orasi, menjelang kedatangan rombongan Presiden SBY,
puluhan aparat Poltabes langsung menangkap peserta aksi. Sempat terjadi aksi saling dorong antara para mahasiswa dan polisi.

Massa akhirnya ditangkap dan langsung dibawa menuju Mapoltabes Yogyakarta yang berjarak 400-an meter. Beberapa poster dan bendera peserta aksi ada yang diamankan petugas.

Di Mapoltabes Yogyakarta di Jl Reksobayan, Ngupasan para peserta aksi langsung didata dan dimintai keterangan. Tidak lama kemudian sekitar pukul 14.50 WIB, rombongan Presiden SBY masuk ke Gedung Agung tanpa hambatan.

Rencananya Presiden SBY bersama Ny Ani Yudhoyono, Menteri Pariwisata Jero Wacik, menteri pariwisata Asean dan sejumlah duta besar Asean akan menghadiri acara The 2008 Trial of Civilization Performing Arts di pelataran Candi Borobudur, pukul 19.00 WIB.(sumber: Detiknews)

Jumat, 25 Juli 2008

Adik Gubernur Diperiksa KPK Terkait Proyek APBN


CHAERI Wardhana, Direktur Utama PT Bali Pasific Pragama yang juga adik Gubernur Banten Atut Chosiyah dikabarkan diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini terkait dengan pekerjaaan pembangunan sejumlah ruas jalan nasional yang ada di Provinsi Banten pada tahun anggaran 2007.
Kamis tiga minggu lalu, Bisnis sempat memergoki rombongan pejabat eselon dua Pemprov Banten yang diduga tengah menemani tim pemeriksa dari KPK yang melakukan cek fisik atas pembangunan jalan nasional di wilayah selatan Kabupaten Lebak yang dikerjakan oleh PT Bali Pasific Pragama.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Pemprov Banten M. Shaleh membenarkan bahwa tim dari KPK telah memeriksa seluruh ruas jalan nasional yang pembangunannya dikerjakan oleh PT Bali Pasifik Pragama. “Dari mana Anda tahu? Tapi saya tidak mau berkomentar, sebab saya tidak berwenang untuk menjawabnya,” kata Shaleh saat dikonfirmasi Bisnis, kemarin.
Mantan Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (Satker NVT) Pembangunan Jalan dan Jembatan Provinsi Banten Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU, Retno Prawati, juga terlihat kaget saat Bisnis menanyakan kebenaran tim KPK memeriksa kualitas jalan nasional yang dibangun oleh PT Bali Pasific Pragama.
“Kok tahu? Ya. KPK meminta kami menemani ke lapangan. KPK juga sempat melontarkan sejumlah pertanyaan kepada kami yang katanya untuk melangkapi berkas penyelidikan,” kata Retno yang kini ditarik Pemprov Banten dan menduduki jabatan Kepala Bidang Bina Marga DBMTR.
Menurut Retno, di antara ruas jalan nasional yang realisasi pembangunannya pada TA 2007 tengah diselidiki oleh KPK adalah ruas jalan Serdang-Bojonegara, Cibaliung-Cikeusik-Muara Binuangeun, dan Simpang-Bayah-Cibareno (batas Sukabumi).

Kontraktor pelaksana ruas-ruas jalan itu adalah PT Bali Pasific Pragama dengan nilai total lebih dari Rp30 miliar. Saat dihubungi berulang-ulang melalui telepon selulernya, Chaeri Wardhana tidak menjawabnya. Padahal ponselnya aktif. Sementara Kepala Satker NVT pengganti Retno, Handri, mengaku tidak tahu menahu soal pemeriksaan KPK. (sumber: Bisnis Indonesia)

Kamis, 24 Juli 2008

Tiga Media Diduga Catut Nama Dewan Pers untuk Cari Dana

TIGA media massa nasional, yakni Majalah Ombudsman, Sorot dan Agro Indonesia diduga mencatut nama Dewan Pers untuk mengutip dana dengan dalih penyelenggraan diskusi bertema "Kepedulian Sosial Pers dan Penegakan Hukum" yang dilaksankan di Hotel Abadi Jambi, Selasa (22/7).
Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi itu, di Jambi, Selasa, mengatakan bahwa dirinya sama sekali tidak tahu bahwa tiga media itu sepertinya sudah memalsukan kopsurat Dewan Pers untuk mencari keuntungan.
"Dewan Pers setiap melakukan sosialisai punya dana sendiri, mulai dari sewa tempat, transportasi peserta dan pembicara serta lainnya, namun kini diundang untuk membahas lingkungan dan Suku Anak Dalam (SAD) di Jambi," katanya.
Menyinggung telah dilakukan pencatutan dan pencemaran nama baik Dewan Pers tersebut, Leo Batubara merasa terjebak, dan minta tiga media itu untuk meluruskan permasalahan yang terjadi.
Kini, menurut dia, tiga media tersebut telah membuat surat pernyataan dan minta maaf pada semua instansi baik pemerintah maupun swasta atas kesalahan yang diperbuatnya.
"Dewan Pers tidak akan membawa masalah itu ke jalur hukum, karena tidak berwenang, namun bila ada instansi atau perusahaan yang merasa dirugikan silahkan melaporkan pada aparat penegak hukum," katanya.
Dalam keterangan secara terpisah, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jambi, Mursyid Sonsang, mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim surat kepada Dewan Pers supaya menindaklanjuti tindakan media itu ke jalur hukum.
"Tindakan yang dilakukan media itu dengan mencatut nama Dewan Pers untuk menghimpun dana bagi keuntungan pribadi atau kelompok, telah merusak citra pers, untuk itu perlu diusut hingga ke pengadilan," katanya menambahkan. (*)

Penyekapan Wartawan, AJI Batam Minta Penyidik Gunakan UU Pers

ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam minta penyidik kepolisian menggunakan Undang-Undang Pers dalam mengusut penyekapan terhadap wartawan Metro TV Agus Fathur Rachman (Bagas).
Selain itu, Pjs Ketua AJI Batam Agoes Soemarwah, Selasa, mengatakan akan memonitor perkembangan proses hukum atas kasus 10 centeng yang Rabu pekan lalu menyekap Bagas di gudang elpiji Bumi Gas,Tanjungpinang, ibukota Provinsi Kepri.
Ketua AJI menyampaikan surat pembelaan organisasinya untuk Bagas kepada Kapolresta Tanjungpinang AKBP Yusri Yunus yang diterima Wakapolresta Tanjungpinang Kompol Ricky Purnama.
AJI berharap polisi bersikap profesional dalam menindaklanjuti proses hukum atas permasalahan tersebut.Penyekapan terjadi setelah Bagas dan Hengki, pembantu koresponden RCTI merekam kegiatan yang berhubungan dengan kenaikan gas elpiji.
"Kami tidak dikasih keluar gudang sebelum menghapus hasil rekaman. Kami pun heran, karena sebelumnya karyawan menyambut kami dengan baik," kata Bagas yang baru dua bulan bertugas di Tanjungpinang.
Bagas dan Henki, rekan seprofesinya, dilepaskan setelah sejumlah wartawan mendatangi gudang Bumi Gas tersebut."Itu cerita yang sebenarnya. Kami punya hasil rekamannya," kata Soemarwah yang mengulas kembali peristiwa mencekam di gudang itu.
Dalam pertemuan antara beberapa pengurus AJI dengan Wakapolresta Tanjungpinang Ricky Purnama sempat terjadi perdebatan terhadap undang-undang yang akan digunakan untuk pelaku penyanderaan/penyekapan.
AJI minta aparat kepolisian menggunakan UU nomor 40/1999 tentang Pers.
"Itu undang-undang khusus yang patut dihargai bersama. Apalagi kondisi Bagas dan Hengki sedang meliput," katanya.
Sementara Ricky berpendapat karena UU Pers tidak mengatur tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pengancaman, maka kemungkinan penyidik menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
"Kami pasti bersikap profesional dalam menangani kasus ini. Kasus ini dalam proses penyidikan," katanya.Beberapa karyawan Bumi Gas telah diperiksa sebagai saksi di Satreskrim Polresta Tanjungpinang.
"Silakan rekan-rekan pers memonitor perkembangan proses penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," ujarnya.(*)

Rabu, 23 Juli 2008

Pungli, Dua Oknum Dishub Ditangkap


DUA pegawai Lalu lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJ) Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung ditangkap polisi di jalan lintas Sumatera (jalinsum), Srengsem, Panjang, Selasa (22-7), sekitar pukul 10.00. Keduanya disangka melakukan pungutan liar (pungli) dengan modus operasi.


Keduanya, Istamar (45), PNS, warga Jalan Purnawirawan, Gang Swadaya, Gunung Terang, Tanjungkarang Barat, dan Antoni Wijaya (28), PHL, warga Perumnas Kemiling, Gang Buncis, Kemiling. Dari para tersangka, polisi mengamankan barang bukti uang tunai Rp7.000.


Kedua oknum berseragam biru itu melakukan pungli dengan menghentikan mobil pikap dan truk-truk yang melintas di jalinsum Srengsem, tepat di depan PT Netsle Indonesia. Para sopir truk kemudian diminta memberikan sejumlah uang.


Kedua oknum itu diamankan petugas Polsekta Panjang setelah seorang korban bernama Tumiran Saragih (27), pengemudi truk, warga Jalan Purba Simalangun, Sumatera Utara, melaporkan adanya pungutan liar di jalinsum.


Kasatreskrim Poltabes Kompol Namora L.U. Simanjuntak, didampingi Kasatlantas Poltabes Kompol Andi Aziz, mengatakan berdasar pada laporan tersebut, polisi segera datang ke lokasi.
Saat itu didapati kedua oknum petugas itu menghentikan beberapa truk yang melintas dan meminta sejumlah uang. Lalu keduanya diamankan dan dibawa ke Polsekta Panjang. Kasus itu kemudian dilimpahkan ke Poltaebs Bandar Lampung.


"Para tersangka dijerat dengan sangkaan melanggar Pasal 421 KUHP tentang Pejabat atau Pegawai yang Melakukan Kegiatan Bukan atas Kewenangannya. Dan PP No. 42 Tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan di Jalan. Melakukan pemeriksaan di jalan raya itu kewenangan Polri, dalam hal ini Polantas," kata Namora.


Keduanya kemudian diperiksa di Satreskrim Poltabes Bandar Lampung. Setelah menjalani pemeriksaan, kedua tersangka tidak ditahan dan diperbolehkan pulang dengan jaminan.
"Ancaman hukuman dalam pasal itu di bawah 5 tahun, jadi tidak dilakukan penahanan. Namun, proses hukum kasus ini terus berjalan," kata Namora.


Kompol Andi Azis menambahkan petugas Dinas Perhubungan tidak punya wewenang memeriksa kendaraan di jalan raya. Sesuai dengan aturan yang ada, petugas Dinas Perhubungan boleh memeriksa jika didampingi petugas kepolisian.


Dalam pemeriksaan itu petugas Dinas Perhubungan hanya memeriksa yang berkaitan tentang uji kelayakan kendaraan. "Pemeriksaan kelengkapan surat izin mengemudi (SIM) dan surat tanda nomor kendaraan (STNK) itu kewenangan kepolisian." kata Andi Azis.


Kasatlantas Poltabes mengimbau oknum-oknum instansi lain untuk tidak melakukan kegiatan operasi di jalan raya yang bukan menjadi kewenangannya.


"Kami berharap tidak ada lagi yang melakukan operasi-operasi di jalan raya. Selain bukan kewenanganya, hal itu juga meresahkan dan merugikan masyarakat." kata Kasatlantas.

Selasa, 22 Juli 2008

70% Hutan Lindung di Lamsel Telah Rusak


KERUSAKAN hutan lindung di wilayah Kabupaten Lampung Selatan saat ini mencapai 70 persen. Penyebabnya, masyarakat yang berada di hutan lindung menjadikan tempat tersebut sebagai usaha tanaman semusim.


Menurut Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Lampung Selatan Asnil Noer, luas wilayah hutan lindung di wilayah tersebut 26.413,16 ha. Namun, lantaran Kabupaten Pesawaran pecah menjadi kabupaten sendiri, saat ini luas wilayah hutan lindung di Lampung Selatan mencapai 13..886,7 ha. Sedangkan hutan produksi dengan luas 44.301,9 ha.


"Dengan luas wilayah tersebut, saat ini kerusakan hutan lindung di wilayah Lampung Selatan mencapai 70 persen. Hal ini, dilihat dari sudut pendang kehutanan," kata dia.


Asnil Noer mengatakan untuk kerusakan hutan lindung yang terparah berada Kecamatan Merbau Mataram dan Kecamatan Ketibung. Kerusakan hutan lindung tersebut diakibatkan masyarakat masuk secara illegal dan menempati hutan lindung tersebut, kemudian mereka merambah hutan lindung dan digantikan dengan tanaman semusim.


"Kerusakan hutan lindung di wilayah ini disebabkan karena masyarakat yang menempati wilayah tersebut merambah hutan. Sehingga, hutan lindung semakin rusak akibat pepohonan yang ada di hutan lindung ditebangi dan diganti dengan tanaman semusim seperti membuka lahan persawahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka," urainya.


Menurut dia, untuk mencegah terjadinya perambahan hutan yang semakin meluas, pihaknya kini telah melakukan rehabilitasi terhadap hutan lindung agar kondisi hutan lindung bisa kembali seperti semula.


Namun, untuk mengembalikan keaslian hutan lindung seperti semula tidaklah mudah. Bahkan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kehutanan harus berusaha keras untuk mengembalikan hutan lindung di wilayah tersebut dan memberikan sanksi tegas kepada para penebang pohon secara ilegal.


"Sampai saat ini tidak ada lagi penebang pohon di hutan lindung secara ilegal. Jika ada masyarakat yang masih melakukan perambahan hutan lindung, kami akan memberikan sanksi dan hukuman sesuai Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan," kata Asnil Noer.


Menurut dia, untuk mengembalikan kerusakan hutan lindung di wilayah Lampung Selatan yang mengalami kerusakan mencapai 70 persen tersebut, Dinas Kehutanan saat ini berusaha mencanangkan program 'kecil menanam dewasa memanen' kepada masyarakat di daerah tersebut.


Pepohonan yang ditanam di hutan lindung seperti karet, durian, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar masyarakat senang menanam pohon, baik di luar hutan maupun di dalam hutan. Sehingga hasilnya nanti bisa dimanfaatkan masyarakat tersebut.

Kajari Usut Kasus Uang Lelah


KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Kotaagung Agus Istiqlal memastikan kasus korupsi uang lelah rapat yang melibatkan 45 anggota DPRD Tanggamus, Provinsi Lampung, tetap menjadi prioritas dan akan diteruskan.


Namun, karena penanganan kasus ini memiliki dampak yang cukup besar, pihak kejaksaan harus hati-hati agar tidak salah melangkah. Dan, kejaksaan butuh waktu untuk mendalami penanganan kasus tersebut. Namun, dipastikan tidak ada satu pun kasus hukum yang dihentikan.


Agus Istiqlal, didampingi Kasi Pidsus Andi D.J. Konggoasa, di ruang kerjanya, Senin (21-7), mengatakan tindakan yang diambil pihak kejaksaan tidak main-main terhadap semua kasus hukum yang ditangani. Menurut dia, pihaknya tetap akan memperlakukan setiap orang sama kedudukannya dalam hukum.


Terkait dengan kasus yang ditangani lainnya, menurut Agus Istiqlal, tetap dilanjutkan, misalnya, kasus bantuan ternak. Bahkan, kata dia, dalam kasus ini, dari pendalaman telah menemukan titik terang. Yaitu adanya keterlibatan berbagai pihak di luar dinas, seperti keterlibatan LSM. Namun, karena keterbatasan sumber dana dan sumber daya manusia, kasus-kasus yang ada masih sangat lambat untuk ditangani.


"Kami membutuhkan waktu yang lebih panjang. Persoalannya, Kejaksaan Negeri Kotaagung sangat minim sumber daya. Akibatnya, tidak sebandingnya antara jumlah kasus dan tenaga jaksa dalam menangani perkara. Demikian juga dengan anggaran yang tersedia. Untuk menyelidiki kasus keluar daerah tidak ada dananya," kata Agus Istiqlal.


Untuk kasus Bank Syariah Tanggamus, kasusnya memang dihentikan karena seluruh uang yang didepositokan keluar daerah telah kembali pada tanggal 16 Juli 2008, dengan bukti-bukti yang ada. Bahkan, uang tersebut mengalami keuntungan. Sehingga, persoalan ini ditutup karena tidak adanya unsur yang dapat membawanya menjadi persoalan hukum; hanya terjadi kesalahan prosedur.


Sementara itu, terkait janji Kajari yang memberi batas waktu 22 Juli, untuk menangkap mantan ketua DPRD Tanggamus Muas Munziri yang ditolak Kasasinya oleh Mahkamah Agung, Agus kembali meminta itikad baik dari mantan pejabat Tanggamus itu untuk menyerahkan diri sebelum dibentuk tim untuk memburunya.(diambil dari berita Lampung Post)

Disnak Potong 50% Dana Penggemukan Sapi


DINAS Pertanian dan Peternakan Lampung Utara, Provinsi Lampung, dituding memotong 50% dana penggemukan sapi tahun anggaran (TA) 2007 dari total anggaran Rp2,8 miliar.


Dana itu seharusnya diberikan kepada 51 kelompok peternak sapi dengan perincian tiap kelompok menerima Rp56,3 juta. Namun, kenyataannya per kelompok hanya memperoleh dana bantuan Rp28,1 juta atau dikurangi 50% dari keharusan.


Akibat pemotongan bantuan tersebut, para kelompok peternak mengaku program penggemukan sapi yang mereka kelola terancam gagal. Ke-51 kelompok penggemukan sapi tersebut terpusat di empat kecamatan; Kecamatan Abung Selatan sebanyak 10 kelompok, Kecamatan Abung Semuli (17 kelompok), Kecamatan Abung Surakarta (16 kelompok), dan Kecamatan Blambangan Pagar delapan kelompok.


Sementara itu, Kasubdin Pertenakan di Dinas Pertanian dan Pertenakan Kotabumi Lampung Utara Parman (50) ketika dikonfirmasi membenarkan pemotongan tersebut. Namun, ia enggan menjelaskan lebih lanjut. "Silakan saja tanya langsung kepada kepala dinas. Saya hanya menjalankan perintah dan tugas yang diberikan pimpinan. Maaf Mas, tolong tanya langsung kepada dinas," ujar Parman.


Di tempat terpisah, Sugianto (45), Ketua Kelompok Ternak Sapi Sumber Gizi Desa Semuli Jaya, Kecamatan Abung Semuli, Minggu (20-7), membenarkan kelompoknya memperoleh dana bantuan program penggemukan sapi Rp56,3 juta pada 2007.


Tetapi, dana yang sesungguhnya ia diterima hanya Rp28,3 juta. "Bagaimana saya bisa menjalankan program tersebut kalau dana yang seharusnya kami terima dipotong," ujar Sugianto.


Menurut dia, jika saja dana yang diterima kelompoknya utuh, peternak di Desa Semuli Jaya seharusnya dapat memelihara dan menggemukkan 10 ekor sapi. "Karena adanya pemotongan, sapi yang bisa kami beli hanya empat ekor," kata Sugianto.


Dia juga mengakui saat hendak menerima dana bantuan, ia dan seluruh ketua kelompok ternak sapi lebih dahulu dikumpulkan di kantor Dinas Pertanian dan Pertenakan. Setiap kelompok disuruh membuat surat pernyataan bahwa dana bantuan tersebut tidak bisa dicairkan secara keseluruhan. Akhirnya, ia terpaksa mengambil dana bantuan tersebut.


Ironisnya, akibat pemotongan dana bantuan program penggemukan sapi tersebut, salah satu kelompok terpaksa menggunakan dana tersebut pembelian kambing.


"Saya terpaksa membeli kambing karena dana yang ada tidak cukup untuk dibelikan sapi," ujar Poniman, Ketua Kelompok Prasasti Prayogi yang ada di Desa Candimas, Kecamatan Abung Selatan.


Ironisnya lagi, sejumlah kelompok lain juga mengaku terpaksa meminjam sapi milik warga. Peminjaman ini dimaksud menjaga-jaga jika ada petugas memeriksa. Hal ini dilakukan semata untuk mengelabui petugas yang ingin melihat kondisi riil sapi yang digemukkan itu.


Berbeda dengan Kelompok Sidomurni, Sidomukti, Manunggal dan Sidomuncul. Ketiga kelompok ternak penggemukan ini justru diduga tidak memiliki seekor pun sapi.


Salah seorang anggota Kelompok Sidomukti yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan anggota tidak mengetahui alasan kelompoknya tidak membeli sapi. "Tapi yang saya dengar, pemotongan dana pernah juga dilakukan Musroni (45), Ketua Kelompok sendiri," ungkap sumber itu.(sumber: Lampung Post)

Senin, 21 Juli 2008

Politik Uang Berarti Melegalkan Suap

CENDEKIAWAN muslim Prof. K.H. Didin Hafiduddin mengatakan masyarakat perlu diberi kesadaran bahwa pilihan berdasar pada politik uang berarti melegalkan suap-menyuap di masyarakat secara luas.
Didin Hafiduddin tidak memungkiri uang merupakan salah satu daya tarik masyarakat dalam memilih calon pada kondisi masyarakat yang serbasulit seperti sekarang.

"Namun perlu disadari, bila seorang calon saat sekarang sudah berani mengeluarkan uang untuk mengajak orang memilihnya, yang terjadi adalah pada saat dia terpilih, yang pertama kali dilakukan adalah bagaimana mengembalikan modal yang telah dia keluarkan untuk keluar sebagai pemenang," kata dia terkait pemilihan kepala daerah (pilkada), khususnya Pilkada Kabupaten Bogor yang akan dilaksanakan akhir Agustus mendatang.

Menurut Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini, pengembalian modal itu dilakukan tidak lain dan tidak bukan dengan menggerus pendapatan asli daerah (PAD) yang notabene dari pajak dan pendapatan lain yang berasal dari masyarakat.

"Maka yang sangat dirugikan dengan perilaku ini adalah masyarakat karena akan menghambat pembangunan akibat dicampurinya kepentingan pribadi yang begitu besar termasuk untuk memperkaya diri sendiri melalui jabatan yang disandang," kata dia.

Selain integritas, kata dia, syarat kedua dari seorang pemimpin adalah menjaga profesionalitas sebagai pelengkap bagi calon yang ingin menjadi pemimpin.

Profesional dalam arti seorang pemimpin harus mampu mengurus seluruh rakyat yang beraneka ragam, mendahulukan kepentingan rakyatnya ketimbang kepentingan pribadi dan keluarganya, mampu berkomunikasi dengan berbagai segmen masyarakat baik yang ada di birokrasi, LSM, bahkan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, serta mampu melindungi rakyatnya dari berbagai unsur yang merusak.

Selain itu, integritas dari calon kepala daerah tampak dari mereka yang senantiasa menjaga hubungannya dengan Allah swt. Pemimpin yang senantiasa menjaga ibadahnya kepada Allah swt. setiap waktu dan dalam kondisi apa pun, akan diridai Allah swt."Bila demikian, pintu-pintu rezeki akan Allah buka karena pemimpin dekat dengan Sang Maha Pencipta dan Pemberi Rezeki, yaitu Allah swt.," kata dia.

Perlu Hukuman Mati terhadap Koruptor

INDONESIA perlu memberlakukan hukuman mati terhadap koruptor mengingat korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa serta merugikan bangsa dan negara sudah sangat parah dan sulit dicegah apalagi diberantas hingga tuntas.

"Korupsi di Tanah Air ibarat kanker sudah mencapai stadium empat sehingga wajar jika muncul wacana perlu ada hukuman mati terhadap terpidana korupsi kelas kakap yang merugikan rakyat dan negara," kata praktisi hukum dari Yogyakarta, Budi Hartono, S.H., Minggu (20-7).

Praktisi hukum senior dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini menilai UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum memberikan efek jera bagi terpidana pelaku korupsi.

"Mereka sepertinya tidak merasa malu, malah bangga menjalani hukuman penjara karena korupsi, sedangkan kerugian negara akibat perbuatannya telah menyengsarakan rakyat," kata dia.

Sebab itu, perlu ada revisi undang-undang yang ada, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan memberikan hukuman maksimal berupa hukuman mati terhadap terpidana korupsi.

"Sehingga dengan undang-undang tersebut tidak terkesan diskriminatif karena selama ini yang bisa dijerat dengan hukuman mati hanya terpidana kasus pembunuhan, kasus narkoba dan terorisme. Sementara itu, terpidana kasus korupsi hukuman maksimalnya hanya 15 tahun," kata Budi Hartono.

Dalam UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 6 disebutkan bahwa pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta rupiah.

Wacana hukuman mati terhadap para koruptor juga pernah dilontarkan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Mantan Pangab, Wiranto. Maret 2006, Tifatul secara pribadi setuju hukuman gantung bagi terpidana koruptor sebagai langkah pemberantasan korupsi.

Ia mencontohkan penanganan korupsi di Hong Kong. Namun di pihak lain, di LSM-LSM di Hong Kong juga begitu kuat dalam gerakan pemberantasan korupsi. "Jadi LSM kita juga harus kuat. Jangan teriak-teriak berantas korupsi, tapi di belakang ikut bermain."

Bahkan, dua tahun sebelumnya, tepatnya Mei 2004, ketika mencalonkan diri sebagai wapres RI, Wiranto mengaku akan menerapkan hukuman mati bagi para koruptor kelas kakap jika terpilih menjadi presiden dalam pilpres mendatang. Dia yakin tindakan itu dilakukan konsekuen bisa menimbulkan efek jera bagi para koruptor.

Saat berbicara dalam forum visi dan misi capres/cawapres yang digelar KNPI di Jakarta, Wiranto membeberkan untuk membangun kepercayaan di bidang penegakan hukum, hukuman mati bagi koruptor perlu segera diterapkan sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Penerapan hukuman mati akan mendidik rakyat dan membuat jera para koruptor sehingga tak akan ada lagi orang yang berani melakukan korupsi.
"Kalau penerapan hukuman mati itu dilakukan konsekuen dan konsisten, upaya pemberantasan KKN dan penegakan hukum akan berjalan efektif karena para koruptor takut dihukum mati," paparnya.(diambil dari berita Lampung Post)

Ribuan Warga Tolak Kapal Induk Amerika

Sekitar 15 ribu warga Jepang berunjuk rasa di Kota Yokosuka, Sabtu (19-7), memprotes rencana penggelaran sebuah kapal induk AS bertenaga nuklir, USS George Washington.

"Satu kapal induk bertenaga nuklir lebih berbahaya ketimbang generasi kekuatan nuklir," kata pemimpin Partai Demokrat Sosial Mizuho Fukushima dalam satu pidato pada unjuk rasa itu.
"Jepang, yang memiliki konstitusi damai, harus tidak terlibat dalam perang tak pantas AS," kata dia seperti dikutip media.

Kapal yang berbobot mati 102 ribu ton itu diperkirakan berlabuh di pelabuhan Yokohama untuk menggantikan kapal induk konvensional, USS Kitty Hawk.

Kedatangan kapal induk itu ditunda dari rencana semula Agustus menjadi September setelah satu kebakaran terjadi di kapal itu Mei ketika sedang berlayar di Samudera Pasifik Amerika Selatan.

Pada akhir unjuk rasa Sabtu itu, para pemrotes mengeluarkan sebuah pernyataan menentang penggelaran itu, mengatakan tindakan itu menghambat pembangunan perdamaian di Asia timur laut, dan akan menimbulkan gangguan besar pada penduduk daerah metropolitan Tokyo seandainya satu kecelakaan terjadi, kata kantor berita Kyodo.

Reaktor Nuklir

Secara terpisah, Badan Meteorologi Jepang kemarin mengeluarkan peringatan tsunami di bagian timur laut negeri itu setelah gempa kuat mengguncang lepas pantai timur Honshu. US Geological Survey menyatakan gempa berkekuatan 7,0 pada skala Richter terjadi di bawah laut di bagian utara Samudera Pasifik, 123 kilometer di sebelah timur taut Iwaki, Jepang, pukul 02.39 GMT (09.39 WIB) pada kedalaman 40 kilometer. Tak ada laporan awal mengenai kerusakan akibat gempa tersebut.

Instalasi listrik tenaga nuklir di daerah itu tak terancam dan terus beroperasi seperti biasa, kata beberapa pejabat dari Tokyo Electric Power Co. (9501.T) dan Tohoku Electric Power (9506.T).
Gempa tersebut berpusat di daerah yang sama dengan gempa 14 Juni, yang menewaskan sedikitnya 10 orang dan membuat banyak orang lagi hilang.

Gempa biasa terjadi di Jepang, salah satu daerah seismik paling aktif di dunia. Di negara itu terjadi sedikitnya 20 persen gempa berkekuatan 6 pada skala Richter atau lebih di dunia.
Pada Oktober 2004, gempa berkekuatan 6,8 pada skala Richter mengguncang wilayah Niigata di Jepang utara, menewaskan 65 orang dan melukai lebih dari 3.000 orang lagi.

Itu adalah gempa paling mematikan sejak gempa dengan kekuatan 7,3 pada skala Richter mengguncang Kota Kobe pada 1995 dan menewaskan lebih dari 6.400 orang.

Jumat, 18 Juli 2008

Pernyataan Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi

Sehubungan dengan langkah Sdr. Alvin Lie yang melaporkan Sdr. Iwan Piliang ke Polda Metro Jaya karena namanya disebut-sebut dalam artikel berjudul Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto oleh Iwan Piliang dalam presstalk.info edisi 18 Juni 2008, dengan ini Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi mendukung sepenuhnya pernyataan Kornas PWI-Reformasi tertanggal 16 Juli 2008 yang ditandatangani oleh Sdr. Denny Batubara sebagai Ketua I, yang menganjurkan agar Saudara Alvin Lie menggunakan hak jawab sebagai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.

Berkaitan dengan pelaksanaan penggunaan hak jawab, Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi menyarankan agar kedua belah pihak segera bertemu untuk memusyawarahkan materi hak jawab dengan fasilitator Dewan Pers.

Meskipun hak jawab tidak menafikan upaya hukum, kedua belah pihak hendaknya menyadari, bahwa hak tersebut merupakan prosedur atau upaya pertama kali yang sebaiknya ditempuh, dengan memanfaatkan jasa Dewan Pers sebagai mediator.
Jakarta, 17 Juli 2008.
Dewan Kehormatan Kode EtikPWI-Reformasi
(ttd)
Budiman S. Hartoyo
Ketua
***

PWI-Reformasi Menolak Kriminalisasi Pers

Koordinator Nasional (Kornas) Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi(PWI-Reformasi) menilai, kemerdekaan pers kembali terancam. TulisanNarliswandi Piliang/Iwan Piliang, Ketua Umum Kornas PWI-Reformasiberjudul Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto di presstalk.info, 18 Juni2008, membuat Alvin Lie melaporkannya ke Polda Metro dengan tuduhanpencemaran nama baik.
Adalah hak setiap pihak yang ditulis wartawan merasa keberatanterhadap sebuah berita. Begitupun UU Pers mengatur secara tegas bahwakeberatan setiap pihak yang dimuat dalam berita harus menggunakanmekanisme yang ada.
Sebuah negara demokratis tidak pernah menuntut wartawan secara pidana(kriminalisasi pers) karena sangat berbahaya bagi kemerdekaan pers,apalagi media alternative yang diperjuangkan Iwan Piliang, berusahadisiplin kepada kaedah, prinsip-prinsip dasar jurnalistik.
Berdasarkan hal di atas, Kornas PWI-Reformasi, meminta:
1. Setiap bantahan yang menyangkut pemberitaan media, tidakberujung ke polisi dan pengadilan, karena mengingkari UU Pers secaranyata.
2. Agar Saudara Alvin Lie menggunakan mekanisme hak jawab yangtersedia secara interaktif di media online, presstalk.info.
Demikian pernyataan ini kami buat, untuk mendapatkan dukungan DewanPers, kalangan media umumnya.
Jakarta, 16 Juli 2008
Kornas PWI-Reformasi

Denny Batubara,
Ketua I

Manggala Wanabhakti Ruang 212, Wing B
Senayan, Jakarta Pusat
Telepon 5746724

Kamis, 17 Juli 2008

Kejaksaan Temukan Kerugian Negara 50%

BANDAR LAMPUNG : Tim Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandar Lampung menemukan indikasi penyimpangan pelaksanaan pekerjaan proyek yang tidak sesuai dengan bestek. Akibat penyimpangan itu, negara dirugikan 20%--50%.
Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bandar Lampung Azhari mengatakan tim jaksa dipimpin Kasi Intel Kejari Dharma Bella, terus mendata dan turun ke lapangan. Tahap awal diarahkan kepada besaran kerugian negara. "Hari ini, tim baru selesai turun ke lapangan. Banyak temuan tentang kualitas pekerjaan yang tidak sesuai. Sepertinya dikerjakan dengan nilai 50% dari nilai anggaran. Tim yang menangani akan dibagi kembali sesuai dengan besaran kerugian negara," kata Azhari, didampingi Kasi Intel Dharma Bella, Rabu (16-7).
Kasi Intel Kejari, Dharma Bella, mengatakan timnya sudah turun ke lapangan untuk mendata banyak tempat dan lokasi proyek. Timnya sudah melakukan investigasi dan menemukan pengerjaan proyek tidak melibatkan pamong setempat. "Hasil sudah kami laporkan pada pimpinan. Kami sudah memeriksa beberapa saksi, wawancara dengan pamong, dan meneliti kualitas pekerjaan. Yang jelas kita tunggu saja hasilnya," kata Dharma Bella.
Pungli hingga 50%
Sementara itu, sejumlah kontraktor mengeluhkan "kotor"-nya permainan proyek di Dinas PU Bandar Lampung. Mereka mengaku pungutan liar (pungli) yang dikutip pegawai Dinas Pekerjaan Umum (PU) mencapai 40--50 persen dari nilai proyek.
Seorang kontraktor yang enggan disebut namanya mengaku kapok ikut tender proyek di Dinas PU lantaran tingginya pungutan yang disyaratkan pejabat disatuan kerja (satker) tersebut. Padahal, berdasar pada Undang-Undang Konstruksi, pungutan hanyalah untuk PPN dan PPh. Namun, Dinas PU membebani pungutan mulai dokumen kontrak, honor panitia lelang, hingga kewajiban menyetor uang 12--15 persen dari nilai kontrak kepada petinggi di Dinas PU.
"Waduh Mbak, kalau di kota itu paling kotor permainan proyeknya. Bukan cuma wajib bayar dokumen kontrak 2,5--5 persen dari nilai proyek dan honor panitia lelang, juga harus setor uang dengan pejabat di Dinas PU. Tahulah siapa. Sudah jadi rahasia umum kalau tidak bisa ikut permainan mereka, ya nggak dapet proyek. Tahun ini, saya nggak mau ikut tender lagi di Kota. Kapok. Boro-boro untung, yang ada kantraktor rugi," kata dia, kemarin.
Pungutan liar juga terjadi saat pengerjaan kegiatan fisik di lapangan dan proses pembayaran. Menurut dia, setiap ada pengawasan Dinas PU yang datang, rekanan harus memberikan "uang transpor". "Pokoknya setiap langkah ada pungutan. Mau meminta pembayaran termin dan serah terima pun harus rela memberikan sejumlah uang."
Perantara Proyek
Pungutan liar juga terjadi saat proses persetujuan proyek oleh Panitia Anggaran DPRD Bandar Lampung. Sejumlah anggota Panitia Anggaran dan anggota DPRD Bandar Lampung disinyalir menjadi perantara proyek.
"Biaya tidak resmi yang harus dikeluarkan kontraktor bukan cuma di dinas, tapi juga saat proyek dibahas DPRD. Setiap tahun, begitu ketok palu, kontraktor-kontraktor wajib setor ke Dewan supaya dapet proyek. Nilainya mungkin sekitar Rp2 miliar yang harus disetor ke Dewan. Dan itu kami urunan," kata kontraktor itu lagi.
Banyaknya biaya tidak resmi tersebut diakui sejumlah kontraktor memengaruhi pekerjaan fisik proyek di lapangan. Tidak heran, bila kontraktor terpaksa berbuat curang untuk menutupi kekurangan biaya pengerjaan fisik.
Ketua Gakindo Lampung, Binsor, mengatakan sudah menjadi rahasia umum jika kontraktor harus rela mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan proyek di Kota Bandar Lampung. "Memang dari beberapa kabupaten/kota, proses tender proyek di Bandar Lampung paling kotor. Kalau mau dapat proyek, ya harus ikuti aturan mereka."
Ketika dikonfirmasi, Kabid Perencanaan dan Pengendalian Dinas PU kota Bandar Lampung Gunawan Handoko mengaku tidak tahu soal pungutan tersebut. Namun, ia mengakui untuk dokumen kontrak, seluruh kontraktor meminta Dinas PU yang mengerjakannya. "Kalau soal pungutan yang macem-macem itu saya kurang paham. Nanti saya coba tanya dengan teman-teman di PU. Tapi, kalau soal dokumen kontrak, memang kami membantu membuatkannya karena kontraktor tidak mau repot. Namanya membantu, ya...wajar saja mereka memberi biaya kepada kami. Tapi, kami tidak pernah mematok harus membayar sekian...sekian...," kata Gunawan. (sumber: Lampung Post)

Kamis, 03 Juli 2008

DPR-Pemerintah Sekongkol Atur Komisi 8%

Komisi V DPR dan Departemen Perhubungan bersekongkol mengatur komisi 8% dari nilai proyek pengadaan kapal patroli.
Fakta itulah yang diungkapkan Deddy Swarsono melalui kuasa hukum Kamaruddin Simanjuntak di Jakarta, Rabu (2-7). Deddy adalah pengusaha kapal yang menyuap anggota DPR Bulyan Royan. Keduanya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Komisi V terlibat dalam persetujuan pengadaan anggaran kapal dan syarat-syarat pemenang tender. Salah satu syarat yang ditetapkan ialah pemenang tender membayar fee 8% dari total nilai proyek kepada DPR dan Dephub.
Ada dua proyek pengadaan kapal yang disetujui Komisi V dengan plafon anggaran Rp120 miliar dan Rp115 miliar. Proyek dengan plafon Rp120 miliar sudah ditenderkan. Pemenangnya lima perusahaan, yaitu Bina Mina Karya Perkasa dengan Direktur Deddy Swarsono, Febrite Fibre Glass, Sarana Fiberindo Marina, Carita Boat Indonesia, dan Proskuneo Kadarusman. Proyek kedua masih dalam proses tender yang juga diikuti lima perusahaan tersebut.
Kamaruddin menjelaskan proyek pertama itu dibagi dalam lima paket. Setiap paket mengharuskan rekanan membuat empat kapal patroli. Anggaran per paket Rp24 miliar sehingga satu pengusaha harus membayar fee Rp1,6 miliar kepada DPR sebagai pemenuhan syarat pemenang tender.
"Klien saya sih sudah melunasinya. Saya tidak tahu empat perusahaan lain apakah sudah melunasi atau belum," ujar Kamaruddin.
Deddy membayar fee dalam dua tahap. Pertama kali Deddy membayar Rp250 juta dan sisanya dilunasi sebelum 25 Juni 2008. "Klien saya telah membayar Rp100 juta menjelang Lebaran 2007, kemudian Rp50 juta menjelang akhir 2007, dan Rp100 juta pada awal Januari 2008. Selama pembayaran, selalu BR (Bulyan Royan) yang muncul. Dia mengatakan dirinya mewakili teman-temannya di Komisi V," jelas Kamaruddin.
Pembayaran fee tahap kedua dilakukan Deddy pada 25 Juni dengan cara menyetor ke money changer di Plaza Senayan, PT Three Etra Dua Sisi. Nilainya Rp1,4 miliar. "Uang tersebut baru diambil Bulyan pada Jumat (27-6) dan Senin (30-6). Pada saat pengambilan Senin itulah BR tertangkap KPK," kata Kamaruddin.
Menurut Kamaruddin, besaran fee 8% itu merupakan permufakatan lima pengusaha dengan DPR. Sejumlah pertemuan telah dilakukan untuk membahas besaran fee yang disepakati semua pihak. "Pertemuannya itu diawali di Hotel Crown beberapa kali, kemudian di sauna, sampai di Hotel Borobudur pada 2007," ujarnya. n MI/U-3
Ia menambahkan kliennya harus membayarkan jumlah yang sama kepada dua pejabat di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan berinisial D dan M. Pejabat berinisial D merupakan penyelenggara negara dengan jabatan cukup tinggi, sedangkan M adalah bawahannya. Kamaruddin enggan menyebutkan identitas kedua pejabat tersebut. "Tunggu saja hasil pemeriksaan KPK," kata dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Dephub Bambang Ervan mengatakan kuasa pemegang anggaran dalam kedua program pengadaan kapal itu adalah Direktur Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Djoni Algamar dan panitia lelang diketuai Didik Suhartono.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR Akhmad Muqowam mengakui pembahasan anggaran pengadaan kapal patroli dilakukan pada tingkat komisi bersama pemerintah. "Policy pengadaan memang dilakukan di Komisi V bersama dengan Dephub, tapi eksekusi ada pada pemerintah," kata Muqowam kepada wartawan di Jakarta, kemarin.(*)

Rabu, 02 Juli 2008

Pengelolaan APBD Lampung Tahun 2007 Carut-Marut

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Pengelolaan APBD Lampung tahun anggaran 2007 dengan nilai total Rp1,6 triliun carut-marut. Hal itu terungkap dari laporan hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Lampung yang disampaikan ke DPRD Lampung, Senin (30-6).
Ketua DPRD Lampung Indra Karyadi mengatakan seluruh temuan BPK akan dibahas komisi-komisi di DPRD sebelum diambil tindakan lebih lanjut. "Kami baru terima. Nanti kami bicarakan lebih dahulu. Setelah itu baru dibahas komisi-komisi dan DPRD akan mengeluarkan rekomendasi. Kini DPRD masih sibuk mempersiapkan pelantikan gubernur," kata Indra Karyadi, Selasa (1-7).
Dalam laporan hasil pemeriksaan penggunaan APBD atas kepatuhan kepada perundang-undangan, BPK menemukan enam penyimpangan senilai Rp14,8 miliar. Pada laporan pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern, BPK menemukan delapan penyimpangan senilai Rp51,8 miliar.
Berikutnya, untuk laporan atas kepatuhan perundang-undangan terdapat enam item penyimpangan, antara lain realisasi bantuan kepada partai politik melebihi ketentuan Rp512,5 juta.
Penganggaran dan realisasi bantuan uang transpor dan honor pembahasan APBD 2007 yang diberikan kepada pimpinan dan anggota DPRD Lampung juga terdapat penyimpangan dengan nilai Rp171,9 juta.Kemudian, realisasi anggaran pembinaan kerohanian dan keagamaan pada Biro Kesejahteraan Sosial yang tidak didukung petunjuk pelaksanaan dan bukti pertanggungjawaban lengkap Rp5,4 miliar.
Bantuan pembenahan perumahan masyarakat miskin menuju sehat di Provinsi Lampung yang belum dipertanggungjawabkan Rp5 miliar. Lalu, pengajuan, penyerahan, dan pertanggungjawaban bantuan keuangan kepada parpol belum sesuai ketentuan Rp1,3 miliar.
Penyimpangan lain, program asuransi santunan duka Bumiputera 1912 untuk PNS Pemprov Lampung yang tidak sesuai dengan ketentuan Rp2,5 miliar. Sedangkan penyimpangan pada sistem pengendalian intern Rp51,8 miliar terdiri dari kas yang terlambat disetor ke kas daerah sebesar Rp12 miliar.
Sementara itu, realisasi belanja bantuan yang mendahului pengesahan APBD 2007 senilai Rp4,7 miliar. Penyimpangan berikutnya, belanja tahun 2006 yang dibebankan pada 2007 sebesar Rp50,3 juta.
Kemudian, kesalahan pembebanan anggaran dana bergulir untuk modal usaha kelompok pada Dinas Perkebunan serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Rp16,06 miliar.Penyimpangan juga terjadi pada rekening satuan kerja perangkat daerah senilai Rp16,5 miliar. Sementara itu, keterlambatan penyaluran dan bantuan rehabilitasi sekolah oleh Dinas Pendidikan mencapai Rp2,3 miliar.(sumber: lampungpost)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto