Senin, 27 September 2010

DPR Batalkan Rapat Kerja dengan Kejaksaan Agung

KOMISI III Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi masalah hukum, Dewan Perwakilan Rakyat membatalkan agenda rapat kerja dengan Kejaksaan Agung yang sedianya berlangsung pada pukul 14.00 WIB. "Karena status Jaksa Agung," ujar Anggota Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, pagi ini.

Rapat ini adalah rapat rutin setiap masa sidang atau rapat tiga bulanan, yang membahas isu-isu aktual seputar kejaksaan. Menurut Trimedia, pembatalan tersebut atas inisiatif Komisi III.
"Karena kesimpulan rapat mengikat pemerintah dan DPR, jadi status Jaksa Agung harus jelas," ujarnya.

Menurut Trimedia, status pelaksana tugas yang diemban Wakil Jaksa Agung Darmono belum cukup untuk menjalankan keputusan strategis.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secepatnya menunjuk Jaksa Agung permanen. Menurut dia, semakin lama menunda, semakin lama pula masyarakat merugi. "Karena DPR sebagai representasi terhalang fungsi kontrolnya," katanya.

Sampai saat ini, Komisi III belum menjadwalkan ulang rapat kerja dengan Kejaksaan Agung.

Jumat, 24 September 2010

Agus Melenggang Mulus jadi Panglima TNI


LAKSAMANA TNI Agus Suhartono tidak menemui jalan terjal dalam menjalani fit and proper test calon Panglima TNI. Kepala Staf Angkatan Laut itu relatif tidak mendapatkan ujian berarti dari puluhan pertanyaan para anggota Komisi I DPR RI yang ditujukan kepadanya. Direkomendasikannya Agus sebagai Panglima TNI baru ke Paripurna dihasilkan melalui rapat internal Komisi I. Sementara proses fit and proper test dijalani mulai pukul 10.00 WIB hingga 21.00.

Anggota Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menyatakan bahwa semua fraksi tanpa kecuali menyetujui Agus untuk menjadi Panglima TNI pengganti Djoko Santoso. "Tinggal pengesahan nanti," kata Muzani usai rapat fit and proper test calon Panglima TNI di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (23/9).

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik menyatakan, persetujuan Agus sebagai Panglima TNI akan diserahkan ke pimpinan. Selanjutnya, hasil rapat Komisi I itu dibawa di paripurna, Senin (27/9) mendatang. Pandangan rapat internal Komisi I akan menjadi pertimbangan seluruh anggota DPR dalam paripurna tersebut. "So far so good," ujar Mahfudz yakin.

Mahfudz menyatakan, persetujuan Panglima TNI baru itu tidak dengan cek kosong. Ada ruang penting yang menjadi tugas Panglima, dimana selalu mendapat warisan masalah dari Panglima sebelumnya. Kasus yang mengemuka diantaranya adalah masalah sengketa lahan dan inventarisasi aset. "Padahal masa jabatannya hanya tiga tahun (melihat usia Agus, red)," kata politisi PKS.

Mahfudz menyatakan, tidak ada persoalan serius yang mengemuka dalam seleksi calon Panglima TNI. Hanya saja, Komisi I meminta agar Panglima TNI baru bisa menuntaskan masalah lama, agar bisa berkonsentrasi dalam reformasi TNI. "Ini harus menjadi komitmen bersama," tandasnya.

Fakta bahwa posisi Agus sebagai calon tunggal Panglima TNI, yang mendapat dukungan kuat dari Sekretariat Gabungan terlihat dalam seleksi tersebut. Hampir semua pertanyaan yang diajukan para anggota Komisi I DPR, bisa dijawab secara diplomatis oleh Agus. Bahkan proses fit and proper test itu juga diselingi canda tawa yang dimulai dari sejumlah anggota Komisi I.

Sejumlah pertanyaan yang mengemuka adalah terkait pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNI. Porsi anggaran untuk Kementrian Pertahanan dan TNI lebih dari Rp 40 triliun. Namun, hanya Rp 10 triliun yang dialokasikan untuk pengadaan Alutsista. "Apa yang bisa diharapkan dari anggaran per tahun, apa tidak sebaiknya Multiyears," kata Yahya Sacawiria, anggota Fraksi Partai Demokrat yang juga mantan purnawirawan TNI.

Anggota Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menyoroti praktek bisnis TNI yang masih marak terjadi. Yang paling terlihat dalam bisnis lapangan udara yang melibatkan bisnis komersial dan militer. "Banyak yang komersial, berdekatan dgn militer, secara bisnis dikuasai TNI, bagaimana tanggapan Bapak," kata Tantowi.

Pertanyaan lain yang banyak bermunculan adalah terkait isu terorisme. Dalam penyampaian visi dan misi, Agus menyoroti ancaman faktual yang berupa gerakan terorisme. "Bagaimana supaya TNI juga tidak diremehkan oleh teroris, karena Alutsistanya minim," kata anggota Fraksi PKS Sahfan Badri Sampurno. "Teroris ini sudah bersiap untuk menggulingkan negeri, apa tindakan Bapak," kata Tri Tamtomo dari Fraksi PDIP. Pertanyaan terkait pengambilalihan aset TNI juga muncul dari sejumlah anggota DPR.

Dalam paparannya, Agus menyatakan bahwa sasaran pembangunan pertahanan adalah peningkatan kemampuan pertahanan dan penciptaan situasi negara yang kondusif. Untuk mencapai itu, strategi yang dicapai adalah melalui pencapaian kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces).

Konsep MEF ini, kata Agus dirancang berdasar kemampuan yang TNI harapkan mampu menanggulangi berbagai ancaman. "Konsep ini tidak minimum sama sekali," kata pria kelahiran Blitar, 55 tahun lalu itu.

"Dalam hal struktur organisasi, Agus menilai bahwa TNI harus menjadi lembaga yang efisien. "Untuk mencapai MEF, kita harus lebih ramping," ujarnya. Dia memprogramkan pelaksanaan validasi daftar personel TNI melalui metode Right Sizing. Strategi MEF itu juga perlu diterapkan dalam pengadaan Alutsista. "Karena dengan kemajuan teknologi, Alutsista harus lebih efisien," jelasnya.

Efisiensi yang dimaksud, adalah melalui keterpaduan aspek pengadaan Alutsista. Orientasi Alutsista TNI ke depan harus mencerminkan faktor keleluasaan. Alutsista yang dibutuhkan TNI juga harus mempertimbangkan faktor karakteristik geografi. Konsep MEF itu diharapkan cukup untuk pengamanan kedaulatan yang meliputi sejumlah titik perbatasan. Titik yang perlu diawasi secara khusus diantaranya Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Arafura, dan wilayah Kalimantan.

Dengan posisi itu, Agus optimis ke depan porsi anggaran untuk pos Alutsista bisa bertambah. Dia menyatakan, ke depan alokasi belanja pegawai akan tetap. Kenaikan anggaran yang didapat setiap tahun bisa digunakan untuk pemeliharaan dan pengadaan alutsista. "Melalui MEF, pengeluaran belanja pegawai bisa lebih tetap," ujarnya.

Mantan Irjen Dephan itu menyatakan, nantinya TNI akan membangun konsep Integrated Military Surveillance System. Sistem itu akan melakukan patroli keamanan dengan" menggunakan radar utk pengamanan laut dan udara. "TNI AU akan kembangkan pesawat tanpa awak utk pengawasan daerah rawan," janjinya. Agus menegaskan, masalah terorisme adalah ancaman yang bersifat faktual. "Kami saat ini memiliki pasukan khusus untuk penindakann" ujarnya. Namun, penggunaannya tidak bisa sembarangan, karena tergantung keputusan politik dari DPR.

Di tingkat selanjutnya, Agus menyatakan Kemhan saat ini tengah mengaggas unit khusus penanggulangan terorisme. Unit ini nantinya melibatkan TNI, Kepolisian, dan Badan Intelijen Negara dalam kerjanya. "Kepolisian nanti akan bertindak seperti FBI, TNI sebagai special forcenya, dan BIN selayaknya CIA di Amerika Serikat," jelasnya.

Terkait isu perbatasan, Agus mengusulkan dibentuknya suatu unit Cost Guard, sebagai pengganti kapal patroli Kementrian Kelautan dan Perikanan. Cost Guard itu nantinya sebagai agensi yang menangani semua problem kelautan. "Dengan kewenangan TNI yang lebih luas, kapal Cost Guard itu bisa digunakan untuk berbagai keahlian," ulasnya.

Agus mengakui, pengambilalihan bisnis TNI masih perlu disempurnakan. Terkait bisnis di penerbangan komersial, Agus menyatakan bahwa proses itu selama ini bekerjasama dengan Kementrian Perhubungan.

Proses fit and proper test calon panglima TNI dinilai tidak memiliki persiapan berarti. Pengamat Militer Pro Patria Hari Prihantono menyatakan, paparan yang disampaikan oleh Agus sebagai calon Panglima hanya bersifat normatif. Anggota DPR juga dinilai kurang dalam menggali sisi lain Agus di luar paparan visi dan misinya. "Seluruh pertanyaan disampaikan hanya berdasarkan paparan, dan kewajiban untuk bertanya," kata Hari di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.

Menurut Hari, seharusnya ada fokus yang disampaikan oleh Agus. Dalam kapasitasnya sebagai KSAL, dirinya seharusnya menyampaikan renstra yang lebih spesifik. Apalagi, isu perbatasan selama ini menjadi masalah klasik hubungan Indonesia dengan negara tetangga. "Apa yg dia tawarkan. Strategi apa yang dilakukan untuk menutupi titik rawan. Berdasarkan itu apa resntra dia. Itu tidak muncul sama sekali," kata Hari.

Jalannya proses seleksi juga berlangsung membosankan. Hari menilai, seharusnya dalam sesi pandangan fraksi saja, proses fit and proper test bisa mendapatkan kesimpulan. Namun, proses itu akhirnya diperpanjang melalui sesi pendalaman, dengan materi yang tidak jauh berbeda. "Tidak ada jaminan bahwa publik akan mendapatkan safety dari Panglima TNI baru," sorotnya.

DPR Cek Kekayaan Calon Panglima TNI ke KPK

LIMA orang anggota Komisi I DPR RI mendatangi Gedung KPK. Mereka ingin mengetahui secara langsung harta kekayaan yang dimiliki oleh calon Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono.

"Sesuai jadwal, hari ini pengecekan administrasi, termasuk di dalamnya harta kekayaan milik Panglima TNI yang akan datang. Hari ini kami minta laporannya ke KPK," terang anggota Dewan, Tubagus Hasanuddin di Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu (22/9/2010).

Selain Tubagus, anggota DPR yang hadir antara lain adalah Hayono Isman, Elvita dan Susaningtyas.

Tubagus menjelaskan, ada dua tim yang bertugas mendatangi dua instansi untuk meminta klarifikasi administrasi. Yang pertama pergi ke KPK, sedangkan yang lainnya meluncur ke Komnas HAM.

"Untuk mengecek apakah calon yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran HAM atau tidak," lanjut Tubagus.

Berdasarkan data LHKPN tertanggal 1 Juli 2009, total kekayaan Agus mencapai Rp 3,4 miliar. Jumlah itu terdiri dari harta tidak bergerak meliputi rumah dan tanah senilai Rp 1,5 miliar, harta bergerak meliputi empat mobil dan dua motor sebesar Rp 679 juta. Harta begerak lainnya berupa logam mulia dan hibah sebesar Rp 174 juta, serta giro dan setara kas sebesar Rp 1 miliar.

Jumlah harta kekayaan tersebut, dua kali lipat lebih besar dibanding LHKPN sebelumnya, tertanggal 10 November 2006 yang nilainya hanya Rp 1,7 miliar.

Kamis, 23 September 2010

MK: Jaksa Agung Tidak Sah


KONTROVERSI legalitas jabatan Jaksa Agung Hendarman Supandji berakhir sudah. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan mantan Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra, Rabu 22 September.

MK menyatakan bahwa jabatan Hendarman tidak sah dan karena itu semua kebijakan yang dia lakukan sejak putusan uji materi diketuk kemarin, tidak lagi mempunyai kekuatan hukum.
Ini berarti, sejak kemarin Hendarman sudah tak lagi menjabat Jaksa Agung. Posisinya harus diganti

jaksa agung yang baru atau dia diangkat lagi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Keppres pengangkatan. Jika tidak, maka semua kebijakan, keputusan, dan tindakan hukum Hendarman sebagai jaksa agung tidak sah.

"Jadi sudah jelas, seluruh tindakan Hendarman sebelum 14.35 WIB tadi (kemarin, red) itu masih legal. Tapi begitu 14.35 putusan diketuk, itu dia sudah tidak boleh meneruskan lagi," kata Ketua MK Mahfud MD saat ditemui di ruangannya usai sidang.

Di dalam sidang, MK menyatakan bahwa pasal 22 ayat 1 huruf d Undang-Undang nomor 16/2004 tentang Kejaksaan konstitusional secara bersyarat (conditionally constitutional). Yakni, pasal tersebut berkekuatan hukum sepanjang dimaknai: masa jabatan Jaksa Agung itu berakhir dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet atau diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan.

Artinya, jabatan Hendarman mestinya sudah berakhir sejak Kabinet Indonesia Bersatu edisi pertama bubar pada 20 Oktober 2009 sesuai Keppres nomor 83/P tahun 2009 tentang pemberhentian kabinet periode 2004-2009 dan pengangkatan kabinet periode 2009-2014.

Nah, persoalan legalitas itu muncul karena Hendarman tidak diangkat lagi sebagai Jaksa Agung di periode kedua kepemimpinan SBY. Dengan putusan konstitusional bersyarat tersebut, ada atau tidak ada Keppres pemberhentian, masa jabatan Hendarman secara otomatis mundur seiring dengan berakhirnya periode Presiden.

Namun, MK juga menyatakan bahwa putusan tersebut berlaku sejak putusan itu diketuk (prospektif). Tidak berlaku surut. Artinya, tindakan hukum yang dilakukan Hendarman sejak seharusnya mundur pada 20 Oktober 2009 lalu sampai kemarin, tetap sah. Sebab, MK menganggap saat itu Undang-Undang Kejaksaan memang tidak mengatur secara tegas berakhirnya masa jabatan jaksa agung.

"Ini didasarkan pada fakta hukum bahwa Undang-Undang sendiri tidak mengaturnya secara tegas, tidak memberi kepastian hukum yang imperatif kepada Presiden. Sehingga, pilihan kebijakan Presiden tentang hal tersebut tidak dapat dinilai bertentangan dengan UU," kata hakim konstitusi Maria Farida Indrati saat pengucapan putusan di MK kemarin.

Ini berarti, semua kebijakan dan tindakan hukum Hendarman masih sah hingga putusan MK diketuk kemarin. Termasuk proses penyidikan dan pencekalan yang dilakukan terhadap Yusril dalam kasus biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) di mana dia dikenakan cekal dan ditetapkan sebagai tersangka bersama pengusaha Hartono Tanoesoedibjo.

MK juga menyatakan menolak permohonan putusan provisi alias putusan sela terhadap kasus Yusril. Sebab, MK hanya menguji norma abstrak, tidak mengadili kasus konkret seperti penyidikan atau pencegahan dalam kasus pidana. Penolakan putusan provisi sudah dinyatakan MK dalam sidang sebelumnya dengan alasan yang sama.

Sembilan hakim MK tak kompak dalam putusannya kemarin tersebut. Dissenting opinion alias pendapat berbeda diajukan hakim konstitusi Achmad Sodiki dan Harjono.

Achmad Sodiki menyatakan menolak permohonan Yusril. Alasannya, sekalipun Hendarman tidak diangkat lagi, namun Presiden yang berkuasa adalah orang yang sama. "Meski masa jabatannya tidak diatur secara ketat dalam UU, tidak akan ada jaksa agung yang menolak diberhentikan Presiden," katanya.

Sedangkan hakim Harjono menafsirkan bahwa jaksa agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Jabatan tersebut adalah penunjukan langsung dan jaksa agung adalah pembantu Presiden. Karena itu, masa jabatan jaksa agung berlaku selama dia diangkat dan usai ketika diberhentikan.

Reaksi Yusril

Menanggapi putusan tersebut, Yusril yang juga hadir dalam sidang mengatakan menghargai putusan MK. Menurut pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia itu, putusan MK membuktikan bahwa Presiden SBY telah melakukan kesalahan.

"Keputusan ini juga membuktikan bahwa negara ini dipimpin oleh orang-orang yang tidak cakap. Ini pelajaran bagi kita semua. Ini pelajaran bagi Presiden yang mengangkat jaksa agung," katanya.

Yusril mengaku puas terhadap putusan MK ini. Meski begitu, ia mengelak jika putusan ini dikaitkan dengan kepentingan pribadinya. "Bagaimana saya senang. Saya sedih, karena putusan ini membuktikan bahwa Presiden telah melakukan kesalahan," ujarnya.

Lantas, apakah Yusril akan mulai meladeni pemeriksaan tim penyidik kasus Sisminbakum? Yusril mengaku akan konsisten dengan pernyataannya untuk menuruti penyidik jika MK melegalkan jabatan Hendarman.

"Soal pemeriksaan kasus, itu soal lain. Itu terlalu kecil. Perkara legalitas jaksa agung ini jauh lebih penting dari persoalan itu. Ini persoalan bangsa dan negara," tegasnya.

Pemerintah Bergeming

Terpisah, pemerintah sepertinya tak menggubris putusan MK terkait keabsahan Hendarman Supandji sebagai jaksa agung. "Jaksa Agung masih Hendarman Supandji sampai ada keputusan pemberhentian dari presiden," tegas Mensesneg Sudi Silalahi kepada wartawan, kemarin.

Sudi beralasan, tidak ada satu pun diktum dari putusan MK yang mengatakan jabatan jaksa agung tidak sah. "UU-nya mengatakan bahwa yang mengangkat dan memberhentikan jaksa agung itu adalah presiden, dan UU itu sah. Kedua, dalam keputusan MK, tidak ada memberhentikan jaksa agung mulai kapan pun itu," urainya. Sudi menegaskan, jaksa agung hanya bisa diberhentikan melalui Keppres.

Terkait dengan rencana pergantian jaksa agung, lanjut Sudi, presiden tidak akan mempercepat. "Bukan mempercepat. Perencanaannya memang sudah mendekati. Dan presiden pun sudah berulangkali menyampaikan, bahwa jaksa agung, panglima TNI, dan Kapolri, dalam waktu dekat akan diganti," kata Sudi.

Staf Khusus Presiden bidang Hukum Denny Indrayana juga ngotot bahwa jabatan Jaksa Agung tetap milik Hendarman. "Putusan MK tidak menyatakan ada jaksa agung yang ilegal, jaksa agung legal, sah," kata Denny di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin.

Denny mengatakan, putusan MK justru memperjelas masa jabatan jaksa agung dan persoalan yang dimunculkan terkait legalitas Hendarman. "Dalam putusannya, MK dengan sangat terang benderang dalam bahasa yang sangat jelas mengatakan tidak ada persoalan legalitas jaksa agung," kata Denny yang terlihat menenteng salinan putusan MK.

Bukankah jabatan jaksa agung turut berakhir setelah masa jabatan presiden berakhir? "Presiden berakhir kapan? 2014, kan. Jaksa agung dikatakan sah, tidak dikatakan tidak sah. Sekarang pun sah. Sekarang presiden berakhir 2014," kata Denny, ngotot.

Keteledoran Istana

Di bagian lain, putusan MK yang mengabulkan permohonan Yusril dinilai sebagai bentuk keteledoran pihak Istana. Hal itu merupakan pukulan telak bagi para pembantu Presiden. "Ini keteledoran fatal dari pihak Istana yang tidak paham hukum tata negara," kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo di gedung parlemen.

Dia menegaskan, semua pihak harus menghormati dan menaati putusan MK ini. Termasuk Presiden sekalipun. "Jangan sampai Presiden tidak mengindahkan keputusan yang telah dibuat MK," ujarnya mengingatkan.

Rekan Bambang di Komisi III, Nudirman Munir menambahkan, dengan keputusan MK tersebut, maka pemilihan Jaksa Agung baru menjadi sangat penting. "Hendarman Supandji sudah harus diganti sesegera mungkin karena akan terjadi kekosongan pimpinan kejaksaan," ujarnya.

Ia menyebutkan, keputusan MK yang menyatakan bahwa secara hukum Jaksa Agung tidak sah, membawa dampak terhadap penegakan hukum di Indonesia dan efek psikologis terhadap kejaksaan. Keputusan MK membuang jauh-jauh konvensi ketatanegaraan, yakni Jaksa Agung tidak terganti sebelum ada pengganti.

"Saya anggap ini sebagai hal luar biasa. Saya katakan ini adalah kebiasaan ketatanegaraan dan selama ini kita terima. Nah, MK menyatakan tidak sah," kata Nudirman.

Hendarman Tunggu Presiden

Bagaimana respon Hendarman Supandji terkait putusan MK yang menyatakan jabatannya sebagai jaksa agung tidak sah sejak kemarin siang? Ditemui saat hendak meninggalkan kantornya petang kemarin, Hendarman tampak tenang. Sambil melempar senyum, dia menyapa wartawan yang sudah sejak sore menunggu di depan pintu gedung utama Kejaksaan Agung.

"Saya menunggu petunjuk bapak Presiden," jawab Hendarman saat ditanya tanggapannya tentang putusan MK. Eksekusi putusan MK, kata dia, akan dilakukan oleh pemerintah, di mana pimpinannya adalah presiden.

Menurut Hendarman, pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung dilakukan oleh presiden. "Kalau saya pribadi, saya siap sebagai prajurit di mana pun juga," tegasnya.

Menurut mantan JAM Pidsus itu, pernyataan bahwa dia sudah bukan jaksa agung sejak pukul 14.35 WIB kemarin merupakan keterangan dari Ketua MK Mahfud MD. Hendarman menyatakan akan melihat pertimbangan-petimbangan yang tercantum dalam putusan MK setebal 143 halaman itu.

Proses penyidikan perkara, kata Hendarman, dipastikan tetap berjalan. Misalnya terkait kasus korupsi biaya akses Sisminbakum yang menyeret Yusril Ihza Mahendra sebagai tersangka. "Penyidikan jalan terus, tidak ada kaitannya. Itu urusannya penyidik, kewenangannya diatur KUHAP," papar jaksa kelahiran 6 Januari 1947, di Klaten, Jawa Tengah, itu.

Hendarman menyatakan dirinya akan tetap pergi ke Kejakgung hari ini. "Ngantor sih ngantor, tapi buku-buku sudah nggak ada. Kantor sudah kosong," ungkapnya lantas tersenyum.

Meski begitu, untuk sementara Hendarman tidak akan mengambil kebijakan-kebijakan yang strategis. Termasuk saat ditanya akan tentang kemungkinan melakukan penahanan terhadap Yusril yang berstatus tersangka. Begitu juga dengan kebijakan struktural lainnya.

"Saya tunggu dulu deh petunjuk bapak Presiden," elak mantan ketua Timtastipikor. "Ini muka saya masih senyum to? Nggak tegang kan," canda Hendarman lantas masuk ke mobil dinasnya.

Rabu, 22 September 2010

Divonis 5 Tahun, Arafat Minta Dua Atasannya Diusut

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/9), menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan, Kompol Arafat Enanie. Vonis terhadap Arafat satu tahun lebih berat dari tuntutan jaksa.

Selain memastikan menempuh upaya hukum banding, Arafat meminta agar keterlibatan dua atasannya, Brigjen Edmon Ilyas dan Kombes Pambudi Pamungkas, diusut tuntas. Ketua majelis hakim, Haswandi, saat membacakan amar putusan menyatakan, vonis lima tahun penjara terhadap Arafat masih ditambah denda Rp 150 juta.

Hakim menilai Arafat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sesuai Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Arafat dituding menerima suap berupa sepeda motor Harley Davidson senilai Rp 410 juta dari Alif Kuncoro supaya adiknya, Imam Cahyo Maliki, tidak dijadikan tersangka dalam kasus Gayus Tambunan.

Selain itu, Arafat yang bertugas sejak 13 tahun lalu itu didakwa menerima suap sejumlah uang dari Gayus Tambunan dengan nilai bervariasi.

Majelis hakim juga menyebutkan, dua atasan Arafat, yakni Edmon ilyas dan Pambudi Pamungkas, ikut menerima suap dari Gayus dan kuasa hukumnya Haposan Hutagalung. Keduanya menerima masing-masing 50 ribu dolar AS.

Di akhir persidangan, Arafat meminta kepada majelis hakim agar dugaan keterlibatan kedua atasannya, Kombes Pambudi Pamungkas dan Brigjen Edmon Ilyas, diusut tuntas. Dia beralasan, itu adalah konsekuensi putusan majelis hakim mengingat vonis majelis hakim juga menyebutkan keterlibatan Pambudi dan Edmon. "Yang Mulia juga menyebut ada pihak lain yang ikut terlibat," kata Arafat menanggapi vonis.

Arafat menilai vonis lima tahun terlalu berat karena hanya dirinya yang dihukum. Arafat juga menunjuk saksi-saksi yang dihadirkan menyebutkan bahwa ada keterlibatan jaksa Cirus Sinaga dan jaksa Fadil Regan. "Tetapi kok selalu saya yang dibebani," kata Arafat.

Salah seorang kuasa hukum Arafat menimpali: "Alif Kuncoro saja yang memberi Harley Davidson hanya dihukum 1,5 tahun penjara. Lah ini (vonis Arafat) 5 tahun."

Di sidang terpisah, penyuap Arafat, Alif Kuncoro, divonis satu tahun enam bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi penyuapan. Selain pidana satu tahun enam bulan, majelis hakim yang diketuai Mien Trisnawati mengenakan denda Rp 50 juta jika tidak dibayar dapat dikenakan pidana dua bulan penjara.

"Berdasarkan fakta, diadakan pertemuan antara terdakwa dan Kompol Arafat. Selanjutnya terdakwa menerima motor di kediaman Arafat. Kompol Arafat adalah PNS, anggota Polri," kata Mien.

Selanjutnya, kata hakim, terdakwa memberikan motor agar adiknya tidak dijadikan tersangka.

"Maka seluruh unsur dakwaan yang terdapat dalam Pasal 13 UU Tipikor telah terpenuhi pada diri terdakwa," kata Mien saat membacakan amar putusan.

Vonis terhadap Alif lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 2,5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah subsider enam bulan penjara.

Atas vonis tersebut, baik jaksa maupun tim pengacara terdakwa menyatakan pikir-pikir. "Siapa tahu kan jaksa akan banding," kata Danny Surya, kuasa hukum Alif.

Meski demikian, Danny mengakui, pihaknya menilai vonis majelis hakim sudah cukup tepat bagi kliennya, Alif Kuncoro, yang merupakan pemilik Casablanca Motor tersebut.

Upaya Pengerdilan

Sementara itu, Adnan Buyung Nasution menilai ada upaya mengerdilkan perkara kliennya, Gayus Tambunan. Sebab, jaksa tidak bisa menjelaskan asal-muasal uang Gayus sebesar Rp 28 miliar.

Saat membacakan keberatan (eksepsi), Buyung menilai, dakwaan yang dikenakan kepada Gayus aneh karena jaksa hanya menjerat Gayus dengan kasus lain, yaitu terkait dengan keberatan PT Surya Alam Tunggal senilai Rp 570 juta.

Sementara itu, asal-muasal uang senilai Rp 28 miliar sama sekali tidak disebut jaksa dalam dakwaan.

"Penyidik hanya mencoba-coba mencari kesalahan terdakwa dengan mengalihkan kasus besar Rp 28 miliar dengan kasus kecil keberatan pajak PT SAT Rp 570 juta. Apa uang itu turun dari langit?" ujar Buyung.

Buyung bahkan menilai, kliennya merupakan orang yang berjasa dalam membuka skandal megakorupsi yang diduga melibatkan institusi perpajakan, kepolisian, dan kejaksaan.

Dalam eksepsinya, tim pengacara Gayus menjelaskan bagan terkait aliran uang Gayus Tambunan. Namun, penjelasan pengacara tersebut sempat mengundang keberatan dari tim jaksa.

"Itu adalah hak dari penasihat hukum untuk ajukan keberatan. Kami berikan kesempatan sepenuhnya untuk menggunakan haknya," sanggah hakim Albertina Ho.

Indra menjelaskan, dari pihak ketiga terdakwa kurang lebih Rp 28 miliar didapat dari tiga sumber. Di sela penjelasan ini, jaksa lagi-lagi keberatan. Namun hakim kembali menyanggah keberatan jaksa.

PADA bagan kedua, tim kuasa hukum Gayus menjelaskan aliran dana kepada penegak hukum pada kasus Gayus yang pertama disidik oleh kepolisian dengan total 890 ribu dolar AS. Selain itu, ada pula aliran dana 1 juta dolar AS untuk diberikan kepada jaksa dan hakim.

Mantan kuasa hukum Gayus, Haposan Hutagalung, dalam sidang perdana kemarin didakwa pasal berlapis tentang turut serta melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Sumartono, Haposan dinilai berperan menyiasati seolah-olah rekening milik Gayus senilai Rp 28 miliar yang diblokir itu bukan berasal dari uang yang diterima wajib pajak atau konsultan pajak.

"Melainkan hasil bisnis pengadaan tanah di Jakarta Utara antara Gayus dan Andy Kosasih," tutur Sumartono di hadapan majelis hakim yang dipimpin H Taksin.

Senin, 20 September 2010

Pembahasan RUU Habiskan Rp 1,7 Miliar

ANGGARAN untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) di parleme juga menguras kas negara . Khusus untuk studi banding ke luar negeri oleh Panja DPR sebelum RUU bersangkutan disusun sudah menghabiskan Rp 1,7 miliar.

"Setiap pembahasan RUU ada jatah studi banding ke tiga negara dengan diikuti 13 anggota panja dan dua orang dari sekretariat. Untuk setiap RUU dialokasikan Rp 1,7 miliar untuk plesiran, baik RUU inisiatif DPR maupun usul Pemerintah," ujar Sekjen Nasional FITRA, Yuna Farhan, Minggu (19/9).
Selain pembahasan UU yang ditambahi biaya yang sangat mahal, setiap alat kelengkapan di DPR juga diberi keleluasaan "jalan-jalan" ke luar negeri. Masing-masing mendapat jatah alokasi dana sesuai dengan jarak negara tujuan studi banding.
Yang sedang jadi sorotan saat ini adalah kunjungan kerja DPR ke Afrika Selatan, Inggris, Kanada, dan Kore Selatan untuk melihat Pramuka di negara-negara tersebut.(*)

rincian DIPA DPR ke luar negeri:
* Kunker dalam rangka penetapan RUU inisiatif DPR: Rp 17,8 miliar
* Kunker Baleg: Rp 2 miliar
* Kunker pembahasan RUU usul DPR: Rp 26,7 miliar
* Kunker BAKN: Rp 940 juta
* Kunker 11 Komisi: Rp 14,9 miliar
* Kunker komisi kasus spesifik: Rp 2,2 miliar
* Kunker Badan Anggaran, Rp 2 miliar
* Delegasi dalam kegiatan organisasi parlemen internasional: Rp 8,1 miliar
* Delegasi dalam kegiatan parlemen regional: Rp 4 miliar
* Kunjungan teknis BKSAP ke Australia, Qatar, Suriah, China, Korea Utara, Mexico, dan Afrika Selatan: Rp 6,8 miliar
* Kunker BK: Rp 1,6 miliar
* Studi komparasi pengelolaan anggaran parlemen BURT: Rp 3 miliar.
* Kunker Pimpinan DPR: Rp 15,5 miliar

Apa Saja yang Janggal dalam Kasus Gayus?

Perkara pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Tambunan terus bergulir pascapengungkapan adanya dugaan praktik makelar kasus yang dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa ia melihat ada sistem hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Hal sama dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Apa saja kejanggalan dalam perkara Gayus?
Kejanggalan terjadi saat tidak dilanjutkan perkara tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak yang mengirimkan uang Rp 25 juta ke rekening Gayus untuk mengurus pajak kliennya. Awalnya, penyidik menangani perkara Roberto dan Gayus bersamaan. Namun, hanya perkara Gayus yang dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejanggalan lain, penyidik tidak menahan Gayus setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan terkait uang Rp 395 juta yang ada di rekening dia. Gayus tidak ditahan hingga proses pengadilan selesai.
Kejanggalan selanjutnya, kejaksaan menghilangkan perkara korupsi yang dijerat oleh penyidik kepada Gayus dan hanya melimpahkan perkara penggelapan dan pencucian uang. Menurut jaksa, hasil gelar perkara hanya dua pasal itu yang dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Hakim lalu memutuskan vonis bebas terhadap Gayus.
Hal yang paling disorot publik adalah tidak diusutnya asal-usul uang Rp 24,6 miliar yang ada di rekening Gayus. Menurut Susno, diduga penyidik serta jaksa menikmati uang itu setelah pemblokiran dibuka. Kapolri telah memerintahkan untuk mengusut uang yang diakui milik Andi Kosasi itu.
Selain itu, awalnya, penyidik menyatakan hanya ada tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus, berjumlah Rp 395 juta. Namun, menurut PPATK, ada banyak transaksi mencurigakan di rekening Gayus yang telah dilaporkan kepada penyidik. Setelah dikonfirmasi pernyataan PPATK itu, polisi menyatakan ada 19 transaksi mencurigakan yang masih disidik.

Jumat, 17 September 2010

Kasus Mafia Pajak Gayus Dituntut Dua Tahun

AKP Sri Sumartini dituntut dua tahun penjara dalam sidang kasus mafia pajak Gayus Tambunan, Kamis (16/9). Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harjo juga mengajukan tuntutan terhadap terdakwa denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Menurut JPU, terdakwa terbukti menerima uang senilai 7.000 dolar AS dalam bentuk 70 lembar uang dolar AS dengan nominal 100 sehubungan telah dibukanya rekening Gayus. “Menyatakan bahwa terdakwa Sri Sumartini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana disebut dalam dakwaan kedua dan dijerat hukuman dua tahun penjara dikurangi masa tahanan ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan,” katanya saat membacakan tuntutan

JPU Harjo mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, kata JPU, Sri Sumartini selaku penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya.

Sedangkan yang meringankan, perilaku terdakwa yang sopan selama mengikuti persidangan dan terdakwa sebelumnya belum pernah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menanggapi tuntutan ini, Sumartini keberatan dan membantah tuduhan tersebut.

”Tuntutan itu tidak ada fakta dan tidak ada alat buktinya. Itu kan hanya omongan, apa omongan dapat dijadikan alat bukti. Sejauh ini mana ada saksi yang bicara saya menerima uang itu,” ujarnya seusai sidang.
Pengacara Sri Sumartini, Bambang Hartono juga keberatan. Ia menilai, JPU masih berpegang pada berita acara pemeriksaan (BAP) awal yang dibuat kepolisian.

”Uang 70 lembar dengan nominal 100 dolar AS yang diberikan oleh Arafat itu kan uang Arafat sendiri. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembukaan blokir rekening Gayus. Tapi di BAP berbeda dan BAP itupun sudah dicabut oleh Arafat,” ujarnya
Dikatakan, dalam persidangan juga tidak ada keterangan saksi yang menyebutkan bahwa Sri Sumartini telah menerima uang seperti yang dituduhkan oleh JPU.

”Menurut saya Sri Sumartini harus bebas, kalau suap itu harus ada uangnya dan harus ada pengakuan dari saksi. Dalam pemeriksaan Sri Sumartini tidak ada satupun pertanyaan mengenai uang,” katanya

Sementara itu, pihak Polri masih menunggu perintah pengadilan untuk melanjutkan proses hukum terkait fakta-fakta atau keterangan yang terungkap dalam persidangan kasus Gayus, termasuk peningkatan status jaksa peneliti kasus Gayus, Cirus Sinaga.

”Polisi akan bekerja setelah ada perintah Jaksa atau perintah hakim yang berdasarkan keputusan,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Iskandar Hasan. Ia menegaskan, putusan pengadilan merupakan alat bukti atau bukti surat. ”Alat bukti itu bisa kami tindaklanjuti kalau atas dasar perintah hakim atau jaksa,” tambahnya.

Iskandar mengungkapkan, pemeriksaan dua Jaksa, Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai saksi kasus mafia hukum perkara Gayus dinyatakan sudah selesai.

”Ya itu sudah selesai, itu sudah dikoordinasikan antara penyidik dengan jaksa penuntutnya,’’tandasnya.

Mantan Direktur II Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Raja Erizman dalam kesaksian di sidang dengan terdakwa Syahril Djohan mengaku melakukan pembukaan blokir rekening Gayus sebesar Rp 25 miliar merupakan atas petunjuk dari Cirus Sinaga.

Menebak Calon Kapolri?


Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) akan menyerahkan dua nama calon Kapolri. Siapakah mereka? Tentu, hanya Kapolri dan sejawatnya saja yang tahu.

Bocoran menyebut, dua kandidat itu adalah Komisaris Jenderal Polisi Nanan Soekarna yang menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri dan Inspektur Jenderal Pol. Imam Soedjarwo, yang kini menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Kalemdiklatpol).

Setidaknya ada dua alasan untuk memercayai bocoran tersebut. Pertama, sesuai tradisi kapolri dipilih dari perwira tinggi berbintang tiga. Kedua, berdasarkan UU 2/2002 tentang Polri, kandidat kapolri paling tidak punya masa dinas aktif dua tahun ke depan. Usia pensiun anggota kepolisian adalah 58 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun jika memiliki keahlian khusus atau sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian.

Ada enam perwira berpangkat komisaris jenderal atau komjen, saat ini. Mereka adalah Wakapolri Jusuf Manggabarani (Akpol 75), Kabareskrim Ito Sumardi (Akpol 77), Kababinkam Imam Haryatna (Akpol 75), Irwasum Nanan Soekarna (Akpol 78), Kepala BNN Gorries Mere (Akpol 77), dan mantan Kabareskrim Susno Duadji (Akpol 77).

Namun, tidak semua punya masa dinas aktif minimal dua tahun. Jusuf Manggabarani dan Imam Haryatna akan memasuki masa pensiun. Jusuf yang kelahiran 1953, akan pensiun tahun depan. Sementara kolega satu angkatannya, Imam Haryatna sudah lebih dulu pensiun, April lalu. Nasib Ito Sumardi juga tak beda jauh. Meski angkatannya dua tahun lebih muda dari Jusuf dan Imam, namun usia Kabareskrim Mabes Polri ini tidak lagi muda. Ito lahir 17 Juni 1953, dan ini berarti juga akan pensiun tahun depan.

Teman satu angkatan Ito, Susno Duaji sebenarnya punya peluang. Malangnya, Susno kini terjerat kasus suap. Jadi tersisa Komjen Gregorius Mere alias Gorries Mere, dari angkatan 77 yang punya peluang. Dari sisi usia, Gories masih muda (17 November 1954). Dari sisi karier, Gories juga sudah makan asam garam sebagai Kapolres, Direktur Reserse, Wakapolda, Kadensus 88, Wakabareskrim, dan kini Kalakhar BNN.

Boleh jadi Gorries adalah kuda hitam, meski kabarnya resistensi terhadap Gorries, baik di dalam maupun di luar institusi Polri cukup tinggi. Salah satu kontroversi Gorries adalah ngopi dengan Ali Imran, terpidana teroris di Starbuck. Kontroversi lain adalah bergesekan dengan BIN saat menjadi Kabareskrim, yang menudingnya tertutup dalam memberantas terorisme.

Terakhir, Nanan Soekarna pria kelahiran 30 Juli 1955. Masih menyisakan masa dinas tiga tahun, dan memiliki prestasi yang cukup moncer. Nanan adalah penerima penghargaan Adhi Makayasa alias lulusan terbaik Akpol angkatan 78. Bahkan, Nanan adalah orang pertama di angkatannya yang menjadi jenderal.

Sebagai ketua alumnus FBI wilayah Asia Tenggara, dia juga mempunyai jaringan dan relasi internasional yang sangat kuat. Selain itu, namanya pernah harum karena program smiling police (polisi tersenyum) ketika menjadi Kapolda Kalimantan Barat. Saat itu, dia mewajibkan seluruh anak buahnya mengenakan pin bergambar polisi.

Setelah di Kalbar, Nanan menjadi staf ahli Kapolri bidang sosial politik. Barulah pada 2008, Nanan menjabat sebagai Kapolda Sumatra Utara (Sumut). Di sana Nanan juga membuat program Anti-KKN. Hingga kemudian pada Februari 2009, dia dimutasi kembali ke Mabes Polri sebagai staf ahli. Saat itu santer terdengar, pergantian Nanan terkait dengan demo maut di Sumut, yang berbuntut meninggalnya Ketua DPRD Sumut Azis Angkat.

Hanya beberapa bulan menjadi staf ahli, Nanan kembali mendapatkan posisi strategis yaitu Kadiv Humas, pada Juni 2009. Ini adalah waktu pengembalian nama baik.

Sebagai Kadiv Humas, Nanan dinilai berhasil dan meraih simpati publik. Di tengah isu perseteruan KPK dan Polri, Nanan juga menegaskan sikapnya terhadap gerakan antikorupsi. Ketika itu, ia sempat muncul di televisi dengan memakai pita hitam, yang merupakan lambang mendukung KPK. Dia beralasan, polisi juga ikut mendukung keberadaan KPK, karena 120 anggota polisi bertugas di sana.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Nanan termasuk yang direkomendasikan sebagai Kapolri. Dalam nota itu, Nanan disebut sosok yang agamis, pintar, ambisius, dan selalu menjaga wibawa.

Nanan disebut paling didukung kalangan internal Polri, lantaran Nanan dinilai mampu menjaga netralitas Polri dan tak bisa ditekan oleh parpol tertentu. Belakangan, dukungan terhadap Nanan dari DPR juga bermunculan. Dukungan ini penting, karena Kapolri diangkat atas persetujuan DPR. Berdasarkan alasan ini, diduga kuat Nanan adalah salah satu nama yang diajukan Kapolri ke Presiden.

Peluang Bintang Dua

Lalu bagaimana dengan Imam Sudjarwo? Mengapa namanya ikut disebut sebagai calon kuat? Hingga saat ini, Imam masih berpangkat inspektur jenderal. Kendati demikian, jabatannya saat ini adalah jabatan bintang tiga atau pangkat Komjen. Hanya tinggal menunggu waktu, bintang di pundak Imam bertambah satu.

Imam Sudjarwo lahir di Kendal, 5 November 1955. Iman Sudjarwo memang Angkatan 80, tapi NRP-nya senior, mungkin karena ia masuk AKABRI bagian Kepolisian agak telat. Ia "asli" Brimob, pernah menjadi Komandan Korps Brimob. Uniknya, Dankor Brimob yang satu ini bertemperamen tidak sangar, rendah hati, low profile, tapi tetap tegas.

Namanya sejauh ini bersih. Ia pernah menjabat Kapolda Bangka Belitung. Saat ini Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Imam juga diberi kepercayaan memimpin tim untuk merestrukturisasi tubuh Polri. Hasilnya, adalah struktur baru Polri dengan tambahan banyak jenderal, yang telah diresmikan Juli lalu.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Imam juga disebut sebagai kandidat Kapolri. Dalam nota itu, Imam disebut sosok yang agamis, disiplin, lurus, pekerja keras, serta tipe pemimpin yang persuasif dan disegani rekan dan juga bawahannya.

Lamanya Imam berkarya di Korps Brimob, menjadikannya sosok alternatif pimpinan Polri yang bebas dari kontaminasi mafia hukum. Belakangan, beredar kabar Imam adalah jenderal yang paling diinginkan pihak Istana. Apalagi Iman satu angkatan dengan Mayor Jenderal TNI Edhi Wibowo, adik ipar SBY, yang kini menjabat Pangdam Siliwangi, dan disebut-sebut sebentar lagi bakal menjadi KSAD. Karenanya, nama Imam diprediksi sebagai satu di antara dua nama yang akan diajukan Kapolri ke Presiden SBY.

Selain Imam, jenderal bintang dua lainnya juga dijagokan. Yakni, Irjen Timur Pradopo (Kapolda Metro Jaya) dan Irjen Oeogroseno (Kapolda Sumatra Utara). Namun, peluang keduanya untuk bersaing jadi Trunojoyo 1 pupus. Kursi Kababinkam, yang jadi jalan untuk naik pangkat baru akan diganti bersamaan dengan mundurnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD). Sementara, Ito Sumardi yang diisukan akan digeser ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), juga masih menjabat Kabareskrim.

Belajar dari Pola yang Lalu

Selama Presiden SBY menjabat, baru dua Kapolri yang diangkatnya. Yakni Jenderal Soetanto dan Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Dari keduanya, ada beberapa pola yang sama. Pertama, pernah menjadi Kapolda setidaknya dua kali. Kedua, pernah menjabat Kapolda Sumatra Utara, yang menjadi kawah candradimuka. Ketiga, pernah berdinas bersama atau punya hubungan dekat.

Dari pola ini, Nanan adalah yang paling berpeluang. Mengapa? Nanan pernah menjabat sebagai Kapolda sebanyak dua kali, salah satunya Kapolda Sumatra Utara. Dinas bersama jadi kunci berikutnya. Saat Sutanto menjadi Kapolda Jawa Timur, BHD menjadi Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal (Kaditreskrim). Bahkan Soetanto, yang menarik BHD dari Lemhanas untuk menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan.

Begitu pula, antara BHD dan Nanan juga pernah bertugas bersama. Ketika Nanan menjadi Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Bambang Hendarso menjabat sebagai Kaditreskrim. Gosip kedekatan BHD dengan Nanan juga mengemuka, saat Nanan yang baru empat bulan menjadi staf ahli diangkat sebagai Kadiv Humas. Banyak yang menilai, pengangkatan inilah yang menyelamatkan karier Nanan. Nanan lantas dipromosikan sebagai Irwasum dengan pangkat Komjen, menggantikan Komjen Jusuf Manggabarani.

Yang terbaru adalah penunjukan Nanan dan bukan Wakapolri, untuk mewakili Kapolri dalam acara pengukuhan anggota Paskibraka oleh Presiden SBY di Istana Negara, 15 Agustus silam. Kesamaan rekam keduanya sebagai serse, membuat BHD dan Nanan juga cocok.

Nanan juga lebih berpeluang dibandingkan Imam, lantaran Nanan sudah berpangkat bintang tiga. Sebaliknya, Imam masih berpangkat bintang dua dan belum jelas kapan menerima tambahan satu bintang. Kendati demikian, jenderal "asli" Brimob ini bukan tanpa peluang. Prestasi yang cemerlang, tidak punya "cacat" karier, serta kedekatannya dengan keluarga SBY, membuat Imam masih layak diperhitungkan.

Prerogatif Presiden

Tugas Kapolri baru amat sangat berat. Dia harus membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Terbongkarnya skandal rekening gendut para petinggi kepolisian semakin membuat citra Korps Bhayangkara jatuh pada titik nol. Sebelumnya, publik dikejutkan dengan pengakuan blak-blakan mantan Kabareskrim Komjen Pol. Susno Duadji tentang adanya praktik makelar kasus di Markas Besar Polri.

Kini, semuanya berpulang ke presiden, soal calon Kapolri yang akan dipilihnya. Presiden bisa mengirim lebih dari satu nama untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kepada DPR. Namun, melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Istana menyaratkan hanya akan mengajukan satu nama kepada DPR. Satu nama, yang seharusnya benar-benar memiliki komitmen kuat untuk menegakkan hukum yang sedang morat marit di negeri ini.

Apakah Nanan, Imam, atau jangan-jangan Gorries Mere? Tentu hanya Presiden dan Kapolri yang tahu.(sumber: http://berita.liputan6.com)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto