Rabu, 26 Oktober 2011

Lingkaran Setan Pungli di Lintas Sumatera

Nasib pengemudi truk di Jalan Lintas Trans Sumatera (Jalinsum) sepanjang perjalanannya tak pernah lepas dari pungutan liar (pungli). Pungli biasa dilakukan oknum-oknum aparat Negara baik atas nama pribadi maupun instusi. Ada yang melakukannya perorangan, ada pula bersama-sama. Para sopir truk-lah korbannya.

Pungli di jalanan sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum jalan trans sumatera dibuat. Setelah ruas jalan yang membelah Pulau Sumatera dari Lampung sampai Aceh itu ada, pungli makin menjadi-jadi. Ini bukan rahasia lagi. Dari dulu sampai sekarang korbannya selalu para sopir truk.

Para sopir truk tak kuasa lepas dari ulah oknum nakal dijalanan, karena mereka memang tak punya daya. Apa pun alasan yang diutarakan para sopir truk kepada petugas di jalanan agar tidak kena pungli, tetap saja mereka diperas. Berbagai alasan memojokkan para sopir jadi senjata ampuh aparat untuk melumpuhkan perlawanan mereka. Muatan berlebih, spion rusak, lampu sein tak berfungsi, sampai pentil ban pun dipersoalkan untuk melemahkan posisi sopir.

Asdison, pengemudi truk asal Kota Padang, Kamis (6/10/01), mengungkapkan, perjalanan dari Lampung ke Padang bisa menghabiskan uang Rp.2 juta hanya untuk ‘mel’ kepada aparat di jalanan. Yang paling besar, katanya, setor di jembatan timbang rata-rata Rp.350 ribu per jembatan timbang. 

Dari Lampung ke Padang dia bisa melewati empat jembatan timbang, diantaranya di Pematang Panggang (perbatasan Lampung-Sumsel) dan perbatasan Sumsel – Jambi. Ada dua jembatan timbang lagi yang harus dilewati dari Jambi ke Padang. Hanya untuk jembatan timbang saja dia harus merogoh kocek sebesar Rp.1,4 juta. Jumlah itu bisa lebih besar bila para petugas jembatan timbang “rewel” mempersoalkan muatan berlebih.

Yang tidak bisa diabaikan adalah para oknum polisi lalulintas dan PJR (Patroli Jalan Raya). “Asal truk ada muatan, sudah pasti mereka minta uang,” ungkap Ijal, sopir truk lainnya kepada penulis. “Sepuluh ribu sampai duapuluh ribu kita lempar di jalan untuk mereka,” tambahnya.

Menurut Ijal, tak jarang mereka harus tawar-menawar dengan petugas. “Kalau ketemu petugas yang “ganas” mereka bisa minta Rp.50 ribu. Kita tawar Rp.10 ribu atau Rp.20 ribu,” ungkap Ijal. Ada juga petugas yang marah karena ditawar dan mengancam akan mengkandangkan mobil.

“Kalau sudah begitu kita menyerah sajalah, ujung-ujungnya duit juga. Dari pada kita kehilangan waktu berurusan dengan mereka kita kasih saja uang yang mereka minta,” papar Ijal. 

Lantas, uang siapa yang mereka berikan kepada petugas tersebut? “Itu uang kami sendiri. Uang jalan dari boss. Kami hanya kebagian sisa-sisanya saja,” tutur Asdison. Polisi mana mau tau hal itu. Mereka mengatakan, “Itu resiko kamu”, kata Asdison tentang duka di jalan lintas Sumatera.

“Para polisi itu hanya bisa menyalahkan kami para sopir, padahal kami ini hanya menjalankan perintah boss. Boss memerintahkan bawa muatan 30 ton, ya kami bawa. Kami tahu itu melebihi kapasitas angkut, tapi mau apa? Kami khan hanya anakbuah yang digaji. Kalau menolak kami bisa dipecat. Sementara resiko di jalan kami sendiri yang menanggung,” papar Asdison dengan dialek minangnya.

Pungli di Jalan Lintas Sumatera ini sulit diberantas karena sulit menemukan ujung dan pangkalnya. Perkara ini seperti lingkaran setan. Di sini terlibat para cukong pemilik armada truk yang ingin untung besar dengan muatan sebanyak-banyaknya, para sopir yang butuh pekerjaan, oknum petugas butuh uang tambahan. Semua saling membutuhkan. 

Memutus mata rantai pungli di jalan raya tidak semudah membalik telapak tangan. Upaya pemerintah, khususnya Mabes Polri tidak kurang-kurang, tetapi oknum di lapangan tidak ada yang mengontrol. Semuanya mengatasnamakan undang-undang dan peraturan, padahal tindakan mereka justru melanggar undang-undang dan peraturan itu sendiri.

Jalur Maut Lintas Sumatera

Berita tentang korban kecelakaan lalulintas di jalur lintas Trans Sumatera bukan lagi hal aneh. Hampir tiap hari kecelakaan lalulintas yang menelan korban jiwa terjadi di ruas jalan yang membentang dari Bakauheni Lampung hingga ke Aceh itu.

Korban kecelakaan pada umumnya para pengendara sepeda motor, warung atau rumah di tepi jalan, bahkan pejalan kaki. Jumlah tertinggi adalah pengendara sepeda motor.

Yang menyedihkan adalah kejadian tabrak lari. Pelakunya biasanya pengendara kendaraan roda empat, dan korbannya pengendara sepeda motor. Korbannya ditinggalkan tergeletak begitu saja di jalan, sementara pelaku tancap gas.

Beberapa pekan lalu, seorang pelajar SMKN I Terusan Nunyai, Lampung Tengah, menjadi korban tabrak lari di ruas Jalan Lintas Timur Bandarjaya - Menggala. Peristiwa itu terjadi tengah hari ketika korban pulang sekolah mengendarai sepeda motor dari Kampung Gunungbatin Udik ke Kampung Gunungagung, Kecamatan Terusan Nunyai, Lampung Tengah.

Korban memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi dan berusaha mendahului sebuah truk fuso di depannya. Dalam waktu bersamaan dari arah berlawanan meluncur sebuah kijang - juga dengan kecepatan tinggi. Pengendara sepeda motor bernama Hasan itu tak dapat menghindar, dia diserempet kijang, lalu terpental bergulingan di jalan. Akibatnya cukup tragis, jari telunjuk kanannya putus dan luka memenuhi sekujur tubuh dan lengan kiri-kanan.

Tanpa mempedulikan korban yang terkapar di jalan pengendara kijang langsung tancap gas menuju arah Menggala, Kabupaten Tulangbawang. Untung ada orang berbaik hati menolong Hasan dan membawanya ke Puskesmas Bandaragung untuk menerima pertolongan pertama.

Keesokan harinya ayah si Hasan bernama Pak Udin mengalami hal serupa, tetapi di tempat beda meskipun sama-sama di jalan lintas sumatera. Ketika hendak pulang ke rumah setelah mengurus anaknya di Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek Bandar Lampung, Pak Udin diserempet orang tak dikenal di Hajimena, Natar, Kabupaten Lampung Selatan.

Akibat peristiwa itu, sepeda motor dinas pelat merah yang dikendarainya rusak parah, sementara Pak Udin luka-luka di kaki. Dia mengaku diserempet mobil dari belakang. Mobil yang menyerempet pun melarikan diri.

“Yang saya sedihkan warga sekitar yang melihat kejadian itu, tidak tergerak membantu,” kata Pak Udin. Warga hanya melihat dari rumah masing-masing, tambahnya.

“Terdapat 29 titik rawan kecelakaan di Lampung yang juga merupakan jalan lintas Sumatera,” kata Kepala Biro Operasi Polda Lampung, Kombes Rahyono di Bandarlampung, Jumat (5/8).

Titik-titik rawan kecelakan lalu lintas itu, yakni wilayah Kabupaten Waykanan di Desa Negeri Baru, tepatnya kilometer 198-199, kemudian di Kabupaten Lampung Utara kilometer 140-142 Abung Barat, Abung Selatan (Km 122-124), Blambangan Pasir (Km 94-95) dan Gunung Panggung (Km 54-56).
Kemudian, Kabupaten Lampung Barat di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) kilometer 86, Marang Pesisir (Km 23) dan Bengkunat (Km 87).

Selanjutnya, Kabupaten Tanggamus sekitar Gisting (Km 77-78), Tanjung Pugung (Km 62-64), Gading Rejo (Km 33-35) dan Pagelaran (Km 44-51), di Bandarlampung Jl Antasari, Jl Sultan Agung, Jl Yos Sudarso dan Jl Soekarno-Hatta.

Untuk Kabupaten Tulangbawang, kawasan rawan kecelakaan terdapat di Simpang Mesuji (Km 180), Menggala Timur (Km 128-132), sedangkan daerah rawan kecelakaan di Kabupaten Lampung Timur, yakni Way Bungur (Km 95), Mataram Baru (Km 105) dan Labuhan Ratu (Km 135).

Kabupaten Lampung Tengah, yakni Gunung Sugih (Km 88-89), Terbanggi Besar (Km 57-59) dan Panggungan (Km 54-56).

Sementara itu, di Kabupaten Lampung Selatan, titik rawan kecelakaan, yakni di Jl A Yani Gedung Tataan, Rangai Tarahan (Km 16-17), Wayharong Kalianda (Km 50-51) dan Bakauheni (Km 81-81).

Di Lampung terdapat empat ruas jalur lintas Trans Sumatera, yakni: Lintas Timur (menghubungakan Terbanggibesar Lampung Tengah - Palembang - Jambi dst), Lintas Tengah (Terbanggibesar Lampung Tengah - Martapura Sumsel - Baturaja - Muaraenim - Lahat), Lintas Barat (kabupaten Tanggamus Lampung - Krui Lampung Barat - Bengkulu) melintasi Pantai Barat Pulau Sumatera, terakhir Lintas Pantai Timur (Bakauheni - Menggala).

KPK Mau Dibubarkan? Nanti Dulu

Wacana yang dilontarkan anggota DPR-RI dari Fraksi PKS, Fachri Hamzah, yang menginginkan KPK dibubarkan,tidak perlu digubris. Itu adalah wacana tidak masuk akal.

Pada saat negara kita tengah dilanda demam korupsi, dan pengganyangan korupsi tengah gencar dilakukan KPK, Fahri Hamzah malah melontarkan pemikiran yang berlawanan dengan keinginan rakyat. Pernyataan itu tidak pantas dilontarkan oleh seorang anggota Dewan yang terhormat, apalagi dari PKS, yang terkenal menjunjung tinggi moral.

Yang lebih mengejutkan lagi, Partai PKS justru mendukung pernyataan kadernya itu.

Timbul pertanyaan mengapa Fahri Hamzah dan PKS menginginkan KPK dibubarkan? Apa karena kadernya ada yang terlibat korupsi? Atau mungkin partai tsb ikut menikmati uang-uang kotor dari para koruptor?

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang kepada Detik.com, Selasa (4/9/01), mengatakan  pernyataan Fahri itu tidak akan mendapat perhatian dan dukungan dari publik.

Menurut Salang, saat ini publik masih percaya pada KPK dalam hal pemberantasan korupsi ketimbang Polri dan Kejaksaan Agung. Keberadaan KPK dinilai penting, untuk membersihkan negeri ini dari para koruptor.
Publik mendukung KPK. Dengan catatan KPK bekerja profesional, tidak tebang pilih dan serius membongkar mafia anggaran, kata Sebastian Salang.

Salang menilai, pernyataan Fahri terkesan emosional. Dia juga melihat itu sebagai pendapat pribadi bukan mengatasnamakan partai.

Mungkin saja pernyataan Fahri itu didorong oleh kekecewaannya, karena menilai KPK terlalu lamban menjalankan tugasnya dan terkesan tebang-pilih.

Adanya wacana semacam itu hendaknya tidak membuat KPK terganggu. Sebagai benteng terakhir pemberantasan korupsi, masyarakat menaruh harapan besar terhadap KPK.
Ada-ada saja.

Jabatkan Tangan, Sucikan Hati


 Adzan penanda shalat Isya’ baru saja berkumandang dari Masjid Al Ikhlas Perumahan II PT. GMP, para tamu sudah berdatangan ke Gedung Grha Swagata Gurna (GSG). Hari ini adalah Jumat , 23 September, malam Sabtu, di GSG ada acara makan malam, yang diselenggarakan Factory Departement PT. Gunung Madu Plantations. 

Di barisan kursi paling depan terlihat sudah hadir General Manager PT. GMP, H.M. Jimmy Mahshun, didampingi Kadep Factory, Alex Kesaulya dan para kepala divisi (Ir.H. Desmal Zainuddin serta H. Yuliastono, ST), Pak Syamsani, dan Pak Paul.

Masih di barisan depan berjarak 1 meter dari kursi para manager, tampak para pengurus IIK lingkup Departemen Factory. Diantaranya, Ny. Desmal , Ny. Yuliastono, Ny. Syamsani dll.

Ketika penulis  tiba di dalam gedung, masih banyak kursi di bagian belakang yang belum terisi. Meskipun demikian, hiburan tunggal tetap berjalan. Yang tampil sebagai penghibur pada malam itu adalah grup nasyid Galaxi dari Unila, Bandar Lampung. Grup ini hanya terdiri dari 4 personil, semuanya mahasiswa Universitas Lampung.

Lagu-lagu yang mereka bawakan semuanya bernuansa islami, yang diambil dari berbagai album lagu religius di Tanah Air. Lagu-lagu yang mereka bawakan semuanya klop dengan suasana malam itu, yakni halal bihalal, saling memaafkan untuk mencapai kebersihan hati.

Seirng berputar waktu, tamu pun makin banyak berdatangan. Satu demi satu tempat duduk mulai terisi. Suasana gedung kian ramai. Nuansa kekeluargaan sangat kental terasa, apalagi para karyawan dan staf masing-masing datang bersama keluarga.

Di jajaran Perusahaan PT. GMP, khususnya tingkat departemen, Factory yang terakhir menyelenggarakan acara halal bihalal. Departemen lain seperti SBF, Plantations, dan R&D sudah lebih dahulu menyelenggarakan halal bihalal. Satu minggu sebelum Departemen Factory ini, Departemen R&D mengadakan halal bihalal di Site A, yang dipusatkan di halaman LSTC (Lampung Sugar Training Centre).

Setelah mendengarkan lantunan suara grup nasyid Galaxi yang membawakan beberapa judul lagu religi, pembawa acara mengumumkan bahwa acara pokok segera dimulai. Sang Pembawa Acara pun kemudian membuka acara dengan bacaan basmalah. Mata acara berikutnya adalah sambutan Kepala Departemen Factory, Alex Kesaulya.

Pak Alex menyampaikan betapa pentingnya saling memaafkan antara sesam rekan kerja, atasan memaafkan bawahan, bawahan memaafkan atasan. “Mari berjabat tangan dan sucikan hati, untuk meraih kesuksesan dalam kebersamaan,” katanya kepada seluruh jajaran Departemen Factory.

Menurut Pak Alex, kekompakan para karyawan, staf, dan pimpinan menjadi modal dasar untuk mencapai target produksi. Karena keberhasilan yang dicapai salama ini adalah berkat kekompakan semua elemen yang ada. 

“Tanpa ada kekompakan, maka jangan berharap target bisa tercapai,” tegas Pak Alex dalam sambutan singkatnya.

Acara halal bihalal Departemen Factory ini bertema “Jabatkan Tangan, Sucikan Hati. Raih Kesuksesan dalam Kebersamaan”.

Usai mendengarkan sambutan Kepala Departemen Factory, Alex Kesaulya, acara berlanjut ke ceramah agama sekaligus doa. Pada malam itu, pihak panitia menghadirkan K.H. Imam Rofi’I dari Kota Metro sebagai penceramah. 

K.H. Imam Rofi’I dalam ceramahnya mengajak para hadirin mengenali penyakit hati, yakni: sombong, ujub (riya’), iri dan dengki, pelit (kikir), dan pemarah.

“Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah,” kata K.H. Imam Rofi’i.

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32].

Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki.

Jumat, 07 Oktober 2011

Kisah Para Penjaga Gerbang

“Selamat pagi, Pak? Ada yang bisa dibantu?” 

Sapaan ramah itu meluncur dari Pak Kahartono, anggota Satpam Pos Maingate (gerbang utama)  PT Gunung Madu Plantations seraya memberi hormat kepada seorang tamu, pengendara mobil pribadi. 

Si tamu yang sejak mendekati pos maingate sudah menurunkan kaca pintu mobilnya, tersenyum sambil memberitahu keperluannya. Setelah memberi petunjuk arah yang harus dituju, Pak Kahar pun meminta si pengendara mobil menitipkan SIM di pos. “Mohon SIM-nya ditinggal di pos, Pak,” kata Pak Kahar ramah.

Kesiapan, kesigapan, dan keramahan melayani tamu-tamu yang masuk ke PT. Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah, sudah menjadi keseharian para petugas Satpam di pos Maingate. Sopan dan ramah sudah menjadi performance wajib petugas di pos ini. Selain itu, mereka juga dituntut selalu berpenampilan rapi dengan wajah berseri. Tak peduli di rumah ada masalah atau tidak, yang penting ketika tiba di pos, anggota harus menunjukkan sikap ramah dan bersahabat.

“Orang yang kami layani bermacam ragam karakternya. Latar belakang sosialnya pun berbeda,” kata Kepala Unit Satpam Research & Development (R&D) yang membawahi Pos Maingate, Tri Sujatmiko. Dia menggambarkan, tak jarang tamu yang datang adalah pejabat, orang berpangkat, bahkan petugas keamanan. Suka duka mereka rasakan setiap hari di pos ini ketika berhadapan dengan bermacam karakter orang.

“Tugas kami di sini melayani, tetapi kami juga harus menjalankan peraturan yang ada,” kata Pak Mulyanto, Wakanit Satpam R&D. Karena itu pula, kata Pak Mul, dalam menjalankan tugas mereka sering berhadapan dengan orang yang minta dilayani, tetapi mengabaikan peraturan.

“Suatu kali ada tamu marah-marah ketika ditanya tujuannya dan diminta menitipkan SIM di Pos. Sambil mengisap cangklong orang itu ngomel-ngomel, menyalahkan perusahaan yang banyak birokrasi,” kata Pak Mul. 

“Padahal, kita menanyakan tujuannya untuk memudahkan para tamu juga. Kalau tahu tujuannya, kita bisa membantu menunjukkan arah,” kata Tri Sujatmiko menyambung ucapan Pak Mul.

Yang repot, timpal Kahartono, menghadapi tamu yang mengaku kenal sama pimpinan, tetapi dia tidak bersedia mengikuti peraturan kita. “Ditanya mau kemana, dia marah. Diminta SIM, dia membentak,” kata Kahar. Padahal, tambah Kahar, kalau si tamu tersesat di dalam, yang dimarahi ya petugas di Pos Maingate karena dianggap tidak melayani tamu dengan baik.

Kerepotan sering terjadi ketika melayani para sopir yang mengambil SIM. Para sopir biasa menyuruh kernetnya mengambil SIM di pos, biasanya mereka terburu-buru jika hendak keluar Maingate. Di sini sering terjadi masalah. SIM tertukar karena kesamaan nama. 

Pengalaman pahit pernah dialami Pak Mul dan Marwan Balau lantaran ada SIM tertukar. Pak Mul suatu hari harus berangkat ke Bandar Lampung, menyusul sopir truk gula yang membawa SIM orang lain. “Ketika saya tiba di rumah si sopir di Bandar Lampung, orangnya sudah berangkat ke Jakarta membawa SIM yang tertukar itu,” kata Pak Mul terkekeh mengenang pengalamannya.

Hal serupa juga dialami Marwan Balau, meskipun tidak seberat Pak Mul. Ketika dia bertugas mencatat tamu keluar-masuk, ada SIM yang tertukar. “Untungnya sopir yang lebih dulu keluar itu, rumahnya di Yukum. Saya susul ke rumahnya, Alhamdulillah ketemu,” kenang Marwan tersenyum.

“Dibalik suka dan duka bertugas di Pos Maingate, terselip kisah-kisah lucu meskipun kadang menjengkelkan,” kata Tri Sujatmiko.

Suatu ketika ada tamu datang ke pos. Dia melapor ingin ke rumah familinya bernama si “A”. Menurut tamu tadi, familinya itu minta dia menyebutkan namanya di pos satpam, anggota satpam pasti tahu. Nama yang disebut itu, di Gunung Madu ini, kata Tri Sujatmiko ada hampir 20 orang. “Kita bingung, siapa yang dimaksud?” tuturnya.

Yang sering pula terjadi dan dialami hampir semua anggota satpam di Maingate adalah telepon tanpa identitas. Yang dimaksud telepon tanpa identitas adalah ada yang nelpon ke pos tanpa menyebutkan nama dan dari mana.

“Telpon bordering, ketika diangkat dari seberang terdengar suara ‘Pak, anak saya sudah sampai belum di sana?’. Kita bingung menjawabnya, anak yang mana yang dimaksud? Ketika ditanya dari siapa, telpon sudah ditutup,” kata Marwan Balau menceritakan pengalamannya.

Ada juga yang melalui telepon menitipkan anaknya agar dicarikan tumpangan masuk ke housing, kata Tri Sujatmiko. “Yang mau dicarikan tumpangan siapa? Di sini banyak sekali orang, dan dia sendiri tidak member tahu dirinya siapa?” kata Kanit Satpam R&D itu. 

“Mereka menyangka satpam di Post Maingate ini kenal semua orang di dalam,” katanya sambil terkekeh.
Kalau soal sukanya bertugas di Pos Maingate, kata Pak Mul, banyak juga sukanya. Ada isteri manajer yang kalau keluar atau masuk selalu memberi buah kepada satpam di sini. 

“Isteri Pak Sutarto sering member kami buah,” kata Pak Mul. Ada juga pedagang makanan yang bermurah hari membagi sedikit dagangannya. Ada pisang goring, kerupuk, kue, bahkan kacang goreng. Cukuplah untuk teman minum kopi.

Satpam di Pos Maingate ini berjumlah 14 orang, termasuk kanit dan wakanit. Mereka dibagi dalam tiga regu: Regu A (Sugondo, Deni Sumpena, Ah. Nahrowi, Yuslihun), Regu B (Gunawan B, Joni Mawardi, Supriyono, Agustinus Robert W), Regu C (Kahartono, Roni Wakasala, Marwan Balau, B.J. Hunter Simamora).

Selamat Pagi

Pagi ini udara terasa lebih segar dibanding kemarin, setidaknya di tempat saya. Matahari bersinar terang tanpa penghalang. Suasana cerah ini saya rasakan mungkin karena pagi ini saya berada di perumahan di tengah-tengah areal perkebunan tebu.

Perumahan di sini ditata lebih asri dengan pepohonan yang sengaja ditanam untuk mengimbangi polusi udara pabrik gula dan debu. Jumlah populasi pepohonan di komplek perumahan ini jauh lebih banyak dibanding jumlah rumah. Belum lagi rumput-rumput hijau yang tumbuh di perkantoran, pekarangan rumah, dan lapangan sepakbola, yang membuat segar udara dan pemandangan. Rerumputan itu tetap hijau meskipun musim kemarau, karena setiap pagi, siang dan sore disiram air.

Meskipun kemarau di sini tidak pernah kekurangan air. Banyak lebung (rawa) yang dijadikan tandon air, sehingga air tetap melimpah meskipun kemarau panjang.

Tempat itu dinamakan Perumahan 2 PT. Gunung Madu Plantations. Dinamakan Perumahan 2, karena PT. Gunung Madu Plantations atau PT. GMP memiliki 6 perumahan. Ke-tujuh perumahan itu adalah: Perumahan Site A, Perumahan 1, Perumahan 2, Perumahan 3, Perumahan 4, dan Perumahan 6. Perumahan 2 adalah “ibukota”-nya PT. GMP. Di Perumahan 2 ini berdiri pabrik gula, Kantor Pusat Manajemen. General Manager dan tiga kepala departemen berkantor di Perumahan 2.

Pagi ini sebenarnya saya tidak puny ide menulis. Kalau pun tulisan ini saya buat dan saya tayangkan di kompasiana, itu untuk memenuhi target menulis saya. Saya membuat target untuk diri sendiri untuk menulis setiap hari. Hitung-hitung berlatih agar kemampuan menulis tidak hilang. Siapa tahu ada kompanianer yang memberi pencerahan melalui komentarnya dan bisa saya jadikan pemacu semangat.

Saya jadi ingat salah satu tulisan Pak Jonru di kursus menulis.com, bahwa menulis itu bukanlah teori, tetapi praktek. Tulis saja apa yang ingin ditulis, tidak perlu banyak berpikir. Soal kesalahan kata atau kalimat bisa diperbaiki setelah selesai menulis. Begitulah kira-kira panduannya.

Memang betul apa yang dikatakan Pak Jonru dalam tulisannya bahwa menulis adalah tindakan. Jika kita terlalu banyak berpikir dan banyak pertimbangan,maka jangan harap tulisan itu akan jadi. Pada mulanya kita memang dihantui rasa takut untuk menulis: takut dicela, takut tulisannya jelek, takut ditertawakan dll.

Rasa takut seperti itu merupakan penghalang-penghalang yang harus kita singkirkan dari pikiran kita. Jika tidak, kita tidak akan pernah menjadi penulis. Bagaimana bisa menulis, belum apa-apa sudah digayuti rasa takut dan cemas. Padahal, apa yang kita cemaskan itu belum tentu jadi kenyataan. Kalaupun ada kritikan atau celaan, itu bisa kita jadikan doping pemacu semangat menulis kita. Perbaiki apa yang salah, lalu menulis lagi.

Tulisan ini bukanlah sebuah tips, tetapi hanya sekedar sharing. Saya beritahu kepada Anda sekalian bahwa saya sangat berterimakasih kepada Kompas yang meluncurkan produknya: kompasiana. Melalui kompasiana saya bisa menyalurkan hobi menulis. Saya puas karena tulisan yang diupload ke kompasiana pasti dimuat dan dibaca orang.

Sejak saya menulis di kompasiana beban pikiran dan batin saya menjadi enteng. Saya merasa lebih sehat dari sebelumnya. Derita karena penyakit asma yang mendera saya sejak bulan Maret 2011 sedikit-demi sedikit berkurang karena saya menulis di kompasiana. Stress hilang karena saya menulis

Kematian


Misterikah kematian? Bukan! Kematian bukan sebuah misteri, tetapi suatu kepastian dan nyata. Seperti disebutkan dalam kitab suci bahwa setiap yang mempunyai nyawa pasti mati. Saya, kamu, dan semua mahluk hidup di muka bumi ini, pasti mati.

Yang menjadi misteri bukanlah kematian, tetapi kapan kematian itu datang. Kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Yang tua belum tentu lebih cepat mati dari yang muda. Jika ada yang berani mengatakan bahwa dia tahu kapan seseorang akan mati. Maka, orang itu adalah pembohong. Disebutkan di dalam Al Quran, bahwa rejeki, jodoh, dan maut adalah mutlak hanya Allah yang tahu.

Hari Sabtu (24/9/2011), salah satu warga di kampung saya mendapat musibah ditinggal mati puterinya sematawayang. Anak berusia 4 bulan itu meninggal lantaran diare yang sudah diderita selama empat hari.
Ayah dan ibu si anak menangis tiada henti hingga tiada lagi air mata yang keluar, yang tinggal hanya sedu-sedan. Keesokan harinya, saat si bayi mau dikubur, ayah dan ibu masih berduka. Terlihat kesedihan mendalam di wajah si ayah. Sementara si ibu hanya bisa terkulai tak berdaya, duduk bersandar di pembaringan.

Mengapa mereka bersedih? Sedih karena anaknya pergi? Atau sedih karena mereka ditinggal?
Iya, iyalah, pasti bersedih dong! Namanya juga ditinggal mati anak satu-satunya.

Saya jadi teringat satu penggal tulisan mendiang Asmaraman S. Kho Ping Ho, penulis cerita silat cina. Dalam setiap judul ceritanya pasti ada ulasan tentang hidup dan mati, sedih dan gembira. Pesan-pesan penuh makna yang ditulisnya dikemas dalam bentuk dialog para tokoh dalam ceritanya.

Hidup dan mati, sedih dan gembira ibarat dua sisi mata uang. Keduanya tidak terpisahkan. Ada hidup, ada mati. Ada sedih, pasti ada gembira.

Pertanyaannya, mengapa kita bersedih? Apakah kita menangisi orang yang kembali ke pangkuan penciptanya? Ataukah kita menangis karena kehilangan?

Sebenarnya, yang kita tangisi adalah diri kita sendiri. Kita egois. Meratap karena orang yang kita kasihi pergi. Padahal, kita berduka karena orang yang membuat kita gembira, bahagia telah pergi. Sebenarnya kita memang egois. Yang dipentingkan hanya diri kita sendiri. Kita menangis bukan lantaran kasihan tehadap yang mati, tetapi menangisi diri sendiri.
Yang mati kembali kepada Yang Menciptakannya. Bayi adalah sesosok anak manusia belum bernoda. Dia lahir suci, dan kembali kepada Sang Khalik pun dalam keadaan suci. Dia akan bahagia hidup di alam sana. Ada yang menyayangi dan mengasihinya.

Nah, kita, orang tua yang ditinggal, mengapa harus bersedih? Bukankah anak kita bahagia di pangkuan Sang Pencipta? Tidak ada alasan untuk menangis, kecuali ego diri.

Rasa ego membuat kita lupa bahwa kita bukan siapa-siapa. Setelah merasa kehilangan, kita biasanya mencari kambing hitam untuk sasaran kemarahan, tak terkecuali tuhan. Buktinya, seorang ayah atau ibu, yang kehilangan anak kesayangan, akan menjerit “Tuhaaaannn! Mengapa kau ambil anak kamiiiii…?”. Sebuah teriakan tanpa rasa bersalah.
Padahal, jika kita mau introspeksi diri, kita ini adalah gudangnya dosa dan kesalahan. Mungkin Tuhan tidak mau hambanya yang suci bersih diasuh oleh seorang penuh dosa, sehingga si bayi diambil kembali.

Atau mungkin Tuhan memperingatkan kepada kita, bahwa Dia-lah yang maha berkuasa dan maha berkehendak terhadap seluruh hamba. Maka, Dia tunjukkan bahwa di tangan-Nya nyawa manusia berada. Dalam genggamannyalah nasib kita. Dan, kepada Dia-lah kita dan seluruh alam bergantung.

Terkadang, kita menjumpai banyak orang yang takut akan kematian lantaran dibayang-bayangi dosa. Tetapi, mereka tidak mau insyaf dan bertobat.

“Saya belum mengerjakan sholat karena belum ada panggilan,” ucap seorang tetangga saya. Masya Allah! Belum ada panggilan, katanya? Bukankan panggilan Allah itu berkumandang lima kali sehari dari masjid dan mushola?
Itulah salah satu bentuk kesombongan manusia. Dia merasa dibutuhkan oleh Sang Maha Pencipta, padahal dialah yang membutuhkan Tuhan. Dia tidak sadar bahwa kitalah para hamba yang membutuhkan Allah Yang Maha Agung

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto