Jumat, 05 Oktober 2007

45 Paket Proyek PU Menyalahi Peraturan

BLAMBANGAN UMPU (Berita Nasional) : Sebanyak 45 paket proyek Dinas PU dan Pertambangan Kabupaten Way Kanan dituding menyalahi peraturan. Proyek yang dibebankan pada anggaran APBD Perubahan itu, belum disetuji dan disahkan dalam paripurna Dewan.

Melihat telah seminggu dibukanya pendaftaran 45 paket proyek tersebut, anggota Dewan pun bereaksi. Mereka mengkritisi. Ketua Fraksi Gabungan Hamsah Aska, Kamis (4/10), menyayangkan hal itu bisa terjadi, apalagi ternyata pendaftaran itu berdasarkan nota rekomendasi persetujuan pimpinan Dewan.

Ini sangat aneh, jelas-jelas melanggar peraturan. Dana seluruh anggaran perubahannya saja belum disetujui untuk disahkan, tapi mengapa pendaftaran proyeknya sudah dibuka, ujarnya.

Jika sudah dilakukan inisiatif demikian, kata dia, untuk apalagi dilakukan sidan gparipurna pengesahan APBD Perubahan, karena itu hanya formalitas dan membuang waktu dan energi anggota Dewan saja, katanya.

Keppres No.80/2005 menyebutkan program dan proyek dapat dilaksanakan jika keadaan darurat dan mendsak. Seperti terjadi bencana alam, banjir, dan gempa serta musibah lainnya. Ini justru terkesan buru-buru dilakukan pendaftaran proyek. Sesuatu kegiatan yang diburu-buru tidak akan berhasil sempurna, kata dia.

Tidak hanya itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan Edi Rusdiyanto menemukan adanya pelaksanaan program proyek sudah selesai berjalan. Dana anggaran sudah digunakan sudah habis terpakai, tetapi pos mata anggaran itu baru dimasukkan dan dilakukan pembahasan pada anggaran APBD Perubahan.(*)

Senin, 01 Oktober 2007

Nelayan Diminta Ikut Jaga Lingkungan

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Lampung Untung Sugiyatno mengingatkan para nelayan di Teluk Lampung agar ikut menjaga lingkungan dengan tidak membuang bangkai ikan kerapu yang terkena virus ke laut.
"Kami sedang terus memantau perkembangan adanya laporan ikan kerapu budidaya nelayan di Lampung Selatan ada yang mati terserang virus," kata Untung Sugiyatno, di Bandar Lampung, Minggu (30-9).
"Dugaan virus tersebut muncul karena perubahan iklim. Sebab, semestinya kemarau total, tapi ada hujan sehingga ada perbedaan suhu yang membuat virus tersebut tumbuh," ujar Untung Sugiyatno.
Dugaan kedua adalah karena para petambak melakukan pembudidayaan atau pembesaran kelebihan (over) populasi, sehingga kepadatan itu bisa membuat ruang gerak ikan menjadi makin terbatasi.
Akibat serangan virus, ikan mengalami gangguan pada mata dan luka di bagian kulit, dan jalannya "oleng" serta bergerak miring-miring, jika tidak segera ditangani akan mati.
Menurut dia, guna mencegah berlanjut dan meluasnya serangan penyakit itu, para nelayan agar benar-benar memperhatikan teknik budi daya, lalu memperhatikan kebersihan lingkungan.
"Ikan kerapu termasuk sensitif terhadap kerusakan lingkungan, jadi kalau airnya tercemar maka akan menimbulkan banyak gangguan," katanya. Apalagi, kata Untung lagi, jika bangkai ikan yang mati terserang virus tadi dibuang ke air di sekitarnya akan bisa mempercepat penularan penyakit.
"Air yang kotor termasuk kontaminan yang bisa mempercepat penularan penyakit. Karena itu, jika ada ikan yang mati, bangkainya harus cepat diambil dan dibuang di tempat lain yang lebih aman," katanya.
Produksi ikan kerapu di Lampung per tahun mencapai 150 ribu ton, dengan harga mencapai Rp350 ribu sampai dengan Rp400 ribu per kilogram.
Sedangkan nelayan yang membesarkan ikan kerapu tersebar di sejumlah tempat di perairan Lampung. Namun ada juga pengusaha besar yang membuat keramba dengan mempekerjakan warga sekitar pantai.
Sementara petambak udang di Tanjung Putus pun meraup keuntungan karena dalam satu hektare bisa memanen 40 ton.
Prospek ikan kerapu dan udang di Lampung masih sangat bagus karena produksi di Indonesia baru tujuh persen dari konsumsi dunia dan saat ini tertinggi produksinya di Thailand.(*)

Penambang Emas Tewas Kehabisan Oksigen

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional) : Tiga pekerja tambang yang dikelola Koperasi Tambang Rakyat (KTR) di Pekon Putihdoh, Kecamatan Cukuh Balak, Tanggamus, tewas kehabisan oksigen, Sabtu (29-9) siang, sekitar pukul 11.30.

Para korban saat itu tengah bekerja di lubang yang berkedalaman sekitar 100 meter. Mereka ditemukan dalam keadaan lemas karena kehabisan oksigen. Para korban adalah Zidham (30), Nurul Wapi (23), dan Buzari (25), ketiganya warga Pekon Putihdoh.

Ketiga korban masuk ke lubang tersebut berempat dengan Ilham (25), tetapi Ihlam sempat keluar tak lama setelah mereka masuk. Ilham mengabarkan kepada pekerja lain di atas bahwa ketiga rekannya jatuh lemas.

Atas informasi itu beberapa pekerja membawa kain sarung masuk ke lubang itu mengeluarkan ketiga korban. Ternyata ketiganya sudah tewas.

Kasus itu dilaporkan kepada aparat kepolisian setempat. Warga bersama polisi kemudian membawa janazah warga Pekon Putihdoh tersebut ke puskesmas setempat untuk diperiksa.

Sarbini, seorang tokoh masyarakat, mengatakan, sejak tiga bulan lalu, di kawasan itu memang tidak pernah turun hujan. Ketiga korban berada di tempat itu karena memang ingin bekerja, tetapi belum diketahui apakah saat memasuki lubang yang dalam mereka menggunakan oksigen untuk bantuan pernapasan.

Sementara itu, Zuljai, pemilik areal tambang tersebut, mengatakan keempat orang itu bukan pekerja di tambang emas tersebut. Dia mengakui bahwa Ilham adalah keponakannya. Menurut Zuljai, lubang yang diperkirakan berkedalaman sekitar 100 meter tersebut sudah dua bulan ditinggalkan penambang. Mereka menggali lubang di tempat lain.

Dia mengaku tidak tahu mengapa empat orang tersebut, tiba-tiba berada di sana.(*)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto