Jumat, 28 Desember 2007

Anugerah "Jurnalis Indonesia 2007" untuk Metta Dharmasaputra

JAKARTA (Berita Nasional) : Koordinator Nasional (Kornas) Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI Reformasi) memberikan Anugerah Jurnalis Indonesia 2007 (Indonesia Journalist of The Year, 2007) kepada Metta Dharmasaputra, redaktur Majalah Berita Mingguan Tempo.

Penyerahan penghargaan itu berlangsung di sekretariat Kornas PWI-Reformasi, Ruang 212, Wing B, Manggala Wanabakti. Metta Dharmasaputra dinilai sukses dengan liputan penggelapan pajak PT Asian Agri, kelompok usaha Raja Garuda Mas (RGM), milik Soekanto Tanoto.

Penganugerahan Jurnalis Indonesia 2007 (Indonesian Journalist of The Year, 2007) adalah penghargaan dari Kornas PWI-Reformasi kepada wartawan yang dinilai telah melakukan atau melahirkan karya jurnalis unggulan sebagai sebuah dedikasi dalam kiprah jurnalistiknya. Anugerah ini akan dilakukan setiap tahun yang diawali pada 2007 ini.

“Karya jurnalis dimaksud merupakan cerminan dari keberpihakan wartawan sebagai individu bagi kepentingan warga, dengan menjunjung tinggi kebenaran serta memenuhi kode etik jurnalis,” demikian Ketua Umum Kornas PWI Reformasi Iwan Piliang dalam siaran persnya, Kamis (28/12-07).

Berdasarkan hal tersebut di atas maka PWI-Reformasi melalui kajian dan verifikasi terhadap laporan investigasi Metta Dharmasaputra pada Majalah Berita Mingguan Tempo tentang dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri pada edisi 15 dan 27 Januari 2007, menilai telah memenuhi syarat mendapatkan anugerah Jurnalis Indonesia Tahun 2007 (Indonesian Journaist of The Year).

Dasar penganugerahan Indonesian Journalist of The Year 2007 PWI-Reformasi tersebut adalah:

- Bahwa reportase investigasi Metta Dharmasaputra tentang penggelapan pajak PT Asian Agri,hingga Mei 2007 terbukti mencapai Rp786 miliar, bahkan Oktober 2007 mencapai Rp1,3 triliun- - besaran angka kemungkinan bertambah mengingat 9 kontainer data penggelapan pajak perusahaan ini masih terus diverifikasi Dirjen Pajak - - sebuah angka penggelapan pajak terbesar dalam sejarah Indonesia.

- Kornas PWI-Reformasi, telah menguji liputan Metta serta menilai bahwa laporan tersebut
memenuhi kode etik jurnalis, tidak melanggar kaidah, serta menjunjung tinggi independensi, profesional, dan berimbang.

- Substansi lapotan Metta Dharmasaputra merupakan sebuah kasus nasional yang sangat penting bagi kehidupan bangsa dalam upaya menegakkan hukum, keadilan, dan pemberantasan korupsi.

- Liputan Metta dapat memberikan inspirasi dan memotivasi kalangan jurnalis di seluruh Indonesia untuk tidak pernah berhenti melakukan verifikasi, investigasi secara independen dan profesional, sebagaimana telah ditunjukkan Sdr. Metta Dharmasaputra.

Demikian pokok-pokok alasan pemberian award ini. Kornas PWI-Reformasi mengharapkan agar dapat:

- Meningkatkan apresiasi dan perghargaan kepada semua pihak terhadap kerja dan karya jurnalis.

- Meningkatkan motivasi wartawan untuk bekerja dan menghasilkan produk jurnalis yang berkualitas dan berpihak kepada kepntingan publik.

- Mengingatkan semua pihak untuk memberikan ruang bagi kebebasan pers dan menghindarkan upaya pengekangan pers, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk upaya mengkooptasi wartawan dan media dengan kekuasaan dan kekuatan uang.(*)

Tercetak pada Kartu Nama hingga Pesawat Garuda

JAKARTA (Berita Nasional) : Entah kurang teliti atau kurang mengerti bahasa Inggris dengan baik, kesalahan tata bahasa terjadi dalam slogan kampanye Visit Indonesia Year 2008. Slogan dalam bahasa Inggris itu berbunyi Celebrating 100 Years of Nation’s Awakening. Kata ’’nation’’ dalam slogan itu membuat arti sakral slogan tersebut berubah total. Slogan yang sebenarnya mengadopsi semangat 100 tahun Hari Kebangkitan Nasional 2 Mei 1908 itu dalam bahasa Inggris seharusnya tidak menggunakan kata ’’nation’’, tetapi ’’national’’. Sebab, jika tetap menggunakan kata ’’nation”, slogan itu akan mempunyai arti Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Bangsa, bukan Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional seperti yang digagas Boedi Oetomo. Kurang dua huruf tapi perbedaan artinya cukup besar.

Lebih fatal lagi, kesalahan itu sudah terpampang di sejumlah pesawat A330 milik Garuda Indonesia, situs Departemen Pariwisata, promosi di televisi, hingga kartu nama pejabat Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar). Logo dengan slogan yang salah itu bahkan sudah diresmikan Menbudpar Jero Wacik pada Jumat lalu (14/12).

Saat dikonfirmasi tentang kesalahan itu, Direktur Sarana Promosi Depbudpar Riez Hartadi mengatakan bahwa kesalahan tersebut sudah diketahui Menbudpar Jero Wacik dua hari lalu. Karena itu, Menbudpar langsung memberikan instruksi agar kesalahan tersebut segera diperbaiki. Padahal, slogan itu sudah tercetak di berbagai media promosi, seperti spanduk, brosur, bahkan di badan pesawat Garuda Indonesia. “Bahkan, kartu nama semua pejabat Depbudpar sudah dicetak logo itu,’’ ungkapnya.

Riez menyatakan segera memperbaiki kekeliruan itu dengan menggunakan slogan baru Celebrating 100 Years of National Awakening. Namun, dia menolak semua yang sudah tercetak ditarik dari peredaran dan diganti baru. Hal itu, menurut dia, hanya akan membuang-buang biaya. Sebab, kesalahan seperti itu tidak terlalu terlihat. “Itu kan nggak terlalu kelihatan, cuma beda dua huruf. Tapi, sarana promosi yang baru tentu kita perbaiki,’’ tegasnya.

Sikap meremehkan Depbudpar itu bisa jadi memicu kemarahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebab, rencananya, SBY bakal meresmikan launching Visit Indonesian Year 2008 pada 26 Desember 2008 di Jakarta Convention Center (JCC). Mengenai anggaran untuk promosi itu, Riez mengaku tidak tahu pasti. ’’Sebenarnya gak banyak kok,” ujarnya.

Di sisi lain, Kepala Bagian Humas Depbudpar Turman Siagian meminta hal itu tidak terlalu dibesar-besarkan. Sebab, kekeliruan seperti itu bisa saja terjadi di mana saja. Menurut dia, kejadian seperti itu diambil sisi positifnya saja. “Mungkin, itu bisa saja dipanas-panasi Malaysia. Kita bisa juga mempermasalahkan slogan Truly Asia (Malaysia), apakah mereka itu satu-satunya yang benar-benar Asia,’’ katanya.

Selanjutnya, Turman lebih suka menjelaskan bahwa bentuk logo tersebut mengambil konsep Garuda Pancasila sebagai dasar negara, tetapi dengan pengolahan yang modern. Kemudian, lima sila digambarkan berupa lima garis warna yang berbeda dan merupakan simbol diversity Indonesia yang penuh dengan keanekaragaman. Logo itu dipilih karena memenangkan tender dari 25 kreasi yang diajukan 17 perusahaan. ’’Dari desainernya memang seperti itu,’’ ujarnya.

Kepala Komunikasi Eksternal Garuda Indonesia Singgih Handoyo saat dihubungi mengatakan belum mengetahui adanya kesalahan slogan itu. Menurut dia, pihaknya akan mengklarifikasi hal itu kepada Depbudpar. Jika memang salah, slogan itu akan diganti dengan tulisan yang benar. Pengecatan logo itu di 48 pesawat dibiayai seluruhnya oleh Garuda. “Belum banyak, baru beberapa saja yang sudah dicat,’’ tegasnya.

Saat pemasangan perdana logo itu di badan pesawat Garuda, Menbudpar Jero Wacik mengatakan bahwa program pariwisata tahunan seperti itu seharusnya mendapat dukungan penuh dari berbagai pihak. ’’Sebagai contoh, ketika dimulai Visit Malaysia Year 2007, semua pesawat terbang Malaysia memasang logo itu,’’ ujarnya.

Dia mengatakan, sejak beberapa waktu sebelumnya agak marah kepada maskapai-maskapai penerbangan Indonesia. Sebab, tak ada satu pun maskapai yang bersedia memasang logo Visit Indonesian Year 2008. Namun, akhirnya tawaran muncul dari maskapai BUMN, Garuda Indonesia. ’’Saya senang sekali ketika Pak Emir (Emirsyah Satar, Dirut Garuda, Red) menawarkan untuk memasang logo itu di semua pesawatnya,” ungkapnya.

Kesediaan Garuda itu dinilai sebagai bentuk awal adanya Indonesian Incorporated. Sebab, kegiatan itu merupakan tanggung jawab bersama. ’’Kalau sampai 1 Januari 2008 belum ada maskapai yang memasang logo itu, saya anggap di sini tidak ada jiwa nasionalisme,” jelasnya. Ah, ada untungnya juga pemilik maskapai tidak buru-buru memenuhi imbauan Pak Menteri.

Kamis, 27 Desember 2007

Warga Sulit Mendapatkan Beras

PRINGSEWU (Berita Nasional): Harga beras di sejumlah pasar tradisonal di Kabupaten Tanggamus naik, demikian pula dengan harga sayuran dan bahan kebutuhan lain.

Di pasar tradisional di Kecamatan Pringsewu misalnya, harga beras mencapai Rp5.000--Rp5.500 per kilogram. Selain harga naik, stok salah satu bahan kebutuhan pokok itu juga di setiap toko dan warung berkurang.

Padahal sepekan lalu harga beras Rp4.000--Rp4.500/kg. Demikian juga dengan harga telur ayam ras naik dari semula Rp10 ribu per kg kini Rp12 ribu--Rp13 ribu/kg, harga sayur-mayur seperti kacang panjang Rp2.000/ikat.

Kenaikan harga bahan pokok itu selain karena Natal dan Tahun Baru juga karena kondisi petani yang kini sedang mulai tanam, sehingga stok beras yang ada di petani hanya untuk kebutuhan musim tanam.

Hal itu dirasakan warga Kelurahan Pringsewu Selatan, banyak ibu rumah tangga nyaris mengeluhkan kelangkaan beras yang berkualitas sedang. Mereka terpaksa membeli beras asalan (tidak berkualitas) dengan harga cukup tinggi. Selain stok beras sangat terbatas, pemilik warung eceran kesulitan mencari barang.

"Kami kesulitan mencari beras berkualitas sedang yang terjangkau masyarakat. Biasanya harga beras asalan dijual Rp4.000/kg, tapi harga belinya sudah naik dengan terpaksa harga tersebut naik Rp5.000/kg," ujar Ita, salah seorang pemilik warung

Menurut Ita, kenaikan harga harga beras dan kebutuhan pokok lain sudah terjadi sebelum Iduladha dan Natal, tapi sampai hari ini harga bahan kebutuhan pokok tersebut terus merambat naik.

Pihaknya tidak tahu kapan harga beras dan kebutuhan pokok bakal turun, tapi biasanya harga kebutuhan pokok tersebut akan turun setelah pergantian tahun atau ketika petani selesai musim tanam.

Keluhan akan kebutuhan bahan pokok terutama beras di setiap warung di perdesaan diutarakan Ny. Budi, salah seorang ibu rumah tangga. Dia mengakui nyaris sepekan ini tidak ada beras berkualitas sedang. Kalaupun ada, sulit didapat bahkan harga pun melebihi harga beras asalan.

Pihaknya berharap pemerintah dan wakil rakyat Tanggamus memperhatikan kondisi yang dialami rakyat kini. Kenaikan harga beras kian mengimpit perekonomian rakyat golongan menengah ke bawah.

"Pemerintah dan wakil rakyat seharusnya jangan hanya mementingkan kepentingan politik saja, rakyat harus dipikirkan bagaimana kebutuhan pokok (beras) tetap lancar dan tidak mengalami kesulitan, ujar Ny. Budi, ibu beranak tiga itu.

Kenaikan harga dipicu karena petani kini sedang musim tanam. Selain itu terjadi kelangkaan gabah di setiap tempat penggilingan padi. Padahal, menurut mereka, Tanggamus merupakan lumbung padi.

Sementara itu, warga Kecamatan Gadingrejo, mengatakan pemerintah harus tanggap dan cepat mengambil tindakan karena selain menolong masyarakat ekonomi kelas bawah juga membantu kelancaran perekonomian masyarakat.

Beberapa pedagang di sana kesulitan mendapat beras. Pasalnya, stok gabah di sejumlah penggilingan nyaris tidak ada.

Selain hanya mengandalkan stok beras yang tinggal beberapa kuintal saja, pihaknya masih berusaha mencari penggilingan padi yang masih banyak stok gabahnya.

"Saya kasihan dengan warga yang biasanya hanya membeli eceran 1 kg--2 kg setiap harinya," ujar Ny. Supardi yang sudah lima tahun menekuni dagang beras.
Handi (55), salah seorang pemilik penggilingan padi di Kecamatan Gadingrejo, mengakui mahalnya beras kini karena sulit mencari gabah dari petani. Petani enggan menjual gabah dengan alasan untuk persedian sendiri. (lampungpost)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto