Senin, 20 September 2010

Apa Saja yang Janggal dalam Kasus Gayus?

Perkara pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Tambunan terus bergulir pascapengungkapan adanya dugaan praktik makelar kasus yang dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa ia melihat ada sistem hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Hal sama dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Apa saja kejanggalan dalam perkara Gayus?
Kejanggalan terjadi saat tidak dilanjutkan perkara tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak yang mengirimkan uang Rp 25 juta ke rekening Gayus untuk mengurus pajak kliennya. Awalnya, penyidik menangani perkara Roberto dan Gayus bersamaan. Namun, hanya perkara Gayus yang dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejanggalan lain, penyidik tidak menahan Gayus setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan terkait uang Rp 395 juta yang ada di rekening dia. Gayus tidak ditahan hingga proses pengadilan selesai.
Kejanggalan selanjutnya, kejaksaan menghilangkan perkara korupsi yang dijerat oleh penyidik kepada Gayus dan hanya melimpahkan perkara penggelapan dan pencucian uang. Menurut jaksa, hasil gelar perkara hanya dua pasal itu yang dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Hakim lalu memutuskan vonis bebas terhadap Gayus.
Hal yang paling disorot publik adalah tidak diusutnya asal-usul uang Rp 24,6 miliar yang ada di rekening Gayus. Menurut Susno, diduga penyidik serta jaksa menikmati uang itu setelah pemblokiran dibuka. Kapolri telah memerintahkan untuk mengusut uang yang diakui milik Andi Kosasi itu.
Selain itu, awalnya, penyidik menyatakan hanya ada tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus, berjumlah Rp 395 juta. Namun, menurut PPATK, ada banyak transaksi mencurigakan di rekening Gayus yang telah dilaporkan kepada penyidik. Setelah dikonfirmasi pernyataan PPATK itu, polisi menyatakan ada 19 transaksi mencurigakan yang masih disidik.

Jumat, 17 September 2010

Kasus Mafia Pajak Gayus Dituntut Dua Tahun

AKP Sri Sumartini dituntut dua tahun penjara dalam sidang kasus mafia pajak Gayus Tambunan, Kamis (16/9). Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harjo juga mengajukan tuntutan terhadap terdakwa denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Menurut JPU, terdakwa terbukti menerima uang senilai 7.000 dolar AS dalam bentuk 70 lembar uang dolar AS dengan nominal 100 sehubungan telah dibukanya rekening Gayus. “Menyatakan bahwa terdakwa Sri Sumartini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana disebut dalam dakwaan kedua dan dijerat hukuman dua tahun penjara dikurangi masa tahanan ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan,” katanya saat membacakan tuntutan

JPU Harjo mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, kata JPU, Sri Sumartini selaku penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya.

Sedangkan yang meringankan, perilaku terdakwa yang sopan selama mengikuti persidangan dan terdakwa sebelumnya belum pernah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menanggapi tuntutan ini, Sumartini keberatan dan membantah tuduhan tersebut.

”Tuntutan itu tidak ada fakta dan tidak ada alat buktinya. Itu kan hanya omongan, apa omongan dapat dijadikan alat bukti. Sejauh ini mana ada saksi yang bicara saya menerima uang itu,” ujarnya seusai sidang.
Pengacara Sri Sumartini, Bambang Hartono juga keberatan. Ia menilai, JPU masih berpegang pada berita acara pemeriksaan (BAP) awal yang dibuat kepolisian.

”Uang 70 lembar dengan nominal 100 dolar AS yang diberikan oleh Arafat itu kan uang Arafat sendiri. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembukaan blokir rekening Gayus. Tapi di BAP berbeda dan BAP itupun sudah dicabut oleh Arafat,” ujarnya
Dikatakan, dalam persidangan juga tidak ada keterangan saksi yang menyebutkan bahwa Sri Sumartini telah menerima uang seperti yang dituduhkan oleh JPU.

”Menurut saya Sri Sumartini harus bebas, kalau suap itu harus ada uangnya dan harus ada pengakuan dari saksi. Dalam pemeriksaan Sri Sumartini tidak ada satupun pertanyaan mengenai uang,” katanya

Sementara itu, pihak Polri masih menunggu perintah pengadilan untuk melanjutkan proses hukum terkait fakta-fakta atau keterangan yang terungkap dalam persidangan kasus Gayus, termasuk peningkatan status jaksa peneliti kasus Gayus, Cirus Sinaga.

”Polisi akan bekerja setelah ada perintah Jaksa atau perintah hakim yang berdasarkan keputusan,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Iskandar Hasan. Ia menegaskan, putusan pengadilan merupakan alat bukti atau bukti surat. ”Alat bukti itu bisa kami tindaklanjuti kalau atas dasar perintah hakim atau jaksa,” tambahnya.

Iskandar mengungkapkan, pemeriksaan dua Jaksa, Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai saksi kasus mafia hukum perkara Gayus dinyatakan sudah selesai.

”Ya itu sudah selesai, itu sudah dikoordinasikan antara penyidik dengan jaksa penuntutnya,’’tandasnya.

Mantan Direktur II Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Raja Erizman dalam kesaksian di sidang dengan terdakwa Syahril Djohan mengaku melakukan pembukaan blokir rekening Gayus sebesar Rp 25 miliar merupakan atas petunjuk dari Cirus Sinaga.

Menebak Calon Kapolri?


Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) akan menyerahkan dua nama calon Kapolri. Siapakah mereka? Tentu, hanya Kapolri dan sejawatnya saja yang tahu.

Bocoran menyebut, dua kandidat itu adalah Komisaris Jenderal Polisi Nanan Soekarna yang menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri dan Inspektur Jenderal Pol. Imam Soedjarwo, yang kini menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Kalemdiklatpol).

Setidaknya ada dua alasan untuk memercayai bocoran tersebut. Pertama, sesuai tradisi kapolri dipilih dari perwira tinggi berbintang tiga. Kedua, berdasarkan UU 2/2002 tentang Polri, kandidat kapolri paling tidak punya masa dinas aktif dua tahun ke depan. Usia pensiun anggota kepolisian adalah 58 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun jika memiliki keahlian khusus atau sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian.

Ada enam perwira berpangkat komisaris jenderal atau komjen, saat ini. Mereka adalah Wakapolri Jusuf Manggabarani (Akpol 75), Kabareskrim Ito Sumardi (Akpol 77), Kababinkam Imam Haryatna (Akpol 75), Irwasum Nanan Soekarna (Akpol 78), Kepala BNN Gorries Mere (Akpol 77), dan mantan Kabareskrim Susno Duadji (Akpol 77).

Namun, tidak semua punya masa dinas aktif minimal dua tahun. Jusuf Manggabarani dan Imam Haryatna akan memasuki masa pensiun. Jusuf yang kelahiran 1953, akan pensiun tahun depan. Sementara kolega satu angkatannya, Imam Haryatna sudah lebih dulu pensiun, April lalu. Nasib Ito Sumardi juga tak beda jauh. Meski angkatannya dua tahun lebih muda dari Jusuf dan Imam, namun usia Kabareskrim Mabes Polri ini tidak lagi muda. Ito lahir 17 Juni 1953, dan ini berarti juga akan pensiun tahun depan.

Teman satu angkatan Ito, Susno Duaji sebenarnya punya peluang. Malangnya, Susno kini terjerat kasus suap. Jadi tersisa Komjen Gregorius Mere alias Gorries Mere, dari angkatan 77 yang punya peluang. Dari sisi usia, Gories masih muda (17 November 1954). Dari sisi karier, Gories juga sudah makan asam garam sebagai Kapolres, Direktur Reserse, Wakapolda, Kadensus 88, Wakabareskrim, dan kini Kalakhar BNN.

Boleh jadi Gorries adalah kuda hitam, meski kabarnya resistensi terhadap Gorries, baik di dalam maupun di luar institusi Polri cukup tinggi. Salah satu kontroversi Gorries adalah ngopi dengan Ali Imran, terpidana teroris di Starbuck. Kontroversi lain adalah bergesekan dengan BIN saat menjadi Kabareskrim, yang menudingnya tertutup dalam memberantas terorisme.

Terakhir, Nanan Soekarna pria kelahiran 30 Juli 1955. Masih menyisakan masa dinas tiga tahun, dan memiliki prestasi yang cukup moncer. Nanan adalah penerima penghargaan Adhi Makayasa alias lulusan terbaik Akpol angkatan 78. Bahkan, Nanan adalah orang pertama di angkatannya yang menjadi jenderal.

Sebagai ketua alumnus FBI wilayah Asia Tenggara, dia juga mempunyai jaringan dan relasi internasional yang sangat kuat. Selain itu, namanya pernah harum karena program smiling police (polisi tersenyum) ketika menjadi Kapolda Kalimantan Barat. Saat itu, dia mewajibkan seluruh anak buahnya mengenakan pin bergambar polisi.

Setelah di Kalbar, Nanan menjadi staf ahli Kapolri bidang sosial politik. Barulah pada 2008, Nanan menjabat sebagai Kapolda Sumatra Utara (Sumut). Di sana Nanan juga membuat program Anti-KKN. Hingga kemudian pada Februari 2009, dia dimutasi kembali ke Mabes Polri sebagai staf ahli. Saat itu santer terdengar, pergantian Nanan terkait dengan demo maut di Sumut, yang berbuntut meninggalnya Ketua DPRD Sumut Azis Angkat.

Hanya beberapa bulan menjadi staf ahli, Nanan kembali mendapatkan posisi strategis yaitu Kadiv Humas, pada Juni 2009. Ini adalah waktu pengembalian nama baik.

Sebagai Kadiv Humas, Nanan dinilai berhasil dan meraih simpati publik. Di tengah isu perseteruan KPK dan Polri, Nanan juga menegaskan sikapnya terhadap gerakan antikorupsi. Ketika itu, ia sempat muncul di televisi dengan memakai pita hitam, yang merupakan lambang mendukung KPK. Dia beralasan, polisi juga ikut mendukung keberadaan KPK, karena 120 anggota polisi bertugas di sana.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Nanan termasuk yang direkomendasikan sebagai Kapolri. Dalam nota itu, Nanan disebut sosok yang agamis, pintar, ambisius, dan selalu menjaga wibawa.

Nanan disebut paling didukung kalangan internal Polri, lantaran Nanan dinilai mampu menjaga netralitas Polri dan tak bisa ditekan oleh parpol tertentu. Belakangan, dukungan terhadap Nanan dari DPR juga bermunculan. Dukungan ini penting, karena Kapolri diangkat atas persetujuan DPR. Berdasarkan alasan ini, diduga kuat Nanan adalah salah satu nama yang diajukan Kapolri ke Presiden.

Peluang Bintang Dua

Lalu bagaimana dengan Imam Sudjarwo? Mengapa namanya ikut disebut sebagai calon kuat? Hingga saat ini, Imam masih berpangkat inspektur jenderal. Kendati demikian, jabatannya saat ini adalah jabatan bintang tiga atau pangkat Komjen. Hanya tinggal menunggu waktu, bintang di pundak Imam bertambah satu.

Imam Sudjarwo lahir di Kendal, 5 November 1955. Iman Sudjarwo memang Angkatan 80, tapi NRP-nya senior, mungkin karena ia masuk AKABRI bagian Kepolisian agak telat. Ia "asli" Brimob, pernah menjadi Komandan Korps Brimob. Uniknya, Dankor Brimob yang satu ini bertemperamen tidak sangar, rendah hati, low profile, tapi tetap tegas.

Namanya sejauh ini bersih. Ia pernah menjabat Kapolda Bangka Belitung. Saat ini Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Imam juga diberi kepercayaan memimpin tim untuk merestrukturisasi tubuh Polri. Hasilnya, adalah struktur baru Polri dengan tambahan banyak jenderal, yang telah diresmikan Juli lalu.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Imam juga disebut sebagai kandidat Kapolri. Dalam nota itu, Imam disebut sosok yang agamis, disiplin, lurus, pekerja keras, serta tipe pemimpin yang persuasif dan disegani rekan dan juga bawahannya.

Lamanya Imam berkarya di Korps Brimob, menjadikannya sosok alternatif pimpinan Polri yang bebas dari kontaminasi mafia hukum. Belakangan, beredar kabar Imam adalah jenderal yang paling diinginkan pihak Istana. Apalagi Iman satu angkatan dengan Mayor Jenderal TNI Edhi Wibowo, adik ipar SBY, yang kini menjabat Pangdam Siliwangi, dan disebut-sebut sebentar lagi bakal menjadi KSAD. Karenanya, nama Imam diprediksi sebagai satu di antara dua nama yang akan diajukan Kapolri ke Presiden SBY.

Selain Imam, jenderal bintang dua lainnya juga dijagokan. Yakni, Irjen Timur Pradopo (Kapolda Metro Jaya) dan Irjen Oeogroseno (Kapolda Sumatra Utara). Namun, peluang keduanya untuk bersaing jadi Trunojoyo 1 pupus. Kursi Kababinkam, yang jadi jalan untuk naik pangkat baru akan diganti bersamaan dengan mundurnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD). Sementara, Ito Sumardi yang diisukan akan digeser ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), juga masih menjabat Kabareskrim.

Belajar dari Pola yang Lalu

Selama Presiden SBY menjabat, baru dua Kapolri yang diangkatnya. Yakni Jenderal Soetanto dan Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Dari keduanya, ada beberapa pola yang sama. Pertama, pernah menjadi Kapolda setidaknya dua kali. Kedua, pernah menjabat Kapolda Sumatra Utara, yang menjadi kawah candradimuka. Ketiga, pernah berdinas bersama atau punya hubungan dekat.

Dari pola ini, Nanan adalah yang paling berpeluang. Mengapa? Nanan pernah menjabat sebagai Kapolda sebanyak dua kali, salah satunya Kapolda Sumatra Utara. Dinas bersama jadi kunci berikutnya. Saat Sutanto menjadi Kapolda Jawa Timur, BHD menjadi Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal (Kaditreskrim). Bahkan Soetanto, yang menarik BHD dari Lemhanas untuk menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan.

Begitu pula, antara BHD dan Nanan juga pernah bertugas bersama. Ketika Nanan menjadi Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Bambang Hendarso menjabat sebagai Kaditreskrim. Gosip kedekatan BHD dengan Nanan juga mengemuka, saat Nanan yang baru empat bulan menjadi staf ahli diangkat sebagai Kadiv Humas. Banyak yang menilai, pengangkatan inilah yang menyelamatkan karier Nanan. Nanan lantas dipromosikan sebagai Irwasum dengan pangkat Komjen, menggantikan Komjen Jusuf Manggabarani.

Yang terbaru adalah penunjukan Nanan dan bukan Wakapolri, untuk mewakili Kapolri dalam acara pengukuhan anggota Paskibraka oleh Presiden SBY di Istana Negara, 15 Agustus silam. Kesamaan rekam keduanya sebagai serse, membuat BHD dan Nanan juga cocok.

Nanan juga lebih berpeluang dibandingkan Imam, lantaran Nanan sudah berpangkat bintang tiga. Sebaliknya, Imam masih berpangkat bintang dua dan belum jelas kapan menerima tambahan satu bintang. Kendati demikian, jenderal "asli" Brimob ini bukan tanpa peluang. Prestasi yang cemerlang, tidak punya "cacat" karier, serta kedekatannya dengan keluarga SBY, membuat Imam masih layak diperhitungkan.

Prerogatif Presiden

Tugas Kapolri baru amat sangat berat. Dia harus membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Terbongkarnya skandal rekening gendut para petinggi kepolisian semakin membuat citra Korps Bhayangkara jatuh pada titik nol. Sebelumnya, publik dikejutkan dengan pengakuan blak-blakan mantan Kabareskrim Komjen Pol. Susno Duadji tentang adanya praktik makelar kasus di Markas Besar Polri.

Kini, semuanya berpulang ke presiden, soal calon Kapolri yang akan dipilihnya. Presiden bisa mengirim lebih dari satu nama untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kepada DPR. Namun, melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Istana menyaratkan hanya akan mengajukan satu nama kepada DPR. Satu nama, yang seharusnya benar-benar memiliki komitmen kuat untuk menegakkan hukum yang sedang morat marit di negeri ini.

Apakah Nanan, Imam, atau jangan-jangan Gorries Mere? Tentu hanya Presiden dan Kapolri yang tahu.(sumber: http://berita.liputan6.com)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto