Jumat, 24 Agustus 2007

Sultan Ternate akan Jelaskan Kasus Aksi Massa

TERNATE (Berita Nasional/ANTARA News) - Sultan Ternate, Mudhafar Syah, akan menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjelaskan kasus aksi massa di Ternate, Maluku Utara (Malut), Rabu (22/8), yang dilakukan masyarakat adat Kesultanan Ternate."Presiden Yudhoyono telah menyatakan kesediaannya menerima Sultan Ternate di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Saya sudah diberitahu Jurubicara kepresidenan, Andi Malarangeng, mengenai kesedian Presiden menerima Sultan Ternate itu," kata permaisuri Sultan Ternate, Boni Nitha Susanti, di Ternate, Jumat.Namun Boni Nitha Susanti yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) itu, belum menyebutkan kapan Sultan Ternate akan diterima Presiden Yudhoyono di Cikeas, Bogor. Alasannya masih harus disesuaikan dengan jadwal acara Presiden Yudhoyono.Menurut dia, Sultan Ternate perlu menjelaskan langsung kasus aksi massa di Ternate tersebut kepada Presiden Yudhoyono, agar Kepala Negara mengetahui secara jelas dan lengkap mengenai latar belakang dan kronologis terjadinya aksi yang melibatkan masyarakat adat Kesultanan Ternate itu."Kalau Presiden hanya mendapatkan laporan dari pihak lain, dikhawatirkan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," kata Boni Nitha Susanti yang mengaku juga akan menyertai Sultan dalam pertemuan dengan Presiden Yudhoyono nanti itu.Sebelumnya, Sultan Ternate, Mudhafar Syah, menjelaskan bahwa latar belakang terjadinya aksi massa bermula dari kekecewaan masyarakat adat Kesultanan Ternate terhadap keputusan KPUD Malut, terkait hasil verifikasi bakal calon (balon) gubenur/wakil gubernur Malut.KPUD Malut, kata Sultan, memutuskan bahwa dari lima pasangan balon gub/wagub Malut yang mendaftar di KPUD, hanya empat pasangan balon yang lolos, satunya yakni pasangan Mudhafar Syah/Rusdi Hanafi tidak lolos karena dianggap tidak mencukupi kuota suara 15 persen."Keputusan KPUD itu tidak diterima masyarakat adat Kesultanan Ternate karena mereka mengetahui bahwa parpol yang mendukung saya dan Rusdi Hanafi, suaranya mencapai 15,8 persen. Inilah yang membuat mereka spontanitas melakukan aksi," katanya.Sultan yang anggota DPR itu mengemukakan aksi tersebut berakhir dengan bentrok antara massa dari masyarakat adat Kesultanan Ternate dan polisi, karena dalam menangani aksi polisi tidak menggunakan cara persuasif, tapi cara represif. Wakil Ketua KPUD Malut, Muklis T, sebelumnya menjelaskan bahwa keputusan KPUD mengenai hasil verifikasi balon gub/wagub Malut tersebut sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, KPUD Malut siap mempertanggung-jawabkan keputusannya tersebut.KPUD Malut tidak meloloskan pasangan Mudhafar Syah/Rusdi Hanafi yang diusung koalisi PPP dan sejumlah parpol kecil itu, karena salah satu parpol yang mengusungnya, yakni PKPI, juga mengusung pasangan balon lainnya, sehingga jumlah suaranya tidak cukup lagi 15 persen. (*)

Amuk Massa di Lampung, 5 Tewas

PAKUONRATU (Berita Nasional) : Amuk massa kembali memakan korban jiwa. Kali ini terjadi di Kabupaten Way Kanan, Lampung dengan tiga korban jiwa. Ditambah kasus serupa di Kabupaten Lampung Selatan, dalam kurun waktu lima hari sudah lima orang tewas akibat aksi main hakim sendiri.

Peristiwa pertama hari Rabu (22/8-07) menimpa Saleh dan anaknya, Adman, warga Kampung Baru, Kecamatan Negarabatin, Kab. Way Kanan. Rasutan massa dari kampong lain mengeroyok, menembak, lalu membakar keduanya. Saat ditemukan pukul 17.00 WIB, mayat mereka tinggal tulang belulang.

Sehari sebelumnya, sekitar pukul 22.00, seorang pencuri bernama Rudianto juga tewas diamuk massa. Korban adalah warga Kampung Bumiagung, Kecamatan Bumiagung, Kab. Way Kanan.

Pada Sabtu (18/8-07) lalu, dua pencuri sapi di Desa Margoagung, Jatimulyo, Kab. Lampung Selatan, juga tewas diamuk massa. Mereka adalah Suharno (32), warga Desa Jatimulyo dan Tuhono (30), warga Dusun Negeria, Desa Waygalih, Tanjungbintang, Kab. Lampung Selatan.

Kapolsek Pakuonratu Iptu M.N. Yuliansyah, SH., mengatakan pihaknya masih menyelidiki motif di balik amuk massa yang menewaskan bapak dan anak di Kampung Baru, Negarabatin.

“Kejadiannya baru kami ketahui pukul 15.30. Ketika sampai di lokasi pukul 17.00, kedua korban sudah gosong, tinggal tulang belulang saja,” ujar Kapolsek yang wilayahnya meliputi tiga kecamatan: Pakuonratu, Negarabatin, dan Bumiagung.

Informasi sementara yagn ia peroleh, massa yang mengamuk berasal dari kampung lain. “Namun, apa motifnya dan kenapa sampai ada yang memegang senjata, masih kita selidiki,” paparnya.

Untuk peristiwa kedua, Kapolsek mengatakan, korban adalah pencuri di rumah Boiman bin Sunar, warga Kampung Pakuonratu, Kecamatan Pakuonratu, Kab. Way Kanan. Korban Rudianto dan tiga kawannya dipergoki warga. Mereka lari sampai ke perkebunan sawit yang terletak tak jauh dari kampong itu. Rudianto tertangkap massa, sementara tiga kawannya berhasil lolos.

Massa mengamuk dan menghajar Rudianto tanpa ampun. Berdasar catatan medis Puskesmas Pakuonratu, korban menderita patah kaki, luka bacok di kepala dan lengan kanan atas, serta memar di sekujur tubuh.

“Awalnya, warga melihat empat orang yang mencurigakan dengan dua sepeda motor. Yakni Yamaha L2 Super dan Suzuki TRS warna hitam. Mereka hanya berputar-putar di kampung itu,” papar Yuliansyah.

Pencurian yang kerap terjadi belakangan ini membuat warga waspada. Mereka mengintai gerak-gerik keempat orang tersebut. Kecurigaan mereka ternyata beralasan, karena melihat empat orang tadi hendak mendongkel jendela rumah Boiman. Warga pun menyerbu keempat orang mencurigakan tadi. Terjadilah amuk massa(*)

Kamis, 23 Agustus 2007

Gajah Mati, 2 Saksi Diperiksa

BANDARLAMPUNG (Berita Nasional) : Tim gabungan yang mengusut dugaan peracunan mengakibatkan kematian dua ekor gajah liar, dari enam ekor kawanan "Davit Chang" pada pertengahan Juli 2007 lalu, di Kabupaten Tanggamus, Lampung, telah minta keterangan sedikitnya 10 orang saksi warga masyarakat yang dianggap mengetahui matinya gajah itu.Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Lampung, Ir Agus Harianta MSc, di Bandarlampung, Rabu petang, membenarkan tim gabungan melalui kepolisian dari Polres Kabupaten Tanggamus, dibantu penyidik PPNS Polhut, telah mendalami keterangan dari puluhan saksi itu."Mereka sudah diperiksa dan dimintai keterangan yang diperlukan," ujar Agus pula.Namun dia belum bersedia membeberkan hasil pengusutan dan keterangan dari para saksi itu, apakah telah mengarah kepada siapa saja pelaku peracunan yang mengakibatkan dua ekor gajah liar tersebut sampai mati dan ditemukan telah menjadi bangkai.Dua dari enam ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) liar itu, kedapatan oleh warga setempat telah menjadi bangkai di Ulu Semong, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten Tanggamus pada pertengahan Juli 2007 lalu.Hasil otopsi menunjukkan, seekor diantaranya dipastikan mati akibat racun yang masuk ke tubuhnya. Seekor lainnya tidak diketahui persis penyebab kematiannya.Guna mengusut dugaan peracunan dilakukan oknum warga secara sengaja --diduga karena kesal karena kawanan gajah liar itu sering mengganggu mereka-- dibentuk tim gabungan dari unsur Polres Tanggamus, BKSDA Lampung, dan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).Kepala BKSDA Lampung, Agus Harianta menyatakan, informasi dari tim gabungan melalui Polres Tanggamus hingga kini belum diketahui adanya tersangka yang terindikasi terlibat dalam peracunan gajah itu."Belum ada, tapi pengusutan terus berlanjut, mudah-mudahan dapat segera diketahui siapa pelakunya," ujar Agus lagi.Kematian dua ekor gajah liar itu menimbulkan keprihatinan kalangan LSM lingkungan dan pencinta satwa di Lampung yang mengecam tindakan sepihak sampai membunuh satwa liar yang dilindungi dimaksud.Diduga, warga sekitar hutan TNBBS yang kerap diusik oleh kawanan gajah liar "Davit Chang", meluapkan kekesalan mereka dengan cara meracuni gajah-gajah itu.Apalagi sejak tahun 2006 hingga saat ini, kawanan "Davit Chang" telah mengakibatkan enam warga di Tanggamus tewas yang dipastikan akibat serangan gajah liar yang dikenali oleh warga sebagai kawanan gajah liar yang "beringas" dan setiap saat akan mengancam jiwa mereka.Rencana untuk memindahkan (relokasi) kakwanan gajah liar "Davit Chang" itu belum dapat direalisasikan, karena masih menunggu dukungan pendanaan serta pilihan alternatif terbaik untuk menanganinya.Gajah Sumatera merupakan satwa liar terancam punah sehingga harus dilindungi, dengan populasi di hutan di Lampung dalam beberapa tahun terakhir diperkirakan semakin berkurang, antara lain akibat tekanan pada habitat dan perburuan liar maupun perdagangan gading serta bagian tubuh satwa itu.Khusus di hutan TNBBS diperkirakan populasi gajah liar masih mencapai 500 hingga 600-an ekor, dan di hutan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) di Lampung Timur populasi gajah liar itu diperkirakan masih 250-an ekor.Kawanan gajah liar yang tinggal empat ekor itu, salah satunya telah dipasangan "satellite-collar" di tubuhnya, sehingga dapat terlacak dan terdeteksi gerakan dan aktivitasnya setiap saat oleh petugas yang memonitornya.Dipastikan dua ekor gajah liar yang mati bukanlah yang dipasangi alat pelacak itu dan bukan pula gajah liar pincang yang dijuluki "Davit Chang".

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto