Senin, 14 Januari 2008

Pemborosan APBN Capai Rp232 Triliun

JAKARTA (Berita Nasional) : Belanja negara Rp771,1 triliun dalam APBN 2007 tidak tepat sasaran. Pasalnya, sekitar Rp232 triliun terindikasi pemborosan karena habis untuk kepentingan birokrasi.

Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mencatat indikasi pemborosan dalam belanja birokrasi yang dilakukan pemerintah pusat mencapai Rp102 triliun. Hal yang sama terjadi pada realisasi APBD tahun 2007.

Belanja birokrasi dalam APBD tahun 2007 di 467 daerah yang mencakup 33 provinsi dan 434 kabupaten/kota mencapai Rp130,4 triliun atau menyedot 39% total dana APBD.

Indikasi pemborosan tersebut, menurut Fitra, terlihat dari belanja birokrasi yang dialokasikan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang tidak perlu.

"APBN dan APBD tahun 2007 belum dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Belanja negara akhirnya lebih banyak dialokasikan untuk membayar utang dan belanja birokrasi. Hampir seluruh departemen dan lembaga pemerintah menghabiskan 60%--70% anggarannya untuk kebutuhan birokrasi," kata Sekjen Fitra Arif Nur Alam di Jakarta, Minggu (13-1).

Buruknya kualitas belanja pemerintah terlihat dalam besarnya porsi belanja birokrasi daripada sektor utama yang seharusnya mendapat prioritas, seperti pendidikan dan kesehatan.

Arif menyebutkan kedua sektor tersebut hanya mendapat Rp66,6 triliun atau 8,9% dari total belanja negara dalam APBN 2007. "Dari Rp51,3 triliun (6,9%) anggaran pendidikan sebagian besar dihabiskan untuk birokrasi Rp29 triliun, gaji dan tunjangan Rp4,8 triliun, dan perkantoran Rp2,7 triliun. Hal seperti ini tidak hanya terjadi di Departemen Pendidikan Nasional," ujar Koordinator Analisis Fitra, Yeni Sucipto.

Pada umumnya belanja bantuan sosial dalam APBD didominasi kentalnya kepentingan politis kepala daerah.

"Belanja daerah Rp12,62 triliun atau 4% dari total belanja daerah Rp339,34 triliun, ternyata lebih banyak dikucurkan untuk tujuan politis kepala daerah terhadap para konstituennya," kata staf Fitra, Roy Salam.

Umumnya, bantuan politik berupa uang tunai dan barang yang dikemas dalam bentuk kegiatan sosial itu berupa bantuan pembangunan tempat ibadah dan pangan. Salah satu lembaga yang selama ini mendapat jatah dari dana bantuan sosial ini adalah partai politik.

Padahal, menurut Roy, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 jelas meminta pemda mengalokasikan bantuan sosial setelah urusan wajib terpenuhi.

Dari 467 daerah yang dipantau Fitra, porsi bantuan sosial terbesar terdapat di Provinsi Papua yang mencapai Rp1,05 triliun atau sekitar 6,13% dari total APBD-nya, yakni Rp17,23 triliun. Sedangkan porsi terkecil bantuan sosial ditemukan di Provinsi Bali yang hanya 1,07% atau Rp64,7 miliar dari total APBD-nya yang berjumlah Rp6,04 triliun.

Pada kesempatan meresmikan Silaturahmi Kerja Nasional ICMI di Pekanbaru, kemarin, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie mengungkapkan anggaran pengentasan kemiskinan tahun ini meningkat 50% dari tahun lalu atau menjadi Rp80 triliun. Pada tahun 2005, program tersebut dianggarkan Rp18 triliun, tahun 2006 Rp32 triliun, dan tahun 2007 Rp42 triliun.

Dia mengakui persoalan penanggulangan kemiskinan terkendala kurangnya koordinasi antarsesama instansi pemerintah. Sebelumnya Departemen Keuangan (Depkeu) menilai perkembangan kinerja APBN-P tahun 2007 memuaskan. Hal itu tercermin dari kualitas belanja APBD yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir. (*)

Nasib Warga Miskin Makin Tak Menentu

KOTAAGUNG (Berita Nasional) : Nasib ratusan rumah tangga miskin (RTM) di Kecamatan Kotaagung, Tanggamus, Lampung, akhir-akhir ini makin tak menentu.Setelah dibuat semaput dengan tingginya harga beras di pasaran yang mencapai Rp6.500 per kilogram, kini mereka kesulitan mendapatkan minyak tanah di tingkat pengecer.
Warga RT 08/03 Kelurahan Baros, Kecamatan Kotaagung, Ruminah (57), mengaku pasrah dan tidak bisa berpikir lagi menghadapi kenyataan hidup dari ke hari yang kian sulit.
Saat harga beras asalan Rp4.500 per kilogram saja, janda lima anak ini harus banting tulang dan memeras keringat agar bisa makan sehari dua kali tanpa lauk-pauk.

"Sekarang, harga beras paling murah Rp6.500/kg, membuat kepala saya mau pecah. Entah bagaimana nasib saya ke depan," kata Ruminah sembari menetap langit-langit rumahnya yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah bolong-bolong, Jumat (11-1).

Yang membuat Ruminah tambah stres menghadapi kenyataan, yaitu sulitnya mendapatkan minyak tanah walau hanya untuk mengisi kompor sekitar dua liter dan lampu sentir yang selama ini menjadi pelita (penerangan) di malam hari.

"Nyari minyak tanah selama hampir tiga bulan ini luar biasa susahnya. Harus antre atau lari-lari dari satu warung ke warung lain. Harganyanya juga sudah mencapai Rp3.000/liter," katanya.
Nasib serupa juga dialami ratusan rumah tangga miskin (RTM) lain yang berada di Kotaagung। Mereka umumnya berprofesi sebagai buruh kasar, tukang becak, tukang ojek, dan nelayan gurem.

Saat harga-harga semakin melambung tinggi, mereka hanya bisa mengeluh dan tidak bisa berbuat apa-apa.

"Harga raskin (beras untuk keluarga msikin) saja sekarang naik, dari Rp1,200/kg, dipatok Rp1.600/kg," kata Asnah, warga kelurahan Pasar Madang, Kotaagung, yang suaminya hanya bekerja sebagai buruh di Pasar Kotaagung.

Bagi ratusan RTM, bisa makan sehari dua kali dengan porsi yang dikurangi separonya saja sudah untung। Jangan mimpi jika makanan mereka itu mencukupi empat sehat lima sempurna. Makan dengan nasi putih, ditambah ikan asin atau sepotong tempe goreng, dan sayur bening bagi mereka sudah merupakan makanan istimewa dan mahal.

Minum susu dan makan buah-buahan bagi mereka seperti dalam angan-angan."Boro-boro mau minum susu dan makan buah-buahan dan daging. Untuk beli beras sekilo dan minyak tanah seliter saja saya harus kerja dari pagi sampai malam. Itu pun belum tentu dapat. Belum lagi mikirin biaya sekolah anak-anak, terus kalau ada yang sakit, tidak bisa dibayangkan lagi," kata Mardi, tukang ojek di Pasar Kotaagung.(*)

Salam Doa Wartawan Tua

Oleh ROSIHAN ANWAR
BERKAITAN dengan telah tiba saatnya kita memasuki Tahun Baru 2008, terimalah salam hormat dari seorang wartawan tua beserta doa।

Saya doakan wartawan Indonesia, baik yang sudah memenuhi standardisasi profesional dan kompetensi, maupun yang belum memperolehnya, baik yang sudah mantap maupun yang masih susah agar tetap bekerja sesuai dengan tradisi pers pergerakan nasional pada awal abad ke-20 yaitu melindungi golongan yang lemah dan terjajah, membela rakyat yang dizalimi oleh penguasa, atau dalam bahasa kaum muda sosdem (sosial demokrasi) sekarang agar memihak kaum miskin atau pro-poor.

Dengan begitu, wartawan Indonesia tetap jujur pada dirinya, berbuat benar menaati jati diri dan idealismenya.

Kepada sesama anak bangsa, saya sampaikan salam silaturahmi disertai doa semoga kita semua mampu menjaga agar Indonesia tetap jujur terhadap dirinya, mampu menegakkan martabat dan harga dirinya, tidak terombang-ambing di tengah pergolakan globalisasi dunia dan tersihir oleh pengaruh neokapitalisme dan neoliberalisme yang tidak berperikemanusiaan.

Betapa pun sulitnya dirasakan beban tekanan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, betapa pun suramnya masa depan, betapa besarnya kekecewaan akibat ketertingggalan Indonesia dari negeri-negeri lain di kawasan Asia Tenggara, namun janganlah lupa berterima kasih tiap hari kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jika di negara lain di benua lain terdapat peperangan, pengeboman, pembunuhan, kita di Indonesia relatif masih aman. Oleh karena itu, marilah kita bersyukur tiap kali bangun pagi kepada Tuhan Yang Maha Pelindung.

Banyak generasi muda, kendati telah menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan, amat sulit memperoleh pekerjaan. Banyak rakyat kita mengalami pengangguran, menghadapi kesukaran di bidang pendidikan, kesehatan dan mereka tidak bisa keluar dari keterpurukan karena pemimpin yang tanpa visi dan tanpa peduli, karena elite dan oligarki politik dan bisnis lebih sibuk dengan kepentingan dan kekuasaannya sendiri ketimbang menolong rakyat yang mayoritas.

Dalam keadaan sulit demikian, kita makin terdorong mendoakan dan mengharapkan supaya anak bangsa mengubah kehidupannya, mentransformasi sikap dan wataknya. Mereka yang terimpit dalam kesakitan agar berusaha bangkit berdiri menjadi insan yang kreatif dan bekerja walaupun di bidang terbatas dan sekecil-kecilnya. Namun, mereka yang di atas memegang kekuasaan berubah menjadi insan yang menaruh welas-asih dan memberikan perhatian kepada keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat ini yang telah begitu lama menderita.

Saya doakan agar kita semua punya sikap membantu orang-orang lain. Jangan lupa memuliakan kaum ibu kita, usahakan memberdayakan kaum perempuan supaya mereka lebih tangguh berfungsi sebagai pendidik anak bangsa. Ingat selalu ibu-ibu kita yang selama sembilan bulan mengandung anak mereka, kemudian membesarkan dan mengasuh anak dengan kasih sayang. Kita berutang budi pada mereka. Bantulah mereka.

Saya doakan agar dalam keadaan bagaimanapun juga kita tetap bersikap positif. Tidak terus mengomel dan mengkritik. Berusaha mengurangi kesenjangan sosial dan melenyapkan kecemburuan sosial. Berusaha bersama-sama mencari cahaya terang di ujung terowongan gelap. Berusaha memperbaiki lingkungan hidup.

Tidak ada yang orisinal, tidak ada yang luar biasa dalam salam dan doa di atas tadi. Saya hanya mengutip filsafat Oprah Winfrey, tokoh media televisi ternama di Amerika, seorang Afro-America, talkshow hostess yang berpengaruh dan berwibawa. Filsafat Oprah dirumuskan dalam kata-katanya sendiri adalah (1) Be true yourself, (2) Be grateful every day, (3) Transform your life, (4) Help others, (5) Stay positive.

Mungkin biasa-biasa saja kedengarannya, tetapi bagi saya cukup mengesankan justru karena biasa-biasa itu, namun mengandung suatu kebenaran yang mendalam. Dengan pengharapan agar bangsa Indonesia dalam tahun 2008 akan lebih baik keadaannya, sekali lagi bersama ini terimalah salam dan doa akhir tahun dari seorang wartawan tua. Semoga Tuhan memberkati kita semua.***

*) Penulis, wartawan senior.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto