Kamis, 24 April 2008

NAMRU

Rabu, 23 April . Siang tadi, Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan, tampak keluar pintu lift Kantor Sekretaris Negara, Jl. Veteran III, Jakarta Pusat. Ia baru saja bertemu dengan Hatta Rajasa, Menteri Sekretaris Negara.

Banyak wartawan yang menantinya. Ia lalu berujar, “Tak akan aku katakan. Tak akan aku katakan.” Dia tersenyum. Entah apa pula maksud kalimat tak akan aku katakan itu.

“Apa mengenai NAMRU?” Tanya seorang wartawan

“No Comment,” jawab Siti. Ia bergegas menuju Camry RI 30. Supir langsung tancap gas membawanya.

Nama NAMRU (Naval Medical Reasearch Unit), dalam sepekan terakhir ini menjadi ikon yang kian bunyi. Hal itu diawali dari pemberitaan singkat di beberapa media on line, bahwa, Menteri Kesehatan, tidak dibenarkan masuk ke dalam laboratorium, di mana ada beberapa warga negara Amerika Serikat sedang bekerja di dalam laboratotium Litbang, Departemen Kesehatan.
Ada lima belas menit lamanya Siti Fadilah menunggu. Bisa dibayangkan kekecewaannya, sebagai pejabat negara, di tanah airnya sendiri, di bawah naungan departemennya pula, ia diperlakukan demikian.

Aneh memang.

Kedutaan besar Amerika Serikat hari ini, mengeluarkan siaran pers. Isinya: Satu komplek dengan litbang Departemen Kesehatan RI, NAMRU tidak tersentuh hukum Indonesia. Laboratorium penelitian Angkatan laut AS itu, memang berada di wilayah hukum AS.
“NAMRU adalah bagian dari wilayah keduataan besar AS di Jakarta.”

Di dalam rilis itu Kedubes AS membantah bahwa NAMRU yang berkantor di Jl. Percetakan Negara, Rawasari, Jakarta Pusat, merupakan fasilitas rahasia, dan melakukan mata-mata. NAMRU terbuka bagi siapa saja yang berminat kepada penelitian. Misalnya untuk kalangan universitas, militer, peneliti dan ilmuwan.

Semua proyek NAMRU mereka klaim sudah atas persetujuan Badan Litbang Depkes RI. Dari 175 pegawainya, kebanyakan peneliti; dokter, dokter hewan, ahli teknologi. Staf administrasinya penduduk lokal. Dari 175 pegawai, hanya 19 orang saja yang berkewarganegaraan AS.
Begitu pokok-pokok rilis Kedubes AS.

Kian menjadi tanya, lokasi kantor NAMRU bukan di wilayah Kedutaan AS, yang di Jl. Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, itu. Lantas NAMRU otonom? Lalu ada 19 warga negara AS bekerja di sana, yang tidak tersentuh hukum Indonesia?

Menjadi kian unik memang NAMRU ini.

Negeri yang katanya zamrud di khatulistiwa ini, memang menjadi incaran banyak kepentingan. Bukan sesuatu yang baru, bila mendadak sontak isu adanya mata-mata di tumpah darah Indonesia ini berseliweran.

Laku mata-mata di negeri ini memang sudah terindikasi mencengkram, bahkan menelisik ke ranah departemen pemerintah, lembaga bergengsi macam di Kadin Indonesia, juga think-thank, yang sering dijuluki Mafia Berkeley, misalnya.

SETAHUN sebelum AS menyerang Irak. Seorang kawan saya redaktur sebuah majalah berita di Jakarta menceritakan pengalamannya. Sebut saja namanya Mohammad Dong. Ia bersama empat wartawan dari ASEAN diundang berkunjung ke Israel, dalam muhibah jurnalistik.

Keberangkatan itu diurus segalanya dari Singapura. Mendarat di Tel. Aviv, Israel, rombongan lima wartawan ASEAN itu dijemput oleh seorang kolonel polisi. Di sepanjang perjalanan, kolonel itu memberikan penjelasan tentang keberadaan kota, apa saja yang mereka lakukan, termasuk kesiagaan warga untuk selalu jaga-jaga jika negara dalam keadaan darurat diserang, siap sedia perang.

Tiba di semacam kantor dinas penerangan setempat, kolonel polisi tadi meminta rombongan wartawan itu menunggu di sebuah ruang rapat. Begitu kembali ke ruang rapat kolonel polisi tadi sudah berganti baju biasa, bukan lagi pakaian dinas. Ia menepuk bahu Mohammad Dong.
“Lagi musim duren di Jakarta?” tanya kolonel polisi dalam bahasa Indonesia fasih.

Mulut Mohammad Dong ternganga.

Belum habis keterkejutannya, pejabat dinas penerangan itu meneruskan kata
”Gue kan sebelas tahun tinggal di Ciputat. Punya gerobak roti 20.”

Alamak!

Sebelas tahun, punya usaha roti segala?

Mendengar kisah Mahammad Dong, saya menjadi tertawa. Kenapa tak tertawa? Gila benar polisi Israel bisa berbahasa Indonesia, tinggal sebelas tahun, punya usaha roti. Ketawa saya menjadi-jadi. Pakai visa apa dia ke Indonesia, bukankah antara Indonesia dan Israel tidak memiliki hubungan diplomatik?

Saya mengkritisi cerita Mohammad Dong itu. Ia sosok yang pandai bertutur, dan acap kali mengeluarkan banyolan. Seringkali susah membedakan ia bercerita sungguhan atau sekadar menyampaikan joke.

Kala itu, ia memperlihatkan sebuah kartu nama pejabat Israel itu.

Ketika AS hendak menyerang Irak, email dan seluruh nomor kontak yang ada di kartu nama yang diperlihatkan kawan itu, sudah tidak bisa diakses. Bahkan alamat emailnya dikirimi surat seketika mental.

Begitulah sepenggal cerita Mohammad Dong, wartawan yang pernah diundang ke Israel.
Di satu sisi cerita tadi bisa jadi cuma “kejenakaan”. Tetapi di lain sisi, jika dicermati, begitulah adanya, bagaimana negeri ini memang seakan telanjang. Bangsa ini membutuhkan banyak kunjungan turis manca (banyak) negara. Hal hasil, mereka warga negara mana pun kita tampung saja - - termasuk tanpa kita pedulikan kedok paspor yang mereka pakai.

Mereka yang berkulit hitam dari Afrika, yang banyak datang untuk membeli barang pakaian jadi murah di Tanah Abang, Jakarta Pusat, telah pula terindikasi banyak memasukkan narkoba, berbisnis dolar palsu, dan melakukan penipuan pembuatan dolar hitam - - sebagaimana belum lama ini ditangkap oleh pihak Kepolisian RI.

Karena kesulitan ekonomi yang kini kian mendera, beberapa stasiun televisi sudah menyiarkan laku kawin kontrak wisatawan Timur Tengah - - termasuk satu dua dari Afrika - - dengan gadis-gadis di kawasan Puncak, Sukabumi, Cianjur, Jawa Barat. Dengan dalih eknomi, para pria yang membawa pundit-pundi uang itu, telah dengan gampang dan murah, hidup berbulan-bulan di lingkungan masyarakat kita. Mereka hidup di tengah-tengah kita. Bisa dibayangkan bila salah satu di antara mereka itu adalah pejabat negara asalnya, yang menyamar menjadi mata-mata, untuk mendapatkan masukan-masukan nyata tentang Indonesia terkini.

Akan tetapi menegur kaum perempuan yang melakukan perkawinan kontrak itu, juga sebuah dilemma. Mereka memang perlu untuk meningkatkan ekonomi, yang kian hari kini terasa kian sulit itu. Dengan hantaman sektor riil, pertanian, di daerah tidak tumbuh, laku kalangan pendatang dengan membawa pundit-pundi uang menjadi diperlukan.

Karena kepentingan dan dukungan uang serta keahlian pulalah logika NAMRU itu tampaknya diambil pemerintah Indonesia.

Tetapi adalah naïf tentu membandingkan NAMRU dengan pria Timur Tengah yang melakukan kawin kontrak. NAMRU sebuah lembaga riset, yang sangat strategis. Mereka memperlakukan Menteri Kesehatan RI, yang baru saja menulis Buku Saatnya Dunia Berubah, yang mengkritik kebijakan AS dan WHO, yang mengambil sampel virus flu burung untuk dibuat vaksin, lalu negara asal virus, di kemudian hari harus membayar mahal vaksin - - sebagai sebuah laku tak adil.

Munculnya makhluk bernama NAMRU, memang, tak terhindari sebagai satu lagi lakon mencurigakan yang dimainkan AS di negeri ini.

DINO Patti Djalal, kepada detik.com, hari ini membantah. “Janganlah berpikiran konspiratif. Apa-apa bawaannya curiga terus. Orang-orang yang membantu dari AS atau Inggris kita tolak, “ ujar Dino kepada detik.com. Menurutnya tidak ada yang salah kerjsama dengan NAMRU. Badan itu menurut Dino, memiliki jaringan, mempunyai teknologi yang bermanfaat bagi pemerintah Indonesia, untuk mengembangkan riset-riset medis.

Sebaliknya dengan Munarman, mantan Ketua YLBHI ini, yang hari ini melakukan konperesni pers di Mer-C (Medical Emergency Committee dan Annashar Institute), di kantornya di Jl. Kramat Lontar, Jakarta Pusat. Ia menilai bahwa laku beberapa orang AS di NAMRU, melakukan kegiatan intelijen.

Karenanya ia mencak-mencak, ketika ada dua orang dari kedubes AS, lalu membagikan rilis berkop surat Kedubes AS di Jakarta, yang isinya antara lain mengatakan bahwa NAMRU cuma lembaga penelitian, di saat MER-C sedang mengadakan konmperensi pers itu.

Munarman tampak sangat gusar di tengah acara yang dilakukannya itu dimanfaatkan oleh kedubes AS membagikan rilis. “Tamu tak diundang, lah kok membagi rilis di acara orang, di mana etikanya, “ Munarman, melanjutkan, “Makanya Amerika negara bangsat.” Kejengkelan Munarman itu lengkapnya bisa diklik di: http://www.detiknews.com/indexfr.php?url=http://www.detiknews.com/ index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/04/tgl/23/time/194020/ idnews/928471/idkanal/10.

Terlepas dari kontroversi soal NAMRU, saya menjadi teringat nama seorang kawan saya Amruh Kumandang, yang kini menjadi salah seorang pengusaha yang mensuplai kebutuhan buku-buku ke sekolah di berbagai daerah. Namanya mirip-mirp dengan NAMRU.

Amruh belum lama ini bercerita bagaimana banyak sekali peluang usaha di daerah yang belum tergarap. Ia baru saja berkeliling Sumatera. “Mencari permodalan di daerah susah,” katanya. Umumnya pengusaha sangat tergantung hanya pada proyek-proyek pemerintah. “Tidak ada yang namanya pengembangan usaha pertanian, seperti pembukaan lahan jagung baru, usaha pengeringan jagung yang dibiayai perbankan misalnya.”

Sudah banyak artikel yang memaparkan, bahwa kekuatan eknomi bangsa ini memang terindikasi “dilumpuhkan”. Pelakunya adalah konspirator lokal dengan agen-agen asing.

Menurut teman saya yang bekerja di PT Freeport Indonesia, dari delapan palka bahan tambang yang dikapalkan setiap hari di Freeport di Tembagapura, satu palkanya adalah emas. Anehnya, IMF melalui perjanjian yang ditandatangani Indonesia, mewajibkan melaporkan ekspor, impor, deposit emasnya kepada IMF. Juga tidak boleh mem-peg mata uang rupiah ke emas, sebaliknya ekspor emas Freeport tak ada datanya di kita - - toh izinnya menambang tembaga.

Banyak list yang bisa dijejerkan pula, seperti di pertambangan Migas, yang tidak proporsional pembagian keuntungannya bagi negara. Anehnya jika ada anak negeri yang kritis, sebagaimana Siti Fadilah Supari, seakan koor paduan suara pemerintah memojokkannya. Begitulah bila kekuasaan hanya untuk kekuasaan, tidak untuk kemaslahtan rakyat banyak.

Karenanya dari awal saya sudah mendukung langkah-langkah Sitri Fadilah Supari di bidang kesehatan, sebagaiman saya tulis di Tajuk Rakyat ini pada 22 Maret lalu: Revolusi Transparansi Siti. Semoga saja kalimat, “Tak akan kukatakan-tak akan kukatakan,” yang disampaikan Siti di Sekretariat Neghara hari ini, bisa kembali dia ungkap dalam tulisannya, demi menegakkan harkat dan martabat bangsa.

Saya yakin, dari melihat gaya Siti menulis di buku Saatnya Dunia Berubah itu, dia bukanlah tipikal pemimpin kebanyakan negeri ini: yang umumnya menghamba ke asing, demi mempertahankan kekuasaan. Saatnya, memang kita mengkritisi berbagai kepentingan asing di negeri sendiri.

Termasuk mengkritisi NAMRU, yang entah untuk apa itu?

Iwan Piliang, presstalk.info

Sabtu, 19 April 2008

DPRD Persoalkan Ruilslag GOR Saburai

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Lampung yang menangani ruilslag GOR Saburai mempersoalkan rencana Pemprov Lampung menukar guling kawasan GOR Saburai dengan lahan 10 hektare milik PT Damai Indah Lestari (DIL) di Kemiling.

Dalam rapat dengar pendapat Pansus dengan Pemprov Lampung di Gedung DPRD, Jumat (18-4), Ketua Pansus Indra Ismail mempertanyakan mengapa harus meruilslag kawasan GOR Saburai. Ia juga mempertegas istilah penglepasan aset dengan pemindahan aset adalah dua hal yang berbeda. Ruilslag merupakan penglepasan aset yang perlu persetujuan DPRD.


Rapat dengar pendapat itu, Pemprov Lampung diwakili Ketua Bappeda Suryono S.W dan Kepala Biro Aset dan Perlengkapan Daerah, Harun Al-Rasyid.

Anggota Pansus Mega Putri Tarmizi juga meminta Pemprov mempertimbangkan kembali rencana itu. Menurut dia, jika diasumsikan nilai jual objek pajak (NJOP) tanah di kawasan GOR Saburai Rp3 juta per meter persegi, harga jual yang diperoleh adalah Rp65 miliar. Dengan asumsi harga bangunan GOR Saburai Rp5 miliar, total jualnya menjadi Rp70 miliar.

Perhitungan NJOP tanah di Kemiling, kata Mega, adalah Rp150 ribu per meter. Jika ditotalkan luas lahan 10 hektare itu, diperoleh harga Rp15 miliar. "Bagaimana selisih ini akan dipertanggungjawabkan," kata Mega.

Anggota Pansus Lukmansyah pun mempertanyakan alasan membangun kawasan olahraga terpadu, tetapi dengan penekanan ruilslag. "Provinsi Sumatera Selatan sukses membangun kawasan olahraga Jaka Baring tanpa perlu ruilslag. Kawasan yang lama masih menjadi aset Pemprov Sumatera Selatan," kata Lukmansyah.

Selain persoalan itu, masalah yang muncul adalah perlu dipertanyakan kembali peruntukan kawasan Kemiling yang menjadi kawasan reservasi serapan air. Anggota Pansus Sugeng Kristianto juga mempertanyakan status kepemilikan lahan PT DIL seluas 10 hektare itu.

Baru Satu Investor

Pemprov Lampung yang diwakili Kepala Bappeda Suryono S.W. dalam pengantarnya mengatakan, sarana dan prasarana olahraga masih sangat terbatas, sedangkan perkembangan Kota Bandar Lampung sangat pesat. Sampai kini, baru ada satu pengusaha yang mau menawarkan diri, yaitu PT DIL. "Mereka memiliki lahan di kawasan yang sudah dipatok jadi kawasan olahraga. Tetapi, tidak menutup kemungkinan mencari kompetitor (investor, red) yang lain," kata Suryono.

Di sisi lain, Harun Al-Rasyid menambahkan setelah DPRD menyetujui akan dilakukan penilaian terhadap aset karena alasan biayanya mahal. Suryono menegaskan yang paling penting adalah izin prinsip (persetujuan Dewan) yang akan menjadi dasar penilaian lembaga independen (sebelum ruilslag).Rapat dengar pendapat itu akhirnya menyimpulkan Pansus setuju pembangunan kawasan olahraga di Kemiling, tapi tidak dengan meruilslag GOR Saburai. (sumber: Lampung Post)

Selasa, 15 April 2008

Perjalanan Dinas DPRD Diduga Banyak Fiktif

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Anggota DPRD Lampung diduga banyak yang memanipulasi anggaran Dewan dengan mencairkan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif.
Meskipun namanya tercatat dalam rombongan perjalanan dinas yang dibalut kegiatan studi banding atau kunjungan kerja ke luar provinsi, anggota DPRD Lampung itu terlihat di gedung Dewan. Banyaknya anggota Dewan yang melakukan perjalanan dinas fiktif diungkapkan anggota DPRD Lampung yang tidak mau disebutkan namanya, Senin (14-4).

Sumber tersebut mengungkapkan dua modus anggota DPRD membuat SPPD fiktif. Pertama, memang benar-benar tidak berangkat. Dana yang dicairkan biasanya dipotong Rp1 juta atau sampai 50 persen. "Kalau pakai modus ini memang benar-benar untung karena tidak ke mana-mana, tetapi dapat duit," kata dia.

Modus kedua, mengikuti perjalanan dinas ke luar provinsi, tetapi jumlah hari kunjungan kerjanya dikurangi. "Kalau dijadwalkan enam hari, setiap anggota dapat Rp8,3 juta. Tetapi yang dilaksanakan hanya dua hari," kata dia.

Menurut dia, perjalanan dinas biasanya dilakukan dalam kelompok atau rombongan dan tidak pernah seluruhnya ikut. "Kalau rombongan, yang berangkat paling-paling cuma separo, tetapi yang mencairkan uang SPPD pasti semuanya. Modus itu biasa dilakukan SPPD diurus staf. Dari keuangan dicairkan sesuai dengan jumlah rombongan," kata dia.

Pernyataan itu dibenarkan staf DPRD yang tidak mau disebutkan namanya. "Besarnya biaya perjalanan dinas ditentukan jumlah hari dan jarak tempuh dari Lampung," jelasnya.

Sejak Jumat (11-4), Bawasda Provinsi Lampung tengah memeriksa adanya perjalanan dinas fiktif yang dilakukan Pansus Sembilan Raperda yang diketuai Abdulah Fadri Auli. Pansus beranggotakan 14 orang ini studi banding ke Riau.

Aturan Selektif

Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Lampung Indra Karyadi mengakui ada anggotanya yang mencairkan SPPD fiktif. "Sebab itu, kami mengeluarkan aturan selektif. Proses pencairan SPPD harus sesuai dengan aturan, hanya untuk hal yang betul-betul penting," kata Indra.

Menurut Indra, pimpinan DPRD tengah mempelajari mekanisme pemberian sanksi bagi anggota DPRD yang mencairkan SPPD fiktif. "Yang jelas kalau ada pengaduan akan ditindaklanjuti Badan Kehormatan. Sanksi selanjutnya terserah BK. Apakah mengembalikan uang perjalanan dinas atau sanksi lain. Kalaupun Bawasda mau memeriksa, silakan," kata Indra.

Berdasar pada catatan di Sekretariat DPRD Lampung sejak Januari hingga April 2008, anggota DPRD Lampung telah melakukan studi banding dalam kelompok Panitia Khusus (Pansus) ke delapan provinsi.

Sementara itu, DPRD Lampung dalam rapat pimpinan, Senin (14-4), kembali mengagendakan studi banding 65 anggota Dewan pada 8--14 Mei 2008.(sumber: Lampung Post)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto