Sindikat Pupuk Libatkan Pejabat
Penyelewengan pupuk bersubsidi dilakukan dalam tiga bentuk, yakni mengganti kemasan bersubdisi menjadi nonsubsidi (repacking), mengoplos pupuk bersubsidi dengan bahan lain, serta penyimpangan selama proses distribusi dari pabrik ke petani.
Sumber Lampung Post yang menolak disebutkan identitasnya mengungkapkan keuntungan dari penyelewengan pupuk bisa berlipat kali dari keuntungan normal. Ia mencontohkan harga urea bersubsidi Rp1.200 dijual ke industri seharga Rp6.800.
Pupuk tersebut tidak hanya dijual kepada perusahaan di Lampung, juga hingga luar daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Riau, dan Sumatera Selatan. Menurut dia, beberapa tempat sering dijadikan penyimpanan pupuk dan dikendalikan pemilik lokasi tersebut. Namun, tempat-tempat itu dan pemilik lokasi tidak tersentuh aparat keamanan. Indikasi lain menyebutkan bisnis mereka di-backing aparat serta pejabat BUMN produsen pupuk.
Lokasi Penyimpanan
Ia menyebut sebuah tempat di kawasan Gotong Royong (Bandar Lampung) dan Bandarjaya (Lampung Tengah) yang sudah berlangsung lama dan berjalan mulus. Terdapat beberapa nama, di antaranya Nv dan Id. Bahkan, sumber itu menyebutkan di lokasi tersebut kini diproduksi pupuk palsu dengan berkedok CV. Beberapa waktu lalu, penyimpangan pupuk asal Lamteng itu sempat tiga kali ditangkap Poltabes Bandar Lampung, tapi pelakunya hanya dimasukkan daftar pencarian orang (DPO). Lokasi penyimpanan pupuk juga dikendalikan di Tegineneng, Tanjungbintang, Natar, lima tempat di daerah Candimas, dua tempat di Batu Puru, satu di Bumi Waras, dan dua di Sukarame. Para pemain pupuk juga melibatkan pengusaha keturunan yang pandai berbahasa Jawa. Aksi mereka cukup aman karena di-backing oknum aparat.
Mantan "pemain pupuk" di Lampung itu mengungkapkan modus lain dilakukan dengan repacking. "Bisnis ini tidak akan berjalan lancar jika tidak dilindungi aparat. Banyak perwira menengah yang terlibat, tetapi jangan ditulis, nanti saya ditangkap," kata dia.
Dia menguraikan tugas tingkat polsek, terutama yang kantornya di pinggir jalur lintas adalah mengamankan perjalanan. Dan untuk tingkat Polda mengamankan jika ada yang tertangkap. "Buktinya yang ditangkap Poltabes itu. Hingga sekarang tidak jelas status hukumnya. Pupuknya ke mana, tersangka ke mana, dan kasusnya ke mana," kata dia.
Polda Tindak Tegas
Menanggapi hal tersebut, Kabid Humas Polda Lampung AKBP Fatmawati mengatakan akan menyampaikan indikasi-indikasi tersebut kepada pimpinan Polda Lampung. "Jika benar ada oknum anggota Polri yang terlibat. Pasti akan ditindak tegas. Kebijakan Kapolri adalah membersihkan institusi Polri dari pungli atau backing-backing. Kami akan selidiki," kata Fatmawati.
Secara terpisah, Kapolres Lampung Selatan AKBP Lukas Arry Dwiko Utomo mengatakan untuk mengungkap tuntas penyelewengan pupuk, pihaknya membentuk tim khusus dipimpin Kasatreskrim AKP Andi Takdir Matanete, melibatkan kasat Intelkam, kanit P3D, unsur Reskrim, dan semua polsek. "Yang akan kami ungkap bukan hanya yang 15 ton, melainkan masih banyak lagi," ujar Kapolres usai rapat dengan DPRD Pesawaran, kemarin.
Polres juga akan mendata semua depot pupuk dan menyelidiki penyalurannya sehingga nantinya diketahui dari mana dan ke mana pupuk subsidi itu dijual.
Dalam penyelidikan, Polres berkoordinasi dengan Denpom II/3 Lampung untuk memintai keterangan oknum TNI yang diduga terlibat. "Kami akan mintai keterangan selaku saksi karena oknum itu merupakan kunci dari mana mendapatkan pupuk tersebut," kata Kapolres.
Sementara itu, Komandan Korem 043/Gatam Kolonel Inf. Nugroho W. mendukung upaya Polri mengungkap kasus penyimpangan pupuk bersubsidi. "Saat petani kesulitan pupuk, ternyata banyak yang memanfaatkannya untuk meraup keuntungan," kata Nugroho, didampingi Kapenrem Kapten Deden Safruddin, usai menginterogasi anggotanya di Korem 043/Gatam yang diduga terlibat bisnis jual beli pupuk bersubsidi.
Danrem menegaskan dari hasil pemeriksaan sementara ternyata oknum anggota itu membeli pupuk dari kelompok tani di kecamatan. Satu karung dibeli dengan harga Rp90 ribu dan dijual kepada pembeli lain seharga Rp100 ribu. "Dan ternyata ada sindikat besar lain. Banyak orang-orang terlibat di sana. Kami sudah memiliki data-data itu. Jadi, tidak layak dia (kopral, red) disebut otak pelaku," kata Nugroho yang baru dua hari menjabat danrem 043/Gatam.(sumber: Lampung Post)