Senin, 03 Maret 2008

Pencatatan Meteran Jadi Masalah

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Pencatatan meteran listrik menjadi titik krusial penerapan tarif insentif dan disinsentif. Kesalahan dan kelalaian pembacaaan berakibat fatal dan memengaruhi rekening listrik.

Kesalahan pencatatan meter, ujar Deputi Manajer Komunikasi PLN Wilayah Lampung G. Wisnu Yulianto, besar kemungkinan terjadi karena masih menggunakan pihak ketiga. Sebagian besar pencatatan meter di Lampung juga masih manual.

"Baru di Bandar Lampung, sebagian Metro, dan Kotabumi yang memakai pencatatan elektronik dengan portable data entry (PDE)," kata Wisnu, Minggu (2 Maret 2008).

Berdasar pada data PLN, lebih 90 persen pelanggan listrik golongan rumah tangga berpotensi terkena disinsentif atau tambahan biaya rekening akibat kebijakan tarif yang berlaku sejak Maret ini. Dari total pelanggan rumah tangga 34,104 juta, sebanyak 30,922 juta atau 90,67 persen di antaranya mengonsumsi listrik di atas batas terendah. Pelanggan tersebut terkena disinsentif, yakni 80 persen rata-rata pemakaian listrik nasional.

Hanya 3,182 juta pelanggan rumah tangga atau 9,33 persen yang kemungkinan mendapat insentif berupa pengurangan biaya rekening.

Pemakaian listrik rata-rata nasional pada 2007 sesuai dengan data PLN adalah R1 450 VA sebesar 75 kwh, R1 900 VA 115 kwh, R1 1.300 VA 201 kwh, R1 2.200 VA 358 kwh, R2 650 kwh, dan R3 1.767 kwh.

Kebijakan tarif yang baru diterapkan PLN ini diimbangi dengan kampanye hemat listrik. PLN berencana membagikan lampu hemat energi (LHE) kepada pelanggan. PLN menunjuk PT Pos Indonesia untuk menyalurkan lampu tersebut.
PLN membagikan LHE gratis sebanyak 51 juta unit mulai Maret ini. Pada tahap awal diberikan satu juta unit LHE pada pekan ketiga bulan ini.

"Kami masih menunggu teknis pelaksanaan dari pusat. Info yang kami terima, pelanggan harus menyerahkan lampu tidak hemat energi untuk diganti LHE. Lampu itu dihancurkan," kata Wisnu.

PLN menargetkan pembagian LHE selesai akhir Oktober tahun ini. Berdasar pada perkiraan Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), lampu hemat energi untuk Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Batam sebanyak 2,97 juta.

Kamis, 21 Februari 2008

Bersihar Lubis Divonis Satu Bulan

JAKARTA (Berita Nasional) : Kolumnis Bersihar Lubis divonis hukuman satu bulan dengan masa percobaan tiga bulan tanpa harus menjalani masa tahanan. "Jika vonis tidak memuaskan terdakwa melalui kuasa hukum dapat mengajukan banding" ujar Suwidya, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Depok hari ini.

Pembacaan vonis dilakukan secara bergantian oleh anggota majelis hakim, yakni Budi Prasetyo SH, Ronald SH dan diakhiri oleh Suwidya. Dalam vonis itu Bersihar disebut melanggar pasal 207 KUHP tentang penghinaan institusi Kejaksaan Agung melalui artikelnya berjudul "Kisah Interogator yang Dungu" yang dimuat oleh Koran TEMPO edisi Sabtu,17 maret 2007.

Menurut Suwidya, vonis itu dijatuhkan karena Bersihar menulis opini dan bukan berita. opini bukanlah berita yang menjadi tanggung jawab redaksi, namun sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. "Undang-undang pers yang sifatnya lex spesialis tidak dapat digunakan dalam kasus Bersihar" ujar Suwidya dalam persidangan itu.

Seusai vonis dibacakan, Abu Said Pelu, anggota tim kuasa Hukum terdakwa yang tergabung dalam Tim Pembela Kebebasan Berpendapat (PKB) menyatakan vonis itu merobek-robek rasa keadilan masyarakat dan mengancam kebebasan pers yang menjadi sendi demokrasi. "Kami mengajukan banding" ujar Hendrayana, anggota kuasa hukum lainnya.

Sidang itu diwarnai aksi demo oleh puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI-R) Jakarta dan didukung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Depok. Mereka menuntut agar kebebasan berpendapat yang dijamin oleh UUD 45 pasal 28 tidak diancam oleh KUHP.

Pemimpin Redaksi Majalah Berita Mingguan TEMPO Toriq Hadad yang hadir di PN Depok melebur bersama para demonstran. Dalam orasinya dia menyerukan, "Jangan sampai vonis hakim melanggar konstitusi."

Diwarnai Demo Wartawan

Depok - Sejam sebelum pembacaan vonis, puluhan wartawan demo meminta kolomnis Bersihar Lubis dibebaskan. 'Mega' dan 'JK' tidak ketinggalan ikut memberikan dukungan.

Sekitar 30 wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi, Kelompok Kerja Wartawan Depok menggelar unjuk rasa di halaman Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jalan Boulevard Kota Kembang, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/2/2008) pukul 10.00 WIB.

Para wartawan meminta PN Depok memvonis bebas Bersihar. Mereka membawa spanduk besar bertuliskan "Bebaskan Bersihar Lubis. Tolak kriminalisasi pers" dan poster-poster antara lain bertuliskan "Jangan bungkam kebebasan beropini", "Jangan adili kebebasan berpendapat", dan "Tulisan balas tulisan."

Aksi diisi orasi dari masing-masing perwakilan wartawan. "PN Depok jangan sampai tercatat sebagai salah satu pengadilan yang mengkriminalisasi wartawan," kata salah seorang orator.
Bersihar yang mengenakan jaket hitam dan celana hitam ini tampak bergabung dan berdiri di antara para wartawan. Tampak juga Megakarti dan Jarwo Kwat alias 'JK' -- pejabat Republik Mimpi -- pun ikut hadir.

Megakarti mengenakan blus hitam, celana panjang hitam dan rompi merah. Sedangkan 'JK' mengenakan kemeja putih bermotif kotak-kotak.

Pada pukul 11.00 WIB, Bersihar pun mendengarkan pembacaan vonis dan aksi wartawan pun berhenti.

Bersihar merupakan kolomnis yang membuat kuping Kejagung merah dengan tulisannya berjudul "Kisah Interogator yang Dungu" di koran Tempo edisi 17 Maret 2007. Bersihardituntut 8 bulan penjara oleh JPU. (tempointeraktif/detik.com)

Cuaca Buruk Akibatkan Kerugian Nelayan Lampung

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Cuaca buruk yang melanda perairan Lampung sepekan terakhir membuat ribuan nelayan tidak melaut. Kondisi ini berpotensi menghilangkan Rp50-an miliar pendapatan nelayan per hari.
Dalam catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, potensi kehilangan pendapatan nelayan di Lampung rata-rata Rp50-an miliar per hari jika mereka tidak melaut. Hitung-hitungan ini didapat dari hasil tangkapan nelayan per hari rata-rata 367,94 ton dengan harga rata-rata Rp20 ribu per kilogram.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Untung Sugiatno, kemarin (19-2), produksi tangkapan laut nelayan di Lampung 134,5 ribu ton per tahun. Ini termasuk tangkapan bagan. Sedangkan hasil tangkapan perairan umum nonlaut 11,3 ribu ton per tahun.
Dinas Kelautan tidak bisa memastikan penurunan produksi sepekan terakhir karena laporan hasil tangkapan dari seluruh pelabuhan perikanan belum masuk.

Ribuan nelayan di Lempasing dan Ujung Bom, Telukbetung, menghentikan aktivitas sejak sepekan lalu karena cuaca buruk. Ratusan kapal nelayan sandar di kedua tempat pendaratan ikan itu.

Wardani (30), nelayan kapal Jati Ayu, saat ditemui di TPI Lempasing, mengatakan ombak besar dan angin kencang terjadi 200-an mil dari bibir pantai Teluk Lampung. Perubahan gelombang dan angin kencang itu biasanya terjadi sewaktu akan turun hujan.

Biasanya itu terjadi di laut lepas Labuhan Maringgai, Selat Sunda, sekitar Kalianda sampai Merak, dan sekitar Laut Tabuan sampai Laut Krui, Lampung Barat.

"Untungnya, nelayan Lempasing dan sekitar Teluk Lampung bisa membaca perubahan kondisi laut dan cuaca. Jadinya kami bisa memperkirakan kapal waktu melaut dan kapan masa-masa tidak aman," kata nakhoda kapal nelayan, Zainal Abidin (50).

Menurut Zainal, kalaupun nelayan tetap melaut, itu sudah diperhitungkan bahaya atau apesnya. "Tinggal yang dipikirkan untung ruginya," ujar nelayan yang memiliki anak buah 15 orang ini.
Hasil tangkapan kini berkurang karena kapal tidak bisa menjangkau laut lepas. "Biasanya kami yang punya kapal besar seperti ini melaut hingga beberapa hari. Hasil tangkapan bisa enam sampai delapan ton sekali bongkar. Tetapi, sekarang enggak bisa," kata Zainal.

Ombak dan gelombang tinggi juga membuat jadwal kedatangan kapal di Pelabuhan Panjang terlambat satu hingga dua hari. Manajer Pelayanan dan Jasa PT Pelindo Cabang Panjang, Abdul Muis, mengatakan kebanyakan kapal memilih berlindung di sekitar Pulau Karimun Jawa.

"Kalau kapal besar tidak pengaruh karena masih berani mengarungi laut dengan ketinggian ombak empat hingga lima meter. Artinya, arus ekspor impor dengan kapal besar tidak berpengaruh," kata Muis.(lampungpost)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto