Senin, 24 Maret 2008

Rp4,1 Juta, Upah Layak Minimum Jurnalis

SEJAK lahirnya revisi Undang-Undang Pers pada 1999, keran kebebasan persterbuka lebar. SIUPP ditutup, sensor dan bredel pun tak berlaku lagi. RakyatIndonesia menikmati kebebasan pers terbesar sepanjang sejarahnya.Konsekuensinya, masyarakat membutuhkan informasi dari media yangberkualitas, akuntabel, profesional, dan independen.

Menjawab tuntutan publik ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakartatelah membuat berbagai program untuk meningkatkan pengetahuan, skilljurnalistik, serta ketaatan terhadap kode etik. Berbagai trainingjurnalistik dan kampanye anti- amplop/suap selalu jadi prioritas dalamsetiap periode kepengurusan.

Sayangnya, upaya peningkatan profesionalisme sering terhambat oleh buruknyakesejahteraan jurnalis. Banyak pemodal berkantong cekak nekat mendirikanmedia. Akibatnya, lahirlah perusahaan pers yang bermutu rendah dengan upahjurnalis yang minim. Situasi ini jelas berbahaya karena bisa menggiring parajurnalis permisif terhadap suap atau amplop dari narasumbernya.

Alhasil,independensi dan profesionalisme jurnalis hampir mustahil ditegakkan. Fakta masih banyaknya pengusaha media yang tidak mengimbangi kerjajurnalisnya dengan upah/kesejahteran yang layak terungkap dalam survei AJIIndonesia.

Menurut survei atas 400 jurnalis dari 77 media di 17 kota itu,masih ada jurnalis yang diupah kurang dari Rp 200 ribu-jauh lebih rendahketimbang upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dari sekitar 850 media cetak yang masih terbit di awal 2008, hanya 30% yangsehat bisnis.

Dari sekitar 2.000 stasiun radio dan 115 stasiun televisi padakurun yang sama, hanya 10% yang sehat bisnis. Kondisi industri media yangbelum matang inilah yang kerap menjadi alasan pembenar bagi pengusaha persuntuk tetap menggaji rendah jurnalisnya.

Padahal, Pasal 10 UU Pers memberi mandat kepada segenap perusahaan mediauntuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya. Bentuk kesejahteraan itu berupakepemilikan saham, kenaikan gaji, bonus, serta asuransi yang layak.

Pendekkata, menuntut kebebasan pers tanpa menyertakan kesejahteraan jurnalisnya,sama halnya mereduksi UU Pers itu sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya jurnalis non-organik alias koresponden jugaharus mendapatkan perhatian khusus. Mereka adalah golongan yang palingrentan dalam gurita industri media di Indonesia.

Kontrak kerja yang takjelas, tiadanya jaminan asuransi, kaburnya standar upah serta beban kerjayang tak kalah tinggi menyebabkan koresponden di daerah bekerja dalamkondisi yang tak terjamin oleh perusahaan. Hal itu masih diperunyam dengan jenjang karier yang juga buram. Kendatisudah mengabdikan dan mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun, statusmereka masih belum beranjak menjadi karyawan tetap.

Yang lebih mengenaskan,kini makin marak fenomena jurnalis "tuyul" alias jurnalis yang rela menjadi"koresponden"-nya koresponden dengan kompensasi yang pas-pasan. Praktiksemacam ini tentunya selain bertentangan dengan kode etik juga lebih parahdari sistem outsourching.

Memang ada perusahaan yang menggaji jurnalisnya dengan lebih baik. Tapi,tetap saja, jika dibandingkan jurnalis di negara berkembang lainnya sepertiMalaysia dan Thailand, rata-rata gaji jurnalis di Indonesia masih terpautsekitar empat kali lebih rendah.

Agar profesionalisme jurnalis bisa ditingkatkan, AJI Jakarta menetapkanstandar upah layak minimum sebesar Rp 4.106.636. Standar upah ini berlakubagi seorang jurnalis muda di Jakarta yang baru diangkat menjadi karyawantetap. Standar upah layak minimum ini dirumuskan berdasarkan komponen dan hargakebutuhan hidup layak pada 2008.

Metodenya, kami mengukur perubahan biayahidup (living cost) seiring kenaikan harga barang di pasaran yang sesuaidengan kebutuhan seorang jurnalis lajang. Satu komponen baru yang kami masukkan adalah kebutuhan akan laptop yangpembayarannya dicicil selama tiga tahun. Komputer jinjing ini bukanlahbarang mewah bagi jurnalis, melainkan kebutuhan riil demi menunjang kinerjajurnalis di lapangan yang makin dituntut lebih cepat dalam menyajikaninformasi.

Di luar upah layak minimum, AJI Jakarta menuntut perusahaan media menerapkansistem kenaikan upah reguler yang memperhitungkan angka inflasi, prestasikinerja, jabatan, dan masa kerja setiap jurnalis. Kami juga meminta perusahaan media memberikan sejumlah jaminan, sepertiasuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminansosial bagi keluarganya.

Bagi perusahaan yang karena kondisi keuangannya belum bisa memenuhi standargaji layak minimum ini, kami menuntut beberapa hal:

1. Manajemen harus melakukan transparansi keuangan agar semuajurnalis/karyawan mengetahui alokasi anggaran setiap bagian dari prosesproduksi, untuk mencegah pemborosan atau melakukan penghematan.

2. Manajemen harus mempersempit kesenjangan gaji terendah dan gajitertinggi (pimpinan) untuk memenuhi rasa keadilan bersama dan melakukanpenghematan.

3. Manajemen harus mengalihkan hasil penghematan untuk memperbesarpersentase anggaran bagi upah/kesejahteraan karyawan.

4. Terhadap perusahaan media yang telah bertahun-tahun mempekerjakankoresponden, manajemen harus memberikan kesempatan berkarier kepada merekauntuk menjadi karyawan tetap dengan tingkat kesejahteraan yang setara.

5. Apabila perusahaan media yang dengan alasan tertentu tidak bersediamenjadikan koresponden sebagai karyawan tetap, maka selain memberikan honorlaporan, manajemen juga harus memberikan jaminan asuransi, klaimtransportasi dan honor basis sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dimana seorang koresponden bertugas.

Jakarta, 18 Maret 2008

Jurnalis Tolak Amplop, Perjuangkan Upah Layak Rp 4,1 Juta!

Winuranto Adhi

Koordinator Divisi Serikat Pekerja. (sumber: milis jurnalis-indonesia@yahoogroups.com

Kamis, 13 Maret 2008

Video Porno PNS Lampung Makin Beredar

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Video porno dengan aktor pegawai harian lepas di Pemprov Lampung dan PNS Pemkot Bandar Lampung terus meluas dan menjadi buah bibir.
Hampir setiap sudut Kota Bandar Lampung membahas tentang film tersebut. Bahkan mereka kini menyimpan film tersebut di ponselnya.
Informasi yang berkembang semakin santer. Ada yang menyebutkan film tersebut terdiri dari jilid I dan Jilid II. Bahkan ada yang menyatakan film tersebut lengkap hingga 60 menit.
Sejumlah PNS di lingkungan Pemkot pun berdesas-desus. Bahkan, tidak sedikit PNS yang memiliki video porno tersebut dan mengaku mengenal dekat dengan "aktor" laki-laki yang ada di film tersebut.
"Ini memang dia (DA). Tapi, apa mungkin dia melakukan hal itu. Seminggu yang lalu saya ketemu dia. Siapa sih yang tega menyebarkan video itu. Mungkin saja itu koleksi pribadi," kata seorang PNS yang tidak mau namanya disebut setelah menonton video di ponsel.
Namun, tidak sedikit PNS yang menyatakan prihatin dengan pergaulan anak muda sekarang. Terlebih, oknum dalam video tersebut adalah orang-orang yang sangat dikenal di lingkungan kerja mereka.
"Silakan saja mereka melakukan hal itu. Tapi, mengapa sampai difilmkan segala sih," kata seorang ibu yang juga PNS di lingkungan Pemkot.
Sejak beredarnya adegan tersebut, Februari 2008, DA, sang aktor pria, yang juga anak mantan pejabat ini, sempat mendatangi salah satu pemegang film tersebut di bilangan Tanjungkarang dan mengancam akan melibatkan orang tersebut sebagai saksi penyebaran vidio tersebut.
"Saya sempat didatangi karena punya film itu. Saya juga sempat kaget. Dia minta gambar itu dihapus. Dan di depan dia video itu saya hapus. Dan hal itu justru meyakinkan pelakunya memang mereka," kata sumber tersebut.
Menurut sumber itu, DA sempat mengaku adegan tersebut direkam dua tahun lalu. Saat itu NG masih kuliah dan DA sudah bekerja.
Rekan-rekan kuliah NG hanya bisa berdecak heran atas tayangan adegan porno tersebut. Mereka juga berharap masyarakat tidak terlalu mencibir NG, yang menjadi korban tayangan tersebut.
Sanksi
Sementara DPRD Bandar Lampung meminta Wali Kota mengusut tuntas kasus video porno yang diduga melibatkan pegawai di lingkungan Pemkot. Jika terbukti, Wali Kota diminta untuk memberikan sanksi tegas.
Ketua DPRD Bandar Lampung Azwar Yakub mengatakan sebagai pimpinan Dewan dirinya merasa prihatin dengan kasus video porno tersebut. Sebab, kejadian itu telah mencoreng lembaga pemerintahan Kota Bandar Lampung.
"Jika terbukti bersalah, kami meminta wali kota memecat oknum pegawai yang menjadi pemeran dalam video mesum tersebut," kata Azwar, di ruang kerjanya, Rabu (12-3).
Namun, Ketua Komisi A DPRD Bandar Lampung Firmansyah mengatakan sekalipun warga banyak mengenal NG, perempuan yang ada dalam adegan mesum tersebut dan laki-laki berinisial DA yang saat ini berstatus pegawai di Pemkot, jangan langsung memberi penilaian negatif. Masyarakat harus tetap memberlakukan asas praduga tak bersalah.
"Dan, saya sangat setuju dengan langkah Poltabes Bandar Lampung yang akan menghadirkan saksi ahli untuk membuktikan keaslian video porno tersebut. Kalau memang terbukti, kita serahkan kepada aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus tersebut," kata Firman, kemarin.
Jika memang terbukti NG dan DA yang berperan dalam film berdurasi 1 menit 50 detik itu, Firman menyarankan agar wali kota dapat mengambil sanksi yang mendidik dan tidak mematikan masa depan oknum pegawai tersebut.
"Saya yakin keduanya sudah mendapatkan sanksi moral yang begitu besar. Bukan hanya mereka berdua, keluarganya juga akan mendapatkan hal yang sama. Untuk itu, Pemkot dapat memberikan sanksi yang sifatnya membina dan dapat menimbulkan efek jera. Karena, mungkin saja video itu adalah dokumen pribadi dan tidak untuk disebarluaskan," kata dia.(*)

Rabu, 12 Maret 2008

Masalah Tanah, 11 Kepala Kampung Dipanggil

GUNUNGSUGIH (Berita Nasional) : Komisi A DPRD Lampung Tengah akan memanggil 11 kepala kampung dari tiga kecamatan yang sebagian wilayahnya merupakan tanah eks PT Pago.
Ketua Komisi A DPRD Lampunt Tengah Abdullah Riduan mengatakan pemanggilan dilakukan untuk memvalidasi data warga yang memohon kepemilikan tanah tersebut ke pemerintah.
"Kami akan memanggil 11 kepala kampung untuk memvalidasi jumlah kepala keluarga dan data pemohon. Kami juga sudah melayangkan surat ke BPN Lamteng untuk meminta peta tanah eks PT Pago," ujar dia.
Abdullah mengingatkan status tanah eks PT Pago berbeda dengan BPPT, di mana lahan BPPT sebagian akan dijadikan kawasan pendidikan terpadu. "Jadi, masyarakat jangan salah memahaminya."
Pekan lalu, Komisi A DPRD Lampung Tengah sudah menelusuri status tanah eks PT Pago yang kini menimbulkan masalah. Pasalnya, ratusan warga yang juga pemohon lahan eks PT Pago itu menolak pemberian tali asih dari Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Mereka lebih memilih menggarap tanah tersebut ketimbang menerima uang tali asih yang ditawarkan Pemkab Lampung Tengah Rp3 juta per hektare.
Tanah Depnakertrans
Sementara itu, hasil penelusuran anggota DPRD Lampung Tengah ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Deptrans) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat, status tanah eks PT Pago adalah milik Depnakertrans.
Anggota Komisi A DPRD Lampung Tengah S.M. Herlambang menjelaskan tanah tersebut semula dikuasai PT Intrada, salah satu perusahan dari Jepang.
Pada 1980-an, jelas Herlambang, lahan tersebut dinasionalisasikan dan Departemen Transmigrasi menggandeng PT Tris Delta Agrindo untuk mengurus HPL lahan tersebut untuk para transmigran.
Kesepakatan kerja sama Departeman Transmigrasi dengan PT TDA berakhir pada 2018, tapi pada 2004 hubungan kerja sama itu ternyata telah putus.
Saat kerja sama berlangsung PT TDA mempunyai hak guna bangunan (HGB) di lahan tersebut sekitar 1.000 hektare, sedangkan BPPT mempunyai HPL seluas 2.000-an hektare.
Baduk (45), salah seorang satu pemohon, mengatakan luas lahan eks PT Pago itu 5.066,72 hektare awalnya digarap PT Intrada untuk tanam singkong kemudian lahan tersebut dikuasai PT Pago dengan sistem sewa selama 25 tahun."Habis masa sewa lahan tersebut kembali ke masyarakat, tapi tiba-tiba lahan itu sudah pindah tangan ke PT TDA tanpa kami ketahui," ujar Baduk saat dihubungi via telepon, kemarin.(*)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto