Senin, 11 Agustus 2008

Seragam Koruptor Didukung Banyak Pihak

SETELAH berbagai pihak mendukung pemakaian seragam khusus bagi koruptor, tidak ketinggalan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hidayat NurwWahid juga mendukung pemakaian seragam khusus atau baju bagi pihak-pihak yang terjerat kasus korupsi.

"Saya mendukung penggunaan baju koruptor bagi yang tersangkut masalah korupsi," kata Hidayat ketika menghadiri penutupan pendidikan kepemimpinan Nasional 300 Mahasiswa dari tujuh Universitas di Balai Sidang, Universitas Indonesia, Depok, Minggu (10-8) siang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sedang membahas pemakaian seragam khusus atau baju bagi pihak yang terjerat kasus korupsi. Gagasan pemakaian seragam khusus itu untuk menimbulkan efek jera sehingga upaya pemberantasan korupsi bisa maksimal.

Hidayat mengatakan untuk penegakan hukum memang perlu terobosan yang bisa membuat efek jera bagi para pelakunya sehingga mereka tidak mengulangi perbuatan atau bagi orang berpikir berkali-kali ketika akan melakukan korupsi.

Hukuman Mati

Selama ini para pelaku koruptor, kata dia, memang biasanya memakai pakaian yang perlente dan ini memang perlu diubah. Selain pengenaan baju koruptor, Hidayat juga menyetujui penerapan hukuman mati bagi koruptor yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan jumlah yang sangat besar, sehingga merugikan keuangan negara.

"Hukum harus ditegakkan kepada siapapun, siapa saja yang terbukti merugikan negara dengan jumlah yang sangat besar, hukuman mati bisa dilaksanakan," tegasnya,

Hidayat lebih lanjut mengatakan telah meminta langsung Kapolri dan Jaksa Agung menerapkan hukuman yang terberat bagi para koruptor. "Ini untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia ke depannya."

Ia mengatakan pelaksanaan hukuman mati tersebut diterapkan agar menimbulkan efek jera bagi koruptor maupun calon koruptor itu sendiri. "Ini akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa di negara kita hukum dapat ditegakkan dan masih ada perlindungan bagi rakyat," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Gayus Lumbuun, menyatakan memakaikan pakaian seragam khusus kepada para koruptor memang perlu dilakukan dan ini tidak melanggar HAM.

"Gagasan awal mengenai ini sebetulnya datang dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi terjadi pro dan kontra karena ada yang mengatakan bisa melanggar hak-hak asasi manusia (HAM)," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Namun, bagi Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR ini, pakaian seragam khusus bagi para tersangka kasus korupsi amat bagus. "Terdakwa korupsi memang perlu diberlakukan seperti itu dan ini sekali lagi tidak melanggar HAM."

Ia lalu menunjuk hakim juga memakai seragam, sebagai ciri dia sedang bertugas memeriksa perkara pada sidang pengadilan. "Dan itu bukan merupakan sesuatu yang aneh kan," tanyanya.

Keliling Indonesia

Lain halnya pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Nikolaus Pira Bunga. Dia menyarankan para koruptor diarak keliling Indonesia.

"Gagasan mengenakan koruptor pakaian seragam juga baik, tetapi lebih baik kalau koruptor dibawa dan diperkenalkan keliling Indonesia dan disambut seperti para juara event tertentu," kata Nikolaus Pira Bunga yang juga pembantu dekan Fakultas Hukum Undana Kupang di Kupang, kemarin.

Pira Bunga mengatakan dengan memperkenalkan para koruptor secara sendiri atau bergerombolan keliling Indonesia, efek jeranya akan lebih kuat. Misalnya, koruptor di Jakarta dibawa ke daerah dan sebaliknya koruptor di daerah dibawa ke Jakarta untuk diperkenalkan kepada masyarakat luas sehingga warga bisa melihat langsung tampang koruptor tersebut.

Langkah ini akan memberi efek jera sosial lebih kuat ketimbang hanya mengenakan pakaian seragam koruptor dan hanya dilihat sekelompok kecil orang melalui layar televisi, kata Pira Bunga.

Dia menjelaskan praktek memberi hukuman terhadap pencuri dalam masyarakat saat ini dengan menyuruh pencuri secara perorangan atau berombongan memegang atau menjinjing atau memikul dan disuruh memanggil dan berteriak untuk masyarakat dengan kata dan bahasa, "lihat saya atau kami mencuri, jangan meniru atau jangan meniru kami", justru lebih efektif.

Rabu, 06 Agustus 2008

Tunggakan Utang BBM TNI Rp4,7 Triliun



MENTERI Pertahanan Juwono Sudarsono mengakui TNI masih berutang bahan bakar minyak Rp4,7 triliun. Pertamina pun telah mengirimkan surat kepada TNI yang berisi pertimbangan penghentian pasokan BBM bila utang tersebut tidak segera dilunasi.

"Iya, saya sudah terima surat itu. Saya sudah menindaklanjuti dengan berbicara dengan Menteri Keuangan dan Presiden," kata Juwono usai memberi sambutan dalam Seminar Perumusan Kebijakan Pengelolaan Terpadu Wilayah Perbatasan di Jakarta, Selasa (5-8).

Menurut Juwono, pihaknya telah mempersiapkan program penggunaan bahan bakar berbasis volume pemakaian, bukan berdasar pada anggaran tahunan seperti yang selama ini terjadi. Pasalnya, penggunaan berdasar pada anggaran tidak meliputi kegiatan-kegiatan yang bersifat insidental.

"Padahal dua sampai tiga tahun terakhir, banyak musibah alam maupun manusia. Belum lagi, Indonesia membantu Myanmar dan China ketika terjadi badai dan gempa bumi. Itu satu pesawat Hercules, sekali terbang pulang dan pergi membutuhkan 20 ton bahan bakar," ujarnya.

Selama ini, anggaran bahan bakar TNI berasal dari anggaran operasional kegiatan rutin dan kontingensi. Menurut Juwono, anggaran tahunan sejak tahun 2000 sebesar Rp1,4 triliun. Akan tetapi, sambungnya, akibat kenaikan harga minyak antara Januari dan Juni 2008, terjadi kenaikan sehingga anggaran tersebut telah habis terpakai. "Harga bahan bakar naik, tapi anggaran kami tidak. Sehingga anggaran bahan bakar untuk TNI sudah habis untuk tahun ini. Belum lagi kami juga berutang Rp400 miliar dari tahun sebelumnya. Total utang dari tahun 2000 mencapai Rp4,7 triliun," ungkapnya.

Meskipun demikian, Juwono memastikan TNI segera melunasi utang tersebut. Menurut dia, kini pihaknya sedang membuat pagu penggunaan anggaran berdasar pada volume pemakaian bahan bakar. "Departemen Keuangan akan menganalisis usulan pagu. Dan berjanji membantu mencicil pelunasan utang tersebut," tandas dia.

Selasa, 05 Agustus 2008

Diduga Gelapkan Uang, 2 Pejabat PLN Ditahan Mabes Polri

MANAJER Komunikasi, Hukum dan Administrasi PLN Jaya, Embut Subiyanto, dan satu pejabat PLN bernama Ijum ditahan Bareskrim Mabes Polri sejak akhir Juli 2008 lalu. Penahanan itu terkait dugaan penggelapan uang dan money laundering di PLN.

"Mereka menggelapkan uang PLN sebesar 5 milyar," ujar Direktur Ekonomi Khusus Markas Besar Kepolisian Brigjen Pol Edmond Ilyas kepada detikcom, selasa (5/8/2008).

Edmond mengatakan, satu tersangka lagi belum ditahan, karena sedang menjalankan ibadah Umroh di tanah suci Mekkah.

Menurutnya, mereka melakukan kerjasama untuk menggelapkan uang PLN dengan cara dikirim ke rekening masing-masing. "Untuk menghilangkan jejak mereka langsung mentransfer uang perusahaan ke rekeningnya," jelasnya.

Lebih lanjut Edmon mengatakan, polisi menjerat ketiga pejabat PLN tersebut dengan UU Money Laundering dan pasal 374 KUHP tentang penggelapan uang.

Dari aksi tersebut, Embut diduga memperoleh bagian sebesar Rp 3,3 miliar, Ijum sebesar Rp 1,2 miliar dan pejabat yang belum diketahui namanya itu sebesar Rp 500 juta.(detik.com)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto