Jumat, 03 Juli 2009

Jaksa Seret Pimpro Jadi Terdakwa

JAKSA Kejati Lampung menyeret Lukmansyah sebagai terdakwa dugaan korupsi bantuan sosial rumah tangga miskin di Lampung Tengah dan Lampung Selatan. Sidang perdana itu digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kamis (2-7).

Dalam proyek di Lampung Tengah dan Lampung Selatan yang didanai APBN 2005 itu diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp388,5 juta itu, terdakwa Lukmasyah, sebagai pimpinan proyek (pimpro) didakwa Jaksa Bangkit Sormin, A. Kohar, Dumoli, dan Sandi, melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.

Pada sidang sebelumnya, jaksa yang sama juga mendakwa Toni Soepardi (PPK dari Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Lampung dan Darusman (direktur CV Partner Utama), dengan pasal yang sama.

Pada sidang yang dipimpin Hakim Tani Ginting, dibantu Sri Widiastuti dan Ristati, pimpro proyek senilai Rp580 juta dari anggaran APBN 2005 itu mendengarkan dakwaan yang dibacakan jaksa.

Dalam dakwaannya, Jaksa menyatakan terdakwa Lukmansyah bersama Toni Soepardi dan Darusman, pada Januari--Desember 2005, di kantor Dinas Kesejahteraan Sosial Lampung, di Jalan Basuki Rahmat No. 72 Bandar Lampung, dan di Kelurahan Kotaalam, Kecamatan Kotabumi Selatan, Lampung Utara, serta di Desa Sidomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah, melakukan perbuatan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Menurut jaksa, pada tahun anggaran 2005, di Dinas Kesejahteraan Sosial Lampung terdapat kegiatan pembinaan dan pemberian bantuan sosial berupa pengadaan bahan bangunan rumah untuk 80 kepala keluarga miskin di Kelurahan Kotaalam, Lampung Utara, dan keluarga miskin di Desa Sidomulyo, Lampung Tengah.

Bantuan itu bersumber dari APBN berdadasarkan DIPA No.054.027-01-1/7/2005, 1 Januari 2005. Terdakwa Lukmansyah ditunjuk sebagai pimpro dari CV PU. Sesuai perjanjian kontrak No:465/308/B.III/XI/2005, tanggal 1 November 2005 untuk Lampung Utara dengan nilai kontrak sebesar Rp290.193.000. Dan perjanjian kontrak No. 465/3090/B.III/XI/2005 tanggal 1 November 2005 dengan nilai kontrak sebesar Rp290.193.000 untuk Lampung Tengah.

Rabu, 24 Juni 2009

Busung Lapar Renggut Nyawa Bocah 9 Tahun

BUSUNG lapar kembali merenggut nyawa. Sukria (9), warga Desa Pempen, Lampung Timur, akhirnya meninggal dunia di rumah pamannya, Desa Bulok, Pekon Gunung Terang, Tanggamus, Senin (22-6).

Sebelumnya, busung lapar di Lampung merenggut nyawa Maulana (5), warga Kotabaru, Panjang, Bandar Lampung, pada Rabu (3-6), pukul 02.00. Korban tewas lain, Elva Andreansyah (2), warga Jalan Wahidin Sudiro Husodo, Pengajaran, Telukbetung Utara, Bandar Lampung. Wiji (12), warga Tanggamus, juga meninggal di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung karena busung lapar.

Sejak dibawa ke RSUAM pada Kamis (28-5) hingga ajal menjemput, Sukria dalam keadaan tidak sadar. Di RSUAM, Sukria dirawat selama tiga pekan. Namun, pada Rabu (17-6), pihak keluarga membawa pulang bocah kelas I SDN 2 Pempen Lamtim itu ke rumah pamannya di Tanggamus. "Biaya pengobatan memang ada yang membayar. Tapi. kami yang menunggu di rumah sakit kan butuh makan juga. Masalahnya saya nggak bisa bekerja. Jadi kami terus mengeluarkan uang untuk biaya hidup di rumah sakit tanpa ada pemasukan," kata Harudin, ayah Sukria sebelum membawa pulang putranya.

Kakak korban, Iyah (21), menuturkan sebelum meninggal suhu tubuh Sukria cukup tinggi. Dalam kondisi setengah sadar Sukria sempat mendapat perawatan dokter puskesmas setempat dan pada pergelangan tangannya dipasangi infus. "Badannya panas dan dia sempat kejang-kejang. Makanya keluarga langsung meminta bantuan petugas puskesmas," kata Iyah.

Namun, dokter puskesmas tidak berhasil menyelamatkan Sukria. Anak ketujuh pasangan Harudin dan almarhumah Sukenah ini mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 15.30. "Keluarga sudah pasrah dan berusaha mengikhlaskan kepergian Sukria. Mungkin ini jalan terbaik untuk adik saya," kata Iyah.

Senin petang, jasad Sukria dibawa kembali ke rumahnya di Lampung Timur. Jenazah bocah pengidap busung lapar yang disertai tuberkulosis itu dikebumikan sekitar pukul 08.00, kemarin.

UU Pelayanan Publik Ubah Mentalitas Aparat

SETELAH melalui proses panjang selama empat tahun, DPR akhirnya mengesahkan RUU Pelayanan Publik menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Gedung DPR/MPR, Selasa (23-6). Pengesahan RUU ini diharapkan dapat mengubah budaya kerja aparatur.

Ketua Panja RUU Pelayanan Publik Sayuti Asyathri (F-PAN) mengemukakan, UU ini nantinya memberi perlindungan kepada masyarakat yang dirugikan lembaga pemerintah, swasta, dan perusahaan. "Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan hukum," kata dia.

Asyathry mengatakan RUU Pelayanan Publik diharapkan dapat mengubah budaya kerja aparatur serta mengubah pola pikir negara kekuasaan menjadi negara pelayanan publik. Dalam RUU ini, katanya, diatur rangkaian kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan publik atas barang, jasa dan pelayanan administratif diatur secara saksama, terukur, jelas, dan perinci. "Kita harapkan dalam layanan publik itu dapat mempermudah birokrasi yang terlalu berbelit-belit," kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PAN ini.

Pengaturan Sanksi

Seluruh fraksi DPR menyetujui pengesahan RUU itu untuk meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh. Dengan demikian, pelanggaran terhadap hak-hak pelayanan publik akan menuai hukuman. "Harapan kami ya semua mempermudah akses ke publik. Apa pun yang melanggar hak publik ada sanksinya, bervariasi," kata juru bicara Fraksi Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan.

Asyathry menjelaskan ruang lingkup kebutuhan publik atas barang, jasa, dan pelayanan administratif meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha serta tempat tinggal.

RUU ini mewajibkan penyelenggara pelayanan publik bagi institusi negara korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasar pada UU untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk secara khusus untuk menetapkan standar pelayanan.

Dalam penetapan standar pelayanan, penyelenggara harus memperhitungkan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan dengan mengikutkan masyarakat. "RUU ini juga mengatur sanksi terhadap penyelenggara atau pelaksana berupa teguran tertulis dengan ancaman apabila dalam waktu tiga bulan tidak melaksanakannya dikenai hukuman pembebasan jabatan," kata dia.

Sanksi lain berupa penurunan gaji satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Juga ada sanksi penurunan pangkat satu tingkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan. Begitu pula sanksi pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat bisa diterapkan serta sanksi pembekuan misi dan atau izin yang diterbitkan instansi pemerintah.

Kemudian sanksi apabila dalam jangka waktu 6 bulan tidak melakukan perbaikan kinerja dikenakan pencabutan izin yang diterbitkan instansi pemerintah, khusus untuk korporasi dan atau badan hukum. "RUU ini mewajibkan penyelenggara menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan," kata Asyathry.

Masih Bermasalah

Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) juga menyambut baik keputusan DPR menuntaskan RUU ini. Dalam pernyataan persnya, MP3 menyatakan keputusan DPR ini tentu merupakan hal positif bagi DPR di tengah banyaknya kasus masyarakat yang belum memperoleh hak dasar dan perlakuan adil dalam pelayanan publik.

Namun, MP3 menilai pemerintah sengaja membuat lobang dalam UU itu. "Ruang lingkupnya masih belum jelas, mekanisme dan standar pelayanannya juga seperti apa, pelanggar pelayanan jasa apa saja yang dikenakan sanksi," kata Koordinator MP3, Sulastio, dalam konferensi pers di Gedung DPR, kemarin.

Hal ini, menurut Tio, memang diatur dalam PP yang akan dikeluarkan paling lambat enam bulan lagi. Meski demikian, Tio melihat pembuatan ruang lingkup terkesan bertujuan aneh. "Pemerintah kan bisa diganti. Kalau sedang baik, ruang lingkupnya bisa luas. Tetapi kalau sedang jelek bagaimana, apakah nanti Undang-Undang Pelayanan Publik juga akan diganti?" keluh Tio. n U-1

Undang-Undang Pelayanan Publik

Pasal 44

(1) Penyelenggara yang melanggar kewajiban dan atau larangan yang

diatur dalam undang-undang ini dikenakan sanksi administratif

berupa:

a. Pemberian peringatan,

b. pembayaran ganti rugi,

c. pengenaan denda.

(2) Aparat yang melanggar kewajiban dan atau larangan dikenakan sanksi

administratif berupa:

a. Pemberian peringatan,

b. pengurangan gaji dalam waktu tertentu,

c. pembayaran ganti rugi,

d. penundaan atau penurunan pangkat/golongan,

e. pembebasan tugas dalam waktu tertentu,

f. pemberhentian dengan hormat,

g. pemberhentian dengan tidak hormat.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto