Senin, 05 April 2010

Susno: Info Polri Menyesatkan

Seusai mengajukan permohonan perlindungan ke Komisi III DPR, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengklarifikasi sejumlah pernyataan yang datang dari Mabes Polri terkait pengusutan dugaan mafia kasus pajak.

Salah satunya, informasi yang menyebutkan bahwa salah satu penyidik yang ditetapkan sebagai tersangka, Komisaris A, merupakan "orang Susno" dan anak kesayangannya.

"Info itu sangat menyesatkan. Tidak ada satu biji pun orang Susno. Ini yang saya persalahkan. Dia berlindung di balik saya karena katanya sama-sama pernah di PPATK. Katanya anak kesayangan saya. Dia itu (Komisaris A) dikembalikan lebih awal ke Polri. Sudahlah, jangan bohongi orang," kata Susno di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Susno kembali menegaskan, ia tak berhubungan langsung dengan perkara pajak yang diduga melibatkan sejumlah jenderal di Mabes Polri itu. Secara sistematika kerja, menurut dia, setiap perkara dilaporkan kepada kepala unit atau direktur. Hanya perkara yang bermasalah yang dilaporkan ke Kabareskrim. "Kecuali perkara yang ada masalah. Sebagai Kabareskrim, saya baru tahu ada masalah dalam perkara kalau dilapori oleh wasdik (pengawas penyidik)," ungkapnya.

Wasdik, menurut Susno, merupakan pihak yang menghadiri gelar perkara. Setelah itu, semua laporan perkara bermuara di tangan direktur. Termasuk kewenangan penahanan, menurut dia, merupakan otonom penyidik yang kemudian diusulkan kepada kepala unit dan direktur. "Soal penahanan tidak pernah ke kepala bagian. Dua jenjang tanggung jawabnya adalah kanit dan direktur," katanya.

Pernyataan Susno itu menjawab pertanyaan mengapa selaku Kabareskrim, ia saat itu tidak memerintahkan penahanan terhadap Gayus Tambunan. Mengenai pembukaan blokir rekening, dikatakan Susno, tak sulit untuk menemukan siapa yang harus bertanggung jawab. "Lihat saja yang tanda tangan siapa," ujarnya singkat.(sumber:kompas.com)

Susno: "Decision Maker"-nya Dirjen dan Menteri

Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji mengungkapkan, posisi pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan, hanyalah di lini terbawah dari gambaran struktur proses penetapan pajak. Ia menyebut Gayus sebagai pintu terdepan. Masih ada pejabat di atasnya yang berperan juga dalam "permainan" tersebut. Bahkan, ia mengatakan, pengambil keputusan berada di tangan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan.

"Gayus itu masih kecil. Ibaratnya pintu terdepan, yang terima map. Terus naik ke atas terus. Decision maker-nya ada pada Dirjen dan Menteri (Keuangan)," kata Susno saat mengisi diskusi "Susno Disayang, Susno Ditendang" di Jakarta, Kamis (1/4/2010) sore.

Dikatakan Susno, ia hanya "menendang bola" agar ada perbaikan sistem di tubuh kepolisian, institusi penegak hukum, dan Ditjen Pajak sendiri. "Yang sama statusnya dengan Gayus ada ratusan. Masak negeri sebesar ini pajak kurang dari Rp 1.000 triliun. Saya 'tendang bola', biar sistem bergetar di kejaksaan, kepolisian, pengadilan. Kalau ini tidak gol juga, penonton kecewa," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.

Kasus dugaan mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan telah turut pula menyeret dinonaktifkannya 10 pejabat di atasnya di Ditjen Pajak.(sumber: kompas.com)

Susno: Gayus Itu Bukan Markus, Hanya Pion

Mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji mengaku punya data setidaknya tiga makelar kasus alias markus yang bercokol di Mabes Polri.

"Gayus Tambunan itu bukan markus, tapi dia hanya pion, dia hanya korban," katanya ketika diwawancarai pemandu bedah buku Bukan Testimoni Susno per telepon dari Surabaya, Minggu (4/4/2010).

Di hadapan puluhan peserta bedah buku dalam rangkaian Kompas Gramedia Fair 2010 itu, Susno juga sempat diwawancarai lewat telepon seluler (ponsel) oleh tiga warga Surabaya yang mengikuti bedah buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama setebal 138 halaman itu.

Susno yang juga pernah menjabat Wakapolwiltabes Surabaya menyebutkan, markus yang sebenarnya itu menghubungkan rekayasa perkara dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman. "Dia itu mempunyai kekuatan yang hebat, karena dia mampu menghubungkan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman," katanya.

Ucapan itu, katanya, membuat dirinya sempat diminta untuk membuktikannya. "Saya katakan, saya ibarat pelapor. Pelapor kok disuruh membuktikan, ya mereka yang harus membuktikan bahwa hal itu tidak benar," katanya.

Dalam bedah buku itu, penulisnya, IzHarry Agusjaya Moenzir, menyebutkan jumlah markus yang bercokol di Mabes Polri ada tiga nama. "Saya yakin, Pak Susno akan mengungkapkannya, tapi dia masih menyimpannya. Nanti, semuanya akan diungkap satu per satu," katanya.

Menurut dia, Susno sendiri menyebutkan Gayus Tambunan itu masih merupakan episode awal. "Pak Susno mengakui reformasi di Polri akan sulit bila markus masih ada di ruang yang tak jauh dari ruang Kapolri dan Wakapolri," katanya.

Ia percaya, Susno Duadji sudah lama membenahi masalah itu dari dalam tapi tidak pernah didengar, bahkan dirinya justru menjadi korban berkali-kali. "Sewaktu menjabat Wakapolwiltabes Surabaya, Pak Susno pernah dinonjobkan, karena dia tak mengikuti perintah untuk menghentikan kasus uang palsu yang melibatkan dua jenderal di TNI," katanya.

Ketika menjadi Kapolda Jawa Barat pun, katanya, Susno pernah ditawari setoran Rp 10 miliar dari kasus minuman keras. "Pak Susno bilang setoran itu masih dari satu kasus, padahal di kepolisian banyak yang semacam itu. Masih ada kasus judi, VCD bajakan, prostitusi, dan banyak setoran-setoran dari dunia kejahatan lainnya," katanya.

IzHarry Agusjaya Moenzir menambahkan, buku Bukan Testimoni Susno merupakan karyanya yang ke-15 dan paling laku keras, karena hingga kini sudah terjual 23.000 eksemplar.(sumber: kompas.com)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto