Selasa, 13 April 2010

DPR Minta Kapolri Klarifikasi Terbuka Alasan Penangkapan Susno

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menyayangkan penangkapan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji oleh Polri di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Benny meminta Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menjelaskan alasan penangkapan Susno itu secara terbuka.

"Kami meminta Kepolisian memberikan keterangan terbuka kepada publik terkait penangkapan itu supaya tidak menimbulkan kesan merupakan upaya pembungkaman Susno dalam mengungkapkan mafia kasus di tubuh Polri," ujar Benny sebelum rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/4/2010).

Menurut Benny, Polri seharusnya tidak gegabah menangkap Susno ketika hendak berobat ke Singapura. Apalagi Susno sedang menjadi pusat perhatian. Penangkapan itu akan membuat citra Polri makin merosot tajam.

"Kami melihat penangkapan itu menunjukkan bahwa Kepolisian terkesan panik terhadap langkah-langkah yang dilakukan Susno Duadji mengungkapkan markus di Kepolisian," tegas politisi PD itu.

Benny kembali menegaskan, Komisi III DPR akan melindungi Susno Duadji. "Kami berkepentingan untuk melindungi Susno Duadji supaya dia tetap punya keberanian mengungkap mafia kasus di tubuh Kepolisian," tutupnya.

Senin, 05 April 2010

Susno: Info Polri Menyesatkan

Seusai mengajukan permohonan perlindungan ke Komisi III DPR, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengklarifikasi sejumlah pernyataan yang datang dari Mabes Polri terkait pengusutan dugaan mafia kasus pajak.

Salah satunya, informasi yang menyebutkan bahwa salah satu penyidik yang ditetapkan sebagai tersangka, Komisaris A, merupakan "orang Susno" dan anak kesayangannya.

"Info itu sangat menyesatkan. Tidak ada satu biji pun orang Susno. Ini yang saya persalahkan. Dia berlindung di balik saya karena katanya sama-sama pernah di PPATK. Katanya anak kesayangan saya. Dia itu (Komisaris A) dikembalikan lebih awal ke Polri. Sudahlah, jangan bohongi orang," kata Susno di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Susno kembali menegaskan, ia tak berhubungan langsung dengan perkara pajak yang diduga melibatkan sejumlah jenderal di Mabes Polri itu. Secara sistematika kerja, menurut dia, setiap perkara dilaporkan kepada kepala unit atau direktur. Hanya perkara yang bermasalah yang dilaporkan ke Kabareskrim. "Kecuali perkara yang ada masalah. Sebagai Kabareskrim, saya baru tahu ada masalah dalam perkara kalau dilapori oleh wasdik (pengawas penyidik)," ungkapnya.

Wasdik, menurut Susno, merupakan pihak yang menghadiri gelar perkara. Setelah itu, semua laporan perkara bermuara di tangan direktur. Termasuk kewenangan penahanan, menurut dia, merupakan otonom penyidik yang kemudian diusulkan kepada kepala unit dan direktur. "Soal penahanan tidak pernah ke kepala bagian. Dua jenjang tanggung jawabnya adalah kanit dan direktur," katanya.

Pernyataan Susno itu menjawab pertanyaan mengapa selaku Kabareskrim, ia saat itu tidak memerintahkan penahanan terhadap Gayus Tambunan. Mengenai pembukaan blokir rekening, dikatakan Susno, tak sulit untuk menemukan siapa yang harus bertanggung jawab. "Lihat saja yang tanda tangan siapa," ujarnya singkat.(sumber:kompas.com)

Susno: "Decision Maker"-nya Dirjen dan Menteri

Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji mengungkapkan, posisi pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan, hanyalah di lini terbawah dari gambaran struktur proses penetapan pajak. Ia menyebut Gayus sebagai pintu terdepan. Masih ada pejabat di atasnya yang berperan juga dalam "permainan" tersebut. Bahkan, ia mengatakan, pengambil keputusan berada di tangan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan.

"Gayus itu masih kecil. Ibaratnya pintu terdepan, yang terima map. Terus naik ke atas terus. Decision maker-nya ada pada Dirjen dan Menteri (Keuangan)," kata Susno saat mengisi diskusi "Susno Disayang, Susno Ditendang" di Jakarta, Kamis (1/4/2010) sore.

Dikatakan Susno, ia hanya "menendang bola" agar ada perbaikan sistem di tubuh kepolisian, institusi penegak hukum, dan Ditjen Pajak sendiri. "Yang sama statusnya dengan Gayus ada ratusan. Masak negeri sebesar ini pajak kurang dari Rp 1.000 triliun. Saya 'tendang bola', biar sistem bergetar di kejaksaan, kepolisian, pengadilan. Kalau ini tidak gol juga, penonton kecewa," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.

Kasus dugaan mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan telah turut pula menyeret dinonaktifkannya 10 pejabat di atasnya di Ditjen Pajak.(sumber: kompas.com)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto