Rabu, 22 September 2010

Divonis 5 Tahun, Arafat Minta Dua Atasannya Diusut

Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/9), menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus mafia pajak Gayus HP Tambunan, Kompol Arafat Enanie. Vonis terhadap Arafat satu tahun lebih berat dari tuntutan jaksa.

Selain memastikan menempuh upaya hukum banding, Arafat meminta agar keterlibatan dua atasannya, Brigjen Edmon Ilyas dan Kombes Pambudi Pamungkas, diusut tuntas. Ketua majelis hakim, Haswandi, saat membacakan amar putusan menyatakan, vonis lima tahun penjara terhadap Arafat masih ditambah denda Rp 150 juta.

Hakim menilai Arafat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sesuai Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Arafat dituding menerima suap berupa sepeda motor Harley Davidson senilai Rp 410 juta dari Alif Kuncoro supaya adiknya, Imam Cahyo Maliki, tidak dijadikan tersangka dalam kasus Gayus Tambunan.

Selain itu, Arafat yang bertugas sejak 13 tahun lalu itu didakwa menerima suap sejumlah uang dari Gayus Tambunan dengan nilai bervariasi.

Majelis hakim juga menyebutkan, dua atasan Arafat, yakni Edmon ilyas dan Pambudi Pamungkas, ikut menerima suap dari Gayus dan kuasa hukumnya Haposan Hutagalung. Keduanya menerima masing-masing 50 ribu dolar AS.

Di akhir persidangan, Arafat meminta kepada majelis hakim agar dugaan keterlibatan kedua atasannya, Kombes Pambudi Pamungkas dan Brigjen Edmon Ilyas, diusut tuntas. Dia beralasan, itu adalah konsekuensi putusan majelis hakim mengingat vonis majelis hakim juga menyebutkan keterlibatan Pambudi dan Edmon. "Yang Mulia juga menyebut ada pihak lain yang ikut terlibat," kata Arafat menanggapi vonis.

Arafat menilai vonis lima tahun terlalu berat karena hanya dirinya yang dihukum. Arafat juga menunjuk saksi-saksi yang dihadirkan menyebutkan bahwa ada keterlibatan jaksa Cirus Sinaga dan jaksa Fadil Regan. "Tetapi kok selalu saya yang dibebani," kata Arafat.

Salah seorang kuasa hukum Arafat menimpali: "Alif Kuncoro saja yang memberi Harley Davidson hanya dihukum 1,5 tahun penjara. Lah ini (vonis Arafat) 5 tahun."

Di sidang terpisah, penyuap Arafat, Alif Kuncoro, divonis satu tahun enam bulan penjara karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi penyuapan. Selain pidana satu tahun enam bulan, majelis hakim yang diketuai Mien Trisnawati mengenakan denda Rp 50 juta jika tidak dibayar dapat dikenakan pidana dua bulan penjara.

"Berdasarkan fakta, diadakan pertemuan antara terdakwa dan Kompol Arafat. Selanjutnya terdakwa menerima motor di kediaman Arafat. Kompol Arafat adalah PNS, anggota Polri," kata Mien.

Selanjutnya, kata hakim, terdakwa memberikan motor agar adiknya tidak dijadikan tersangka.

"Maka seluruh unsur dakwaan yang terdapat dalam Pasal 13 UU Tipikor telah terpenuhi pada diri terdakwa," kata Mien saat membacakan amar putusan.

Vonis terhadap Alif lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 2,5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah subsider enam bulan penjara.

Atas vonis tersebut, baik jaksa maupun tim pengacara terdakwa menyatakan pikir-pikir. "Siapa tahu kan jaksa akan banding," kata Danny Surya, kuasa hukum Alif.

Meski demikian, Danny mengakui, pihaknya menilai vonis majelis hakim sudah cukup tepat bagi kliennya, Alif Kuncoro, yang merupakan pemilik Casablanca Motor tersebut.

Upaya Pengerdilan

Sementara itu, Adnan Buyung Nasution menilai ada upaya mengerdilkan perkara kliennya, Gayus Tambunan. Sebab, jaksa tidak bisa menjelaskan asal-muasal uang Gayus sebesar Rp 28 miliar.

Saat membacakan keberatan (eksepsi), Buyung menilai, dakwaan yang dikenakan kepada Gayus aneh karena jaksa hanya menjerat Gayus dengan kasus lain, yaitu terkait dengan keberatan PT Surya Alam Tunggal senilai Rp 570 juta.

Sementara itu, asal-muasal uang senilai Rp 28 miliar sama sekali tidak disebut jaksa dalam dakwaan.

"Penyidik hanya mencoba-coba mencari kesalahan terdakwa dengan mengalihkan kasus besar Rp 28 miliar dengan kasus kecil keberatan pajak PT SAT Rp 570 juta. Apa uang itu turun dari langit?" ujar Buyung.

Buyung bahkan menilai, kliennya merupakan orang yang berjasa dalam membuka skandal megakorupsi yang diduga melibatkan institusi perpajakan, kepolisian, dan kejaksaan.

Dalam eksepsinya, tim pengacara Gayus menjelaskan bagan terkait aliran uang Gayus Tambunan. Namun, penjelasan pengacara tersebut sempat mengundang keberatan dari tim jaksa.

"Itu adalah hak dari penasihat hukum untuk ajukan keberatan. Kami berikan kesempatan sepenuhnya untuk menggunakan haknya," sanggah hakim Albertina Ho.

Indra menjelaskan, dari pihak ketiga terdakwa kurang lebih Rp 28 miliar didapat dari tiga sumber. Di sela penjelasan ini, jaksa lagi-lagi keberatan. Namun hakim kembali menyanggah keberatan jaksa.

PADA bagan kedua, tim kuasa hukum Gayus menjelaskan aliran dana kepada penegak hukum pada kasus Gayus yang pertama disidik oleh kepolisian dengan total 890 ribu dolar AS. Selain itu, ada pula aliran dana 1 juta dolar AS untuk diberikan kepada jaksa dan hakim.

Mantan kuasa hukum Gayus, Haposan Hutagalung, dalam sidang perdana kemarin didakwa pasal berlapis tentang turut serta melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum.

Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Sumartono, Haposan dinilai berperan menyiasati seolah-olah rekening milik Gayus senilai Rp 28 miliar yang diblokir itu bukan berasal dari uang yang diterima wajib pajak atau konsultan pajak.

"Melainkan hasil bisnis pengadaan tanah di Jakarta Utara antara Gayus dan Andy Kosasih," tutur Sumartono di hadapan majelis hakim yang dipimpin H Taksin.

Senin, 20 September 2010

Pembahasan RUU Habiskan Rp 1,7 Miliar

ANGGARAN untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) di parleme juga menguras kas negara . Khusus untuk studi banding ke luar negeri oleh Panja DPR sebelum RUU bersangkutan disusun sudah menghabiskan Rp 1,7 miliar.

"Setiap pembahasan RUU ada jatah studi banding ke tiga negara dengan diikuti 13 anggota panja dan dua orang dari sekretariat. Untuk setiap RUU dialokasikan Rp 1,7 miliar untuk plesiran, baik RUU inisiatif DPR maupun usul Pemerintah," ujar Sekjen Nasional FITRA, Yuna Farhan, Minggu (19/9).
Selain pembahasan UU yang ditambahi biaya yang sangat mahal, setiap alat kelengkapan di DPR juga diberi keleluasaan "jalan-jalan" ke luar negeri. Masing-masing mendapat jatah alokasi dana sesuai dengan jarak negara tujuan studi banding.
Yang sedang jadi sorotan saat ini adalah kunjungan kerja DPR ke Afrika Selatan, Inggris, Kanada, dan Kore Selatan untuk melihat Pramuka di negara-negara tersebut.(*)

rincian DIPA DPR ke luar negeri:
* Kunker dalam rangka penetapan RUU inisiatif DPR: Rp 17,8 miliar
* Kunker Baleg: Rp 2 miliar
* Kunker pembahasan RUU usul DPR: Rp 26,7 miliar
* Kunker BAKN: Rp 940 juta
* Kunker 11 Komisi: Rp 14,9 miliar
* Kunker komisi kasus spesifik: Rp 2,2 miliar
* Kunker Badan Anggaran, Rp 2 miliar
* Delegasi dalam kegiatan organisasi parlemen internasional: Rp 8,1 miliar
* Delegasi dalam kegiatan parlemen regional: Rp 4 miliar
* Kunjungan teknis BKSAP ke Australia, Qatar, Suriah, China, Korea Utara, Mexico, dan Afrika Selatan: Rp 6,8 miliar
* Kunker BK: Rp 1,6 miliar
* Studi komparasi pengelolaan anggaran parlemen BURT: Rp 3 miliar.
* Kunker Pimpinan DPR: Rp 15,5 miliar

Apa Saja yang Janggal dalam Kasus Gayus?

Perkara pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Tambunan terus bergulir pascapengungkapan adanya dugaan praktik makelar kasus yang dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa ia melihat ada sistem hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Hal sama dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Apa saja kejanggalan dalam perkara Gayus?
Kejanggalan terjadi saat tidak dilanjutkan perkara tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak yang mengirimkan uang Rp 25 juta ke rekening Gayus untuk mengurus pajak kliennya. Awalnya, penyidik menangani perkara Roberto dan Gayus bersamaan. Namun, hanya perkara Gayus yang dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejanggalan lain, penyidik tidak menahan Gayus setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan terkait uang Rp 395 juta yang ada di rekening dia. Gayus tidak ditahan hingga proses pengadilan selesai.
Kejanggalan selanjutnya, kejaksaan menghilangkan perkara korupsi yang dijerat oleh penyidik kepada Gayus dan hanya melimpahkan perkara penggelapan dan pencucian uang. Menurut jaksa, hasil gelar perkara hanya dua pasal itu yang dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Hakim lalu memutuskan vonis bebas terhadap Gayus.
Hal yang paling disorot publik adalah tidak diusutnya asal-usul uang Rp 24,6 miliar yang ada di rekening Gayus. Menurut Susno, diduga penyidik serta jaksa menikmati uang itu setelah pemblokiran dibuka. Kapolri telah memerintahkan untuk mengusut uang yang diakui milik Andi Kosasi itu.
Selain itu, awalnya, penyidik menyatakan hanya ada tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus, berjumlah Rp 395 juta. Namun, menurut PPATK, ada banyak transaksi mencurigakan di rekening Gayus yang telah dilaporkan kepada penyidik. Setelah dikonfirmasi pernyataan PPATK itu, polisi menyatakan ada 19 transaksi mencurigakan yang masih disidik.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto