Rabu, 24 Juni 2009

Busung Lapar Renggut Nyawa Bocah 9 Tahun

BUSUNG lapar kembali merenggut nyawa. Sukria (9), warga Desa Pempen, Lampung Timur, akhirnya meninggal dunia di rumah pamannya, Desa Bulok, Pekon Gunung Terang, Tanggamus, Senin (22-6).

Sebelumnya, busung lapar di Lampung merenggut nyawa Maulana (5), warga Kotabaru, Panjang, Bandar Lampung, pada Rabu (3-6), pukul 02.00. Korban tewas lain, Elva Andreansyah (2), warga Jalan Wahidin Sudiro Husodo, Pengajaran, Telukbetung Utara, Bandar Lampung. Wiji (12), warga Tanggamus, juga meninggal di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) Bandar Lampung karena busung lapar.

Sejak dibawa ke RSUAM pada Kamis (28-5) hingga ajal menjemput, Sukria dalam keadaan tidak sadar. Di RSUAM, Sukria dirawat selama tiga pekan. Namun, pada Rabu (17-6), pihak keluarga membawa pulang bocah kelas I SDN 2 Pempen Lamtim itu ke rumah pamannya di Tanggamus. "Biaya pengobatan memang ada yang membayar. Tapi. kami yang menunggu di rumah sakit kan butuh makan juga. Masalahnya saya nggak bisa bekerja. Jadi kami terus mengeluarkan uang untuk biaya hidup di rumah sakit tanpa ada pemasukan," kata Harudin, ayah Sukria sebelum membawa pulang putranya.

Kakak korban, Iyah (21), menuturkan sebelum meninggal suhu tubuh Sukria cukup tinggi. Dalam kondisi setengah sadar Sukria sempat mendapat perawatan dokter puskesmas setempat dan pada pergelangan tangannya dipasangi infus. "Badannya panas dan dia sempat kejang-kejang. Makanya keluarga langsung meminta bantuan petugas puskesmas," kata Iyah.

Namun, dokter puskesmas tidak berhasil menyelamatkan Sukria. Anak ketujuh pasangan Harudin dan almarhumah Sukenah ini mengembuskan napas terakhirnya sekitar pukul 15.30. "Keluarga sudah pasrah dan berusaha mengikhlaskan kepergian Sukria. Mungkin ini jalan terbaik untuk adik saya," kata Iyah.

Senin petang, jasad Sukria dibawa kembali ke rumahnya di Lampung Timur. Jenazah bocah pengidap busung lapar yang disertai tuberkulosis itu dikebumikan sekitar pukul 08.00, kemarin.

UU Pelayanan Publik Ubah Mentalitas Aparat

SETELAH melalui proses panjang selama empat tahun, DPR akhirnya mengesahkan RUU Pelayanan Publik menjadi undang-undang dalam rapat paripurna di Gedung DPR/MPR, Selasa (23-6). Pengesahan RUU ini diharapkan dapat mengubah budaya kerja aparatur.

Ketua Panja RUU Pelayanan Publik Sayuti Asyathri (F-PAN) mengemukakan, UU ini nantinya memberi perlindungan kepada masyarakat yang dirugikan lembaga pemerintah, swasta, dan perusahaan. "Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan hukum," kata dia.

Asyathry mengatakan RUU Pelayanan Publik diharapkan dapat mengubah budaya kerja aparatur serta mengubah pola pikir negara kekuasaan menjadi negara pelayanan publik. Dalam RUU ini, katanya, diatur rangkaian kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan publik atas barang, jasa dan pelayanan administratif diatur secara saksama, terukur, jelas, dan perinci. "Kita harapkan dalam layanan publik itu dapat mempermudah birokrasi yang terlalu berbelit-belit," kata Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PAN ini.

Pengaturan Sanksi

Seluruh fraksi DPR menyetujui pengesahan RUU itu untuk meningkatkan pelayanan publik secara menyeluruh. Dengan demikian, pelanggaran terhadap hak-hak pelayanan publik akan menuai hukuman. "Harapan kami ya semua mempermudah akses ke publik. Apa pun yang melanggar hak publik ada sanksinya, bervariasi," kata juru bicara Fraksi Partai Golkar Ferry Mursyidan Baldan.

Asyathry menjelaskan ruang lingkup kebutuhan publik atas barang, jasa, dan pelayanan administratif meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha serta tempat tinggal.

RUU ini mewajibkan penyelenggara pelayanan publik bagi institusi negara korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasar pada UU untuk kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk secara khusus untuk menetapkan standar pelayanan.

Dalam penetapan standar pelayanan, penyelenggara harus memperhitungkan kebutuhan masyarakat dan kondisi lingkungan dengan mengikutkan masyarakat. "RUU ini juga mengatur sanksi terhadap penyelenggara atau pelaksana berupa teguran tertulis dengan ancaman apabila dalam waktu tiga bulan tidak melaksanakannya dikenai hukuman pembebasan jabatan," kata dia.

Sanksi lain berupa penurunan gaji satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun. Juga ada sanksi penurunan pangkat satu tingkat selama satu tahun dan pembebasan dari jabatan. Begitu pula sanksi pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat bisa diterapkan serta sanksi pembekuan misi dan atau izin yang diterbitkan instansi pemerintah.

Kemudian sanksi apabila dalam jangka waktu 6 bulan tidak melakukan perbaikan kinerja dikenakan pencabutan izin yang diterbitkan instansi pemerintah, khusus untuk korporasi dan atau badan hukum. "RUU ini mewajibkan penyelenggara menyusun dan menetapkan maklumat pelayanan yang merupakan pernyataan kesanggupan memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan," kata Asyathry.

Masih Bermasalah

Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) juga menyambut baik keputusan DPR menuntaskan RUU ini. Dalam pernyataan persnya, MP3 menyatakan keputusan DPR ini tentu merupakan hal positif bagi DPR di tengah banyaknya kasus masyarakat yang belum memperoleh hak dasar dan perlakuan adil dalam pelayanan publik.

Namun, MP3 menilai pemerintah sengaja membuat lobang dalam UU itu. "Ruang lingkupnya masih belum jelas, mekanisme dan standar pelayanannya juga seperti apa, pelanggar pelayanan jasa apa saja yang dikenakan sanksi," kata Koordinator MP3, Sulastio, dalam konferensi pers di Gedung DPR, kemarin.

Hal ini, menurut Tio, memang diatur dalam PP yang akan dikeluarkan paling lambat enam bulan lagi. Meski demikian, Tio melihat pembuatan ruang lingkup terkesan bertujuan aneh. "Pemerintah kan bisa diganti. Kalau sedang baik, ruang lingkupnya bisa luas. Tetapi kalau sedang jelek bagaimana, apakah nanti Undang-Undang Pelayanan Publik juga akan diganti?" keluh Tio. n U-1

Undang-Undang Pelayanan Publik

Pasal 44

(1) Penyelenggara yang melanggar kewajiban dan atau larangan yang

diatur dalam undang-undang ini dikenakan sanksi administratif

berupa:

a. Pemberian peringatan,

b. pembayaran ganti rugi,

c. pengenaan denda.

(2) Aparat yang melanggar kewajiban dan atau larangan dikenakan sanksi

administratif berupa:

a. Pemberian peringatan,

b. pengurangan gaji dalam waktu tertentu,

c. pembayaran ganti rugi,

d. penundaan atau penurunan pangkat/golongan,

e. pembebasan tugas dalam waktu tertentu,

f. pemberhentian dengan hormat,

g. pemberhentian dengan tidak hormat.

Densus 88 Tangkap 6 Teroris di Lampung

SETELAH sukses menangkap dua orang terkait kasus teroris di Cilacap dan Purbalingga, Jawa Tengah, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri kembali membekuk enam orang yang diduga kuat anggota jaringan teroris. Mereka ditangkap di Lampung.
"Enam orang yang ditangkap Densus 88 diduga terlibat kasus teroris. Mereka bukan berasal dari Lampung, melainkan warga asing yang ditangkap saat melintas di wilayah Lampung," kata Kapolda Lampung Brigjen Pol. Ferial Manaf melalui Dirintelkam Kombes Pol. Suroso Hadi Suswoyo, Selasa (23/6) malam.
Polisi masih mengembangkan tersangka teroris yang ditangkap di Lampung itu. Salah satu yang dibekuk adalah warga negara Singapura bernama Husaini. Dia merupakan salah satu jaringan teroris Slamet Kastari dan Fajar Taslim yang merencanakan pengeboman Bandara Changi di Singapura.
Sebelumnya Densus 88 menangkap Saefudin Zuhri (40) di Cilacap dan Busamudin alias Mistam (39) di Jakarta. Keduanya adalah buron yang dikejar sejak kelompok teroris Palembang, Sumatera Selatan, terungkap pada 2 Juli 2008. Dalam penggerebekan saat itu, ditangkap 10 tersangka dengan barang bukti 20 bom siap ledak.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, April lalu, sudah memvonis tiga di antara mereka, yakni Muhamad Hasan alias Fajar Taslim divonis 18 tahun, Al Masyhudi 12 tahun, dan Wahyudi 10 tahun. Sisanya masih menjalani persidangan di Pengadilan Jakarta Pusat.
Secara terpisah, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Susno Duadji mengatakan pihaknya masih memeriksa intensif warga negara asing (WNA) asal Singapura yang ditangkap di Lampung.
"Lagi pula, mereka masih diperiksa. Kan ada saksi dan jika memenuhi syarat baru ditentukan sebagai tersangka," kata dia saat ditanya soal jumlah orang yang ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka teroris.
Ketika ditanya apakah warga negara Singapura yang ditangkap itu terkait dengan Slamet Kastari, teroris warga Singapura, Susno mengatakan belum tahu. "Masih dalam pemeriksaan. Kita masih mencari hubungan satu dengan lainnya."
Susno mengutarakan Mabes Polri masih terus mengembangkan penangkapan anggota teroris di Cilacap dan Lampung. "Sedang dicari hubungan satu sama lain, apa benar ada kaitannya dengan teroris atau tidak."
Dia mengatakan delapan orang yang diperiksa tersebut ada yang diperiksa sebagai saksi. "Ada yang diperiksa sebagai saksi, ada yang cuma tahu tempatnya, temannya. Beri waktu kepada Densus 88, baru simpulkan," tutur Susno.

Jumat, 19 Juni 2009

Dihukum 2 Tahun, Syahril Sabirin Kecewa

MANTAN Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin merasa dizalimi dan kecewa terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) terhadap perkara hak tagih (cessie) Bank Bali.

Syahril mengatakan pada tahun 2002 dirinya diputuskan sebagai tersangka kasus Bank Bali, dan pada pengadilan pertama diputuskan bersalah dengan 3 tahun penjara.

"Padahal semua saksi tidak ada yang memberatkan saya. Saya tidak tahu yang terjadi di belakang layar seperti apa, saya ajukan banding di pengadilan tinggi ternyata saya bebas murni. Kebebasan itu saya sudah nikmati selama 5 tahun," tuturnya dalam jumpa pers di Gedung BI, Jalan Thamrin, Jakarta, Jumat (12/6/2009).

Namun dirinya merasa kecewa karena pada Kamis (11/6/2009), Kejaksaan agung mengajukan PK ke MA dan diterima.

"Kemarin saya diputuskan dihukum 2 tahun saya sangat kecewa karena pada dasarnya PK yang diajukan oleh Kejagung ke MA tidak wajar," ujarnya.

Alasannya adalah yang dapat mengajukan PK itu seharusnya pihak yang terpidana atau terdakwa.

"Jadi bukannya Kejaksaan Agung. Dalam keputusan Mahkamah Konstitusi juga disebutkan kalau yang bisa mengajukan PK adalah terpidana. Untuk itu saya merasa dizalimi. Dalam hal ini majelis Hakim Agung itu melanggar Mahkamah Konstitusi," tandasnya didampingi kuasa hukunmnya M. Assegaf.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto