Rabu, 05 November 2008

Petani Kopi Makin Terpuruk

SETELAH harga kopi anjlok akibat terimbas krisis global. Petani kopi makin terpuruk akibat sejumlah pedagang pengumpul tidak mampu membayar produk mereka seiring kekisruhan yang terjadi di Bank Tripanca.

Selain itu, pedagang pengumpul untuk sementara menghentikan pembelian kopi karena ketiadaan dana sambil menunggu kejelasan pengembalian dana mereka yang masih tertahan.

Edi, salah seorang pedagang pengumpul kopi di Talang Padang, mengaku ia dan pedagang lain kini kesulitan membayar kopi dan lada milik petani yang telah mereka ambil lebih dahulu. Bahkan, ia terpaksa harus kucing-kucingan karena tidak tahan ditagih para pedagang rekanannya.

Seperti diketahui, hampir seluruh pedagang pengumpul kopi melakukan transaksi perbankan dengan Bank Tripanca yang juga menangani bisnis hasil bumi. Akibatnya ratusan ton kopi dan lada milik petani ikut tertahan di gudang-gudang milik Sugiharto Wiharjo alias Alay ini. Kondisi ini mengakibatkan banyak tunggakan para pedagang kepada petani yang tak terbayar.

Sementara itu, kuasa hukum/pengacara PT Tripanca Group, Albert Tiensa, Selasa (4-11), mengatakan berdasar pada faksimile yang dia terima, Komisaris Tripanca Group Sugiarto Wiharjo (Alay) menolak isi gudang 100% menjadi milik Bank Mega dan Deutsche Bank. Pasalnya dalam perjanjian pembiayaan resi gudang (warehouse receipt financing) hanya 70% yang dibayar bank.

"Walau ketentuannya 70%, kalau bisa kami hanya sanggup membayar 30%--50% ke bank," kata Albert Tiensa, tanpa bersedia menjelaskan nilai nominal yang dibayar kedua bank tersebut.

Isi faksimile yang dikirim Alay, menurut Albert, hanya membahas penyelesaian masalah utang kepada penyuplai kopi, kakao, lada, dan cengkih. Sedangkan masalah PT BPR Tripanca Setiadana (Bank Tripanca) tidak dibahas sama sekali. Mengenai rapat umum pemegang saham (RUPS) belum dapat dilaksanakan karena pemegang saham pengendali, yakni Alay, tidak dapat hadir.

Informasi yang dihimpun Lampung Post, Bank Mega tidak mau ikut rugi akibat turunnya harga kopi saat pembiayaan, yakni Rp20 ribu/kg menjadi Rp15 ribu/kg. Akibat penurunan harga 25% itu, bank meminta Alay menanggungnya. Jika tidak, seluruh isi gudang akan menjadi milik bank.

Mengenai hal ini, Albert mengatakan penurunan harga kopi bukan keinginan Alay. "Krisis ini termasuk force majeure (keadaan memaksa) dan diatur dalam perjanjian. Soal harga turun, mestinya jangan dibebankan ke debitur. Bank jangan bertindak sepihak dan mementingkan diri sendiri. Kalau pengusaha lagi sulit, ya, bantu dong. Katanya bank mitra masyarakat. Kalau perlu suntik dana," kata Albert.

Untuk membicarakan masalah ini, rencananya Tripanca bertemu Bank Mega dan Deutsche Bank, hari ini (5-11). "Kami akan bertemu besok (hari ini, red). Pada prinsipnya kami keberatakan kalau 100% disita," kata Albert. Terhadap masalah ini, Branch Manager Bank Mega Lampung, Dedy Solihin, tidak dapat dikonfirmasi. Pesan singkat yang dikirim sebanyak dua kali tidak dibalas.

Faksimile yang dikirim Alay, menurut Albert, juga menyinggung penyelesaian pembayaran kepada penyuplai. "Kami akan mencari solusi terbaik berdasarkan prinsip win-win solution. Memang tidak dijanjikan akan dibayar lunas, tapi bergantung pada kemampuan atas penjualan aset yang sedang kami audit. Masalah utang-piutang akan dicarikan solusi bersama," kata Albert.(sumber: Lampung Post)

Anggaran Pendidikan 20% Membingungkan

MENYIKAPI pelaksanaan alokasi 20% untuk sektor Pendidikan dalam APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009 mendatang, Dinas Pendidikan Lampung Tengah menggelar Rapat Kerja dengan stakeholder bertajuk Evaluasi Program 2008 dan Sinkronisasi Program, di Local Education Centre (LEC) Gunung Madu Plantations, 29 Oktober 2008.

Dalam acara ini, Dinas Pendidikan Lampung Tengah menghadirkan tiga pembicara yakni Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Ridwan Sory Ma’oen Ali, Ketua Komisi D DPRD Lamteng Diana Triastuti, S.Si., Jhonson Napitupulu dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, dua pembicara lain adalah dari Badan Pengelola Keuangan Daerah dan dari Bappeda Lampung Tengah.

Bupati Lampung Tengah Mudiyanto Thoyyib ketika membuka Raker tersebut mengatakan, Raker ini dimaksudkan untuk mengetahui komitmen masing-masing stakeholder pendidikan dalam menyikapi alokasi dana 20 persen untuk pendidikan di APBD 2009 mendatang.

"Melalui Raker ini diharapkan ada masukan yang penting agar dana pendidikan yang akan dialokasikan dalam APBD mendatang benar-benar tepat sasaran," katanya.

Menurut Mudiyanto Thoyyib, bicara masalah pendidikan tidak akan ada habis-habisnya, karena masalah dunia pendidikan yang sangat kompleks, selalu mengikuti perkembangan jaman. Ada filosofi seorang negarawan Mesir yang mengatakan “didiklah anak-anakmu pada jamannya, jangan kau didik anak-anakmu pada jamanmu”.

Itu mengisyaratkan bahwa pendidikan ada perubahan, dan setiap perubahan selalu perbaikan. Bahkan ada sebuah hadis Nabi yang mengatakan bahwa “Jika engkau menghendaki kebahagiaan dunia maka dengan ilmu, jika engkau menghendaki kebahagiaan akhirat maka dengan ilmu”.

“Sejalan dengan tujuan negara kita mewujudkan masyarakat yang sejahtera, modalnya adalah kecerdasan”, tegas Bupati Lampung Tengah Mudiyanto Thoyyib.

Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orangtua. Masyarakat sesuai UU Sisdiknas adalah kelompok warganegara diluar pemerintah yang mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan.

Isu yang saat ini sedang hangat adalah tentang anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD. Selama tiga tahun terakhir ini anggaran pendidikan di Kabupaten Lampung Tengah telah ada peningkatan dari 6% tahun 2006, kemudian 11,5% tahun 2007 dan 12,5% tahun 2008.

Mengenai anggaran 20% tersebut, menurut Mudiyanto Thoyyib, yang masih membingungkan adalah cara menghitungnya, apakah termasuk gaji guru atau tidak? Kalau 20% dari total APBD, bisa-bisa banyak jalan yang tidak bisa direhab atau banyak Dinas yang mogok karena tidak ada kegiatan.

Kita harus tahu persis berapa tambahan DAU untuk Kabupaten Lampung Tengah, dan menghitungnya harus benar-benar teliti. Apalagi saat ini kenaikan gaji 20% dan tunjangan 10% belum dibayar, kata Bupati.

Porsi anggaran pendidikan Kabupaten Lampung Tengah, tambahnya, adalah yang paling tinggi dari 8 kabupaten di Provinsi Lampung.

“Saya mohon dalam waktu dekat ini Kepala Bappeda, Kepala Pendapatan Keuangan Daerah dan Dinas Pendidikan serta Komisi D untuk merumuskan porsi anggaran yang sebenarnya menurut edaran Mendagri,” kata Bupati.

Kesiapan Keuangan

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Lampung Tengah Herman menyampaikan materi tentan kesiapan Pemda Lampung Tengah untuk mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% tahun 2009.

Menrut dia, untuk melaksanakan amanat UU tentang alokasi anggaran 20% untuk pendidikan, kita harus tahu dulu keseimbangan keuangan daerah. Kalau tidak ada keseimbangan, sulit untuk dilaksanakan.

Tatkala dana pendidikan dinaikkan sementara sumber pendapatannya tidak dinaikkan APBD Kab. Lampung Tengah diseting dalam satu surplus. PAD Rp21 M, dana bagi hasil pajak total Rp77 M, DAU Rp669 M, DAK Rp55 M, dana bagi hasil PKB/BBNKB provinsi Rp24 M, dana infrastruktur Rp29 M. Total pendapatan Kabupaten Lampung Tengah Rp877 M, belanja Rp840 M.

Tatkala ini dinaikkan 20%, Lampung Tengah yang bermasalah. Lampung Tengah ini jumlah gurunya 9941 dengan total gajinya Rp346 M. Rp346 M untuk membelanjai guru saja. PNS-nya untuk gaji Rp13 M. Total semuanya Rp360 M.

Di dalam melaksanakan belanja langsung Dinas Pendidikan kita alokasikan Rp45 M. Total selurunya untuk belanja pendidikan lampung tengah Rp405 M dari total APBD Rp840 M. Hampir 50%.

Seluruh yang namanya urat nadi di Kabupaten Lampung Tengah ini disuplai melalui Dana Alokasi Umum yang jumlahnya Rp669 M. Dana DAU ini untuk membiayai belanja langsung dan tidak langsung.

Permasalahan sekarang, jumlah pegawai di Lampung Tengah ini hampir 15.000 orang, yang 10.000 di Dinas Pendidikan, sisanya tersebar di instansi lainnya. Kita menaikkan gaji 20% tadi memerlukan dana hampir Rp6 M/bulan. Dengan keadaan seperti ini APBD Lampung Tengah mengalami minus.

DAU naik menjadi Rp690 M, tunjangan tenaga pendidikan Rp23 M, tunjangan beras Rp13 M. total . untuk belanja yang sudah dihitung sudah hampir mencapai Rp684 M. hanya tersisa Rp6 M untuk membangun infrastruktur Lampung Tengah.

“Bagaimana kita bisa pintar dengan kondisi keuangan seperti ini? Kita cerdas, kita pintar, tapi kita kena penyakit kuning,” kata Herman.

Ini tidak bisa dibayangkan. Sekarang ini kalau kenaikan DAU tidak signifikan, maka tidak mungkin Kabupaten Lampung Tengah ini bisa membangun infrastruktut, karena habis dana DAU ini untuk belanja pegawai.

Tugas Berat

Kepala Dinas Pendidikan Ridwan Sory Ma’oen Ali dalam kesempatan itu mengakui, pihaknya mendapat tugas yang cukup berat bila saja dana pendidikan sebesar 20% tersebut terealisasikan.

Masalahnya, kata Ridwan Sory, selain dihadapkan dengan kurangnya sumber daya aparatur (SDM) yang belum memadai, juga adanya ketentuan otorisasi keuangan yang semakin ketat.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah masih belum adanya sikap dan budaya masyarakat yang mengarah pada educational oriented. Dijelaskannya, untuk SDM tenaga pendidik di Lampung Tengah ini sebagian besar belum memiliki gelar sarjana seperti yang diharapkan, sehingga mau tidak mau berimbas pada profesionalisme guru.

Sedang dari aspek pendanaan, alur administrasinya sangat ketat seperti tertuang dalam Peraturan Mendagri nomor 13 tahun 2006. Misalnya saja, sistim penunjukan langsung untuk sebuah proyek yang sifatnya mendesak tidak diperbolehkan lagi.

"Sementara persepsi masyarakat terhadap pendidikan tertuju pada hasil, bukan proses pendidikan itu sendiri. Sehingga orientasi masyarakat pada pendidikan masih lemah," kata Ridwan Sory.

Usaha untuk memperbaiki kelemahan ini, menurut Ridwan Sory terus diupayakan. Seperti penambahan wawasan melalui kompetensi guru, memperkuat staf administrasi di kantor Dinas dan Cabang Dinas Kecamatan serta langkah sosialisasi lainnya kepada masyarakat serta perbaikan sarana secara bertahap.

Sementara Anggota Komisi D DPRD Diana Triastuti mengatakan bahwa lembaganya sepakat dan berkomitmen mengalokasi dana pendidikan sebesar 20% dari APBD. "Pokoknya kami menjamin alokasi dana tersebut dalam APBD mendatang benar-benar terealisasi," katanya. (amd)

Selasa, 04 November 2008

Rehabilitasi SDN 2 Gunung Terang Bermasalah

KOMISI D DPRD Bandar Lampung akan menindaklanjuti dugaan kasus DAK (dana alokasi khusus) rehabilitasi SDN 2 Gunung Terang, Tanjungkarang Barat. Komite sekolah tersebut dipanggil untuk dimintai penjelasan tentang masalah itu.

"Saya akan berkoordinasi dengan anggota komisi. Dalam waktu dekat kami akan memanggil ketua komite sekolah tersebut," kata Ketua komisi D DPRD Bandar Lampung, Heri Mulyadi, Senin (3-11).

Pihaknya meminta keterangan kepala sekolah. Setelah mengumpulkan data lapangan, pihaknya akan memanggil kepala Dinas Pendidikan Bandar Lampung untuk menjelaskan kasus tersebut.

"Kalau fakta di lapangan ditemukan indikasi yang kuat, akan mejadi masukan bagi kami untuk mengambil tindakan tegas," kata dia.

Menurut dia, pelanggaran prosedur ini bisa bermuara ke hukum kalau ditemukan penyimpangan dan kerugian negara yang berindikasi korupsi.

Pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan Dinas Pendidikan agar hati-hati dalam mengelola DAK. Harus mengikuti prosedur yang ada, yaitu sesuai dengan Permendiknas Nomor 10 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis DAK Pendidikan.

Sebab, kasus serupa ini bukan yang pertama kali terjadi, tahun 2006 pernah terjadi kasus yang sama, bahkan beberapa kasus naik ke kejaksaan.

Kepala Dinas Pendidikan Bandar Lampung, Idrus Effendi, sulit ditemui di kantornya. Ketika dihubungi melalui telepon berkali-kali, Idrus tidak mau mengangkat telepon. Bahkan, ketika dikirim SMS, tidak ada jawaban.

Ketua Harian Dewan Pendidikan Bandar Lampung, Yudirman, mengatakan kasus rehabilitasi SDN 2 Gunung Terang juga dialami 11 SDN lain. Berdasar pada pengaduan 11 komite sekolah, rehabilitasi sekolah melanggar Permendiknas Nomor 10 Tahun 2008 tentang Juknis DAK Pendidikan.

Dalam Permendiknas itu dijelaskan komite sekolah bertanggung jawab dalam pelaksanaan DAK, artinya kepala sekolah bersama dengan komite sekolah mengelola DAK secara transparan.

Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 juga menjelaskan pengadaan barang dan jasa secara swakelola.

Swakelola itu bertujuan melibatkan masyarakat secara aktif sehingga membantu perekonomian bawah dan menimbulkan tanggung jawab dalam masyarakat.

"Komisi D DPRD dan Dinas Pendidikan harus mencari solusi tentang pelanggaran prosedur ini," kata dia.

Sekretaris Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI), Gino Vanollie, mengatakan kalau ada oknum Dinas Pendidikan yang terlibat pengelolaan DAK ini, kepala sekolah harus berani melaporkan ke pihak yang berwenang. Jangan sampai kepala sekolah menjadi korban atas pelanggaran itu.

Dia juga meminta kepala Dinas Pendidikan menindak tegas oknum yang terlibat rehabilitasi sekolah itu. "Kepala sekolah jangan main-main mengelola DAK. Tahun lalu seorang kepala MTs dipenjara karena melanggar prosedur DAK. Jangan sampai kepala sekolah menjadi korban lagi," kata Gino.(sumber: Lampung Post)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto