Tanggal 20 April 2007 lalu Kabupaten Empat Lawang di Sumatera Selatan resmi terbentuk. Peresmiannya membawa fase baru bagi derap pembangunan kawasan yang selama ini nyaris terabaikan oleh laju pembangunan. Kabupaten Empat Lawang, sekitar 400 kilometer arah barat Kota Palembang, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Lahat. Kabupaten baru itu mempunyai luas 225.644 hektar atau 34 persen dari luas Kabupaten Lahat sebelum dimekarkan. Secara geografis, bagian utara wilayah Empat Lawang berbatasan dengan Kabupaten Musi Rawas, bagian selatan dengan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu. Di bagian timur juga berbatasan dengan Lahat, sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahyang, juga di Provinsi Bengkulu. Wilayah Empat Lawang memiliki tujuh kecamatan, yaitu Muara Pinang, Pendopo, Ulu Musi, Tebing Tinggi, Lintang Kanan, Pasemah Air Keruh, dan Talang Padang. Ibu kota kabupatennya adalah Kecamatan Tebing Tinggi. Tidak banyak jejak pembangunan masa lalu yang tertoreh pada kecamatan-kecamatan itu. Kontur wilayah yang sebagian terdiri atas kawasan perbukitan yang berliku-liku dan terjal membuat daerah ini berpuluh-puluh tahun seperti tak tersentuh pembangunan. Hingga kini, satu-satunya akses penghubung antarkecamatan di wilayah itu hanyalah jalan provinsi, sedangkan akses jalan menuju ke ibu kota kabupaten berupa jalan negara. Itu pun kondisinya sangat memprihatinkan. Akses dari Lahat menuju ke Tebing Tinggi, misalnya, hanya bisa ditempuh melalui jalan lintas tengah (jalinteng) Sumatera. Ruas jalan negara sepanjang 76 kilometer itu sudah bertahun-tahun dibiarkan rusak parah, berlubang-lubang, dan aspalnya terkelupas. Ruas jalan Lahat-Tebing Tinggi itu bahkan tidak bisa dilalui oleh kendaraan bermuatan besar sejak ambruknya Jembatan Sungai Pangi di Desa Ulak Bandung, Kecamatan Kikim Barat, Lahat, Maret 2006. Jembatan darurat yang telah dibangun di samping jembatan yang roboh itu hanya bisa dilewati kendaraan berkapasitas maksimum lima ton. Pembangunan jembatan permanen yang menggantikan Jembatan Sungai Pangi sampai sekarang belum selesai dikerjakan. Akibatnya, truk-truk bermuatan besar dari Lubuk Linggau ke Palembang terpaksa memutar ke jalan lintas timur (jalintim) Sumatera melalui Sarolangun, Muara Bulian, Jambi, dan Bayung Lencir, dengan waktu tempuh jauh lebih lama. Pembangunan infrastruktur dan transportasi di kecamatan-kecamatan lainnya juga nyaris terabaikan. Di Ulu Musi (54 kilometer dari Tebing Tinggi), misalnya, hanya ada satu jalan utama yang juga merupakan akses penghubung ke Kabupaten Kepahyang. Sebagian ruas jalan provinsi itu juga rusak parah. Demikian pula di kawasan Pasemah Air Keruh, yang jaraknya paling jauh dari Tebing Tinggi (67 km), sangat jarang ditemukan angkutan umum. Fasilitas yang minim juga sangat terlihat pada bidang kesehatan. Di Kecamatan Ulu Musi, sebagian puskesmas dibiarkan tanpa dokter atau penjaga. Sarana yang serba terbatas menghambat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Sampai kini belum ada investor yang menanamkan modal dan mengolah sumber daya alam di wilayah itu. Padahal, kabupaten baru itu telah menargetkan realisasi pendapatan asli daerah (PAD) Rp 84 miliar per tahun, dengan sumbangan dari sektor ekonomi sebesar Rp 16,8 miliar. Menurut Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan Pemkab Lahat Marwan Mansyur, yang juga Penjabat Penghubung Persiapan Pembentukan Empat Lawang, kabupaten baru ini memiliki kandungan tambang emas, pasir, dan batu yang potensial mendorong kemajuan pembangunan. Namun, potensi itu belum tergarap. Hampir seluruh wilayah Empat Lawang merupakan daerah berbukit-bukit dan dialiri anak-anak Sungai Musi. Sebanyak 229.552 jiwa penduduknya hanya mengandalkan penghasilan dari pertanian dan perkebunan rakyat. Pertanian yang digarap antara lain berupa sawah seluas 9.172 hektar (ha), ladang (592 ha), kedelai (327 ha), kacang hijau (49 ha), kacang tanah (116 ha), jagung (253 ha), ubi kayu (144 ha), dan ubi jalar (33 ha). Selain itu, perkebunan rakyat di antaranya karet (716.074 ha), kopi (59.760 ha), kemiri (939,5 ha), kelapa (693,75 ha), dan pinang (538,3 ha). Dalam sambutannya saat peresmian Empat Lawang, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Kausar AS mengemukakan, pemekaran wilayah Lahat menjadi Empat Lawang diperlukan karena pembangunan di wilayah itu belum optimal. "Sebagian besar wilayah Lahat berupa alur dataran tinggi dan jajaran pegunungan bukit barisan. Hal itu menyebabkan pembangunan belum menjangkau seluruh wilayah. Maka, perlu memperpendek rentang pemerintahan Kabupaten Lahat dengan membentuk Empat Lawang," katanya. Semangat yang ditanamkan oleh para elite pusat dan daerah dalam perjuangan pemekaran wilayah adalah mendorong pembangunan, mendekatkan pelayanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Janji itu membangkitkan secercah harapan, tetapi juga kekhawatiran bahwa Empat Lawang kelak bernasib sama dengan sejumlah daerah pemekaran lain yang sampai kini masih jalan di tempat. Bercermin pada sejumlah kabupaten/kota pemekaran yang terbentuk lebih dulu, semangat pembangunan daerah akhirnya menjadi jargon politik yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Pascapemekaran, potensi daerah tetap tak tergarap, pembangunan diabaikan, dan rakyat kembali ditinggalkan. Orientasi kekuasaan Pengamat politik dari Universitas Sriwijaya, Amzulian Rifai, mengatakan, hambatan terbesar pembangunan daerah adalah kepemimpinan yang hanya berorientasi kekuasaan dan memperkaya diri sendiri, seperti yang terlihat pada beberapa daerah pemekaran yang setelah beberapa tahun berdiri hanya menjadi beban keuangan negara. Karena itu, peran masyarakat untuk memilih kepala daerah sangat penting sebagai landasan awal pembangunan. Daerah pemekaran membutuhkan pemimpin yang memiliki kemampuan untuk merintis pembangunan dengan melakukan langkah-langkah terobosan. Tantangan bagi daerah hasil pemekaran adalah kemampuan untuk mendanai dan mengelola keuangan sendiri. Untuk itu, dalam waktu dua tahun, kabupaten/kota baru harus mampu melepaskan ketergantungan keuangan dari daerah induk dan provinsi. Kepala Pusat Penerangan Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang yang hadir saat peresmian Empat Lawang, 20 April lalu, mengakui sebagian daerah pemekaran kinerjanya masih bermasalah. Depdagri sedang mengevaluasi 148 daerah pemekaran. Jika kinerja daerah itu tidak membaik dalam kurun 10 tahun, tidak tertutup kemungkinan daerah pemekaran akan digabung dengan daerah lain. Empat Lawang kini berada di persimpangan jalan yang membawanya menuju kemajuan, kemunduran, atau hanya jalan di tempat. Siapkah Kabupaten Empat Lawang berkembang, atau kelak hanya menjadi beban negara dan masyarakatnya? Hanya kesungguhan tekad pemerintah dan masyarakat yang akan menjawabnya.