Nelayan Diminta Ikut Jaga Lingkungan
BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Lampung Untung Sugiyatno mengingatkan para nelayan di Teluk Lampung agar ikut menjaga lingkungan dengan tidak membuang bangkai ikan kerapu yang terkena virus ke laut.
"Kami sedang terus memantau perkembangan adanya laporan ikan kerapu budidaya nelayan di Lampung Selatan ada yang mati terserang virus," kata Untung Sugiyatno, di Bandar Lampung, Minggu (30-9).
"Dugaan virus tersebut muncul karena perubahan iklim. Sebab, semestinya kemarau total, tapi ada hujan sehingga ada perbedaan suhu yang membuat virus tersebut tumbuh," ujar Untung Sugiyatno.
Dugaan kedua adalah karena para petambak melakukan pembudidayaan atau pembesaran kelebihan (over) populasi, sehingga kepadatan itu bisa membuat ruang gerak ikan menjadi makin terbatasi.
Akibat serangan virus, ikan mengalami gangguan pada mata dan luka di bagian kulit, dan jalannya "oleng" serta bergerak miring-miring, jika tidak segera ditangani akan mati.
Menurut dia, guna mencegah berlanjut dan meluasnya serangan penyakit itu, para nelayan agar benar-benar memperhatikan teknik budi daya, lalu memperhatikan kebersihan lingkungan.
"Ikan kerapu termasuk sensitif terhadap kerusakan lingkungan, jadi kalau airnya tercemar maka akan menimbulkan banyak gangguan," katanya. Apalagi, kata Untung lagi, jika bangkai ikan yang mati terserang virus tadi dibuang ke air di sekitarnya akan bisa mempercepat penularan penyakit.
"Air yang kotor termasuk kontaminan yang bisa mempercepat penularan penyakit. Karena itu, jika ada ikan yang mati, bangkainya harus cepat diambil dan dibuang di tempat lain yang lebih aman," katanya.
Produksi ikan kerapu di Lampung per tahun mencapai 150 ribu ton, dengan harga mencapai Rp350 ribu sampai dengan Rp400 ribu per kilogram.
Sedangkan nelayan yang membesarkan ikan kerapu tersebar di sejumlah tempat di perairan Lampung. Namun ada juga pengusaha besar yang membuat keramba dengan mempekerjakan warga sekitar pantai.
Sementara petambak udang di Tanjung Putus pun meraup keuntungan karena dalam satu hektare bisa memanen 40 ton.
Prospek ikan kerapu dan udang di Lampung masih sangat bagus karena produksi di Indonesia baru tujuh persen dari konsumsi dunia dan saat ini tertinggi produksinya di Thailand.(*)
"Kami sedang terus memantau perkembangan adanya laporan ikan kerapu budidaya nelayan di Lampung Selatan ada yang mati terserang virus," kata Untung Sugiyatno, di Bandar Lampung, Minggu (30-9).
"Dugaan virus tersebut muncul karena perubahan iklim. Sebab, semestinya kemarau total, tapi ada hujan sehingga ada perbedaan suhu yang membuat virus tersebut tumbuh," ujar Untung Sugiyatno.
Dugaan kedua adalah karena para petambak melakukan pembudidayaan atau pembesaran kelebihan (over) populasi, sehingga kepadatan itu bisa membuat ruang gerak ikan menjadi makin terbatasi.
Akibat serangan virus, ikan mengalami gangguan pada mata dan luka di bagian kulit, dan jalannya "oleng" serta bergerak miring-miring, jika tidak segera ditangani akan mati.
Menurut dia, guna mencegah berlanjut dan meluasnya serangan penyakit itu, para nelayan agar benar-benar memperhatikan teknik budi daya, lalu memperhatikan kebersihan lingkungan.
"Ikan kerapu termasuk sensitif terhadap kerusakan lingkungan, jadi kalau airnya tercemar maka akan menimbulkan banyak gangguan," katanya. Apalagi, kata Untung lagi, jika bangkai ikan yang mati terserang virus tadi dibuang ke air di sekitarnya akan bisa mempercepat penularan penyakit.
"Air yang kotor termasuk kontaminan yang bisa mempercepat penularan penyakit. Karena itu, jika ada ikan yang mati, bangkainya harus cepat diambil dan dibuang di tempat lain yang lebih aman," katanya.
Produksi ikan kerapu di Lampung per tahun mencapai 150 ribu ton, dengan harga mencapai Rp350 ribu sampai dengan Rp400 ribu per kilogram.
Sedangkan nelayan yang membesarkan ikan kerapu tersebar di sejumlah tempat di perairan Lampung. Namun ada juga pengusaha besar yang membuat keramba dengan mempekerjakan warga sekitar pantai.
Sementara petambak udang di Tanjung Putus pun meraup keuntungan karena dalam satu hektare bisa memanen 40 ton.
Prospek ikan kerapu dan udang di Lampung masih sangat bagus karena produksi di Indonesia baru tujuh persen dari konsumsi dunia dan saat ini tertinggi produksinya di Thailand.(*)