Teluk Lampung Masih Dikotori Sampah
BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional) : Sampah organik dan nonorganik yang menjadi penyebab tercemarnya perairan Teluk Lampung masih menumpuk di pesisir Kota Bandar Lampung itu। Sampah plastik yang mengotori pantai Teluk Lampung tampak di perkampungan nelayan Sukaraja, Telukbetung, belakang tempat Kursus Bahasa Mandarin Han Yuan।
Para nelayan di sini seperti terbiasa bekerja di dekat tumpukan sampah plastik, seperti menarik jaring ikan dari laut. Bahkan, ada WC cemplung yang berderet, hanya disekat papan setinggi pinggang orang dewasa.
Di sisi lain, kondisi rumah yang berimpitan dan jalan yang hanya selebar 50 cm sampai 1 meter menambah kekhasan wilayah ini. Meskipun beberapa rumah telah permanen, tetap saja tidak bisa menutup kekhasan perkampungan pinggiran pantai ini.
Selain menjadi nelayan, sebagian penduduknya berdagang, terutama makanan yang biasa disantap malam hari, seperti satai, martabak, dan ketoprak.Selain sampah, ancaman lainnya terhadap kelestarian ekosistem Teluk Lampung adalah kerusakan hutan bakau dan terumbu karang. Hampir 18 persen terumbu karang di Teluk Lampung dan sekitarnya saat ini telah mati.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung, Untung Sugiyatno yang dikutip dari Antara, penyebab utama kematian terumbu karang di kawasan perairan Teluk Lampung itu umumnya adalah karena bom-bom ikan yang digunakan para nelayan.
Menurut dia, terumbu karang di teluk itu luasnya sekarang sekitar 11 hektare, yang tersebar di Condo (47 ha), Tegal (98 ha), Kelagian (435 ha), Puhawang (694 ha), Legundi (1.742 ha), Sebuku (1.646 ha), Sebesi (2.620 ha) dan Balak (32 ha).
Kerusakan hutan bakau dan terumbu karang itu merupakan suatu ironi di tengah upaya Pemerintah Provinsi Lampung menjadikan wilayahnya sebagai salah satu penghasil utama ikan nasional.Industri perikanan di Lampung selama beberapa tahun terakhir memang berkembang pesat.
Hal itu karena didukung besarnya potensi perikanan di daerah itu. Nilai ekspor dan produksi perikanan Lampung dalam tiga tahun terakhir terus meningkat.Tahun 2004, Lampung memproduksi 228,65 ribu ton ikan, kemudian menjadi 231,40 ribu ton (2005) dan 236,38 ribu ton tahun 2006.
Sementara itu, tinggi gelombang laut di perairan sebelah barat Provinsi Lampung dan Selat Sunda pada Senin akan berkisar dua sampai dengan tiga meter, dan gelombang itu berbahaya bagi tongkang dan perahu nelayan.
Berdasarkan laporan BMG yang dipantau dari Bandar Lampung, tinggi gelombang maksimum tiga meter juga diperkirakan terjadi di perairan sebelah selatan Banten, perairan sebelah utara Aceh dan Papuam serta perairan sebelah barat Sumut hingga Sumbar.
Sehubungan terjadinya gelombang maksimum dua meter, para nelayan juga diingatkan bahaya gelombang laut di perairan sebelah selatan Jawa Barat hingga Jatim, perairan sebelah barat Aceh, Selat Karimata, Laut Maluku, dan Laut Seram.
BMG memperingatkan perahu nelayana, tongkang dan kapal feri di perairan sebelah barat Bengkulu, Laut Natuna dan Sulawesi, serta perairan Sangihe Talaud, karena diperkirakan terjadinya gelombang laut 3,0 - 4,0 meter.(lampung post)
Para nelayan di sini seperti terbiasa bekerja di dekat tumpukan sampah plastik, seperti menarik jaring ikan dari laut. Bahkan, ada WC cemplung yang berderet, hanya disekat papan setinggi pinggang orang dewasa.
Di sisi lain, kondisi rumah yang berimpitan dan jalan yang hanya selebar 50 cm sampai 1 meter menambah kekhasan wilayah ini. Meskipun beberapa rumah telah permanen, tetap saja tidak bisa menutup kekhasan perkampungan pinggiran pantai ini.
Selain menjadi nelayan, sebagian penduduknya berdagang, terutama makanan yang biasa disantap malam hari, seperti satai, martabak, dan ketoprak.Selain sampah, ancaman lainnya terhadap kelestarian ekosistem Teluk Lampung adalah kerusakan hutan bakau dan terumbu karang. Hampir 18 persen terumbu karang di Teluk Lampung dan sekitarnya saat ini telah mati.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung, Untung Sugiyatno yang dikutip dari Antara, penyebab utama kematian terumbu karang di kawasan perairan Teluk Lampung itu umumnya adalah karena bom-bom ikan yang digunakan para nelayan.
Menurut dia, terumbu karang di teluk itu luasnya sekarang sekitar 11 hektare, yang tersebar di Condo (47 ha), Tegal (98 ha), Kelagian (435 ha), Puhawang (694 ha), Legundi (1.742 ha), Sebuku (1.646 ha), Sebesi (2.620 ha) dan Balak (32 ha).
Kerusakan hutan bakau dan terumbu karang itu merupakan suatu ironi di tengah upaya Pemerintah Provinsi Lampung menjadikan wilayahnya sebagai salah satu penghasil utama ikan nasional.Industri perikanan di Lampung selama beberapa tahun terakhir memang berkembang pesat.
Hal itu karena didukung besarnya potensi perikanan di daerah itu. Nilai ekspor dan produksi perikanan Lampung dalam tiga tahun terakhir terus meningkat.Tahun 2004, Lampung memproduksi 228,65 ribu ton ikan, kemudian menjadi 231,40 ribu ton (2005) dan 236,38 ribu ton tahun 2006.
Sementara itu, tinggi gelombang laut di perairan sebelah barat Provinsi Lampung dan Selat Sunda pada Senin akan berkisar dua sampai dengan tiga meter, dan gelombang itu berbahaya bagi tongkang dan perahu nelayan.
Berdasarkan laporan BMG yang dipantau dari Bandar Lampung, tinggi gelombang maksimum tiga meter juga diperkirakan terjadi di perairan sebelah selatan Banten, perairan sebelah utara Aceh dan Papuam serta perairan sebelah barat Sumut hingga Sumbar.
Sehubungan terjadinya gelombang maksimum dua meter, para nelayan juga diingatkan bahaya gelombang laut di perairan sebelah selatan Jawa Barat hingga Jatim, perairan sebelah barat Aceh, Selat Karimata, Laut Maluku, dan Laut Seram.
BMG memperingatkan perahu nelayana, tongkang dan kapal feri di perairan sebelah barat Bengkulu, Laut Natuna dan Sulawesi, serta perairan Sangihe Talaud, karena diperkirakan terjadinya gelombang laut 3,0 - 4,0 meter.(lampung post)