Rabu, 14 September 2011

Mau Jadi Jurkam? Cuti Dulu Dong

Ini kisah dari Lampung, tiga kepala daerah menjadi juru kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati Pringsewu. Ketiga kepala daerah itu adalah: Gubernur Lampung Drs. Sjahroeddin ZP; Bupati Lampung Selatan Rycko Menoza, dan; Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan, ST.
Tapi sayang, ketiga kepala daerah ini mengabaikan peraturan harus cuti, sesuai dengan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No 14/2004, yang menyebutkan keharusan mengajukan cuti bagi pejabat negara yang tidak menjadi calon kepala daerah (KDh) atau Wakil Kepala daerah tetapi ikut dalam pelaksanaan kampanye.
Sebagaimana dilansir salah satu harian lokal, Selasa (13/9), disebutkan bahwa ketiga kepala daerah itu berkampanye untuk pasangan Sujadi-Handitya yang diusung koalisi PDIP.
Secara politis, Sjachroedin Z.P. adalah ketua DPD PDIP Lampung dan Rycko menjabat wakil ketua Bidang Pemuda DPD PDIP Lampung. Secara kekerabatan, Sjachroedin adalah ayah kandung Handitya dan Rycko adalah kakak kandung Handitya.
Bambang Kurniawan juga akan berusaha memenangkan Sujadi yang secara struktural masih menjabat wakil bupati Tanggamus. “Mereka harus memiliki surat izin cuti saat menghadiri kampanye,” kata Ketua Pokja Pencalonan KPU Pringsewu M. Ilham, Selasa (13-9).
Dia menilai kampanye Bambang di Sukoharjo dua hari lalu termasuk pelanggaran karena Bambang tidak menunjukkan surat cuti. Ia juga mempersoalkan panwas sebab tidak melaporkan pelanggaran tersebut.
KPU tidak bisa mengeluarkan surat peringatan karena mekanismenya harus ada laporan dari panwas terlebih dulu. “Jika nantinya pasangan ini menang, tentu akan ada gugatan yang bisa mengakibatkan pemilihan ulang,” ujarnya.
Ketua Pokja Kampanye KPU Pringsewu Andreas Andoyo menjelaskan Sjachroedin, Rycko, dan Bambang tidak menunjukkan surat cuti selama menjadi tim kampanye. “Panwasnya juga tidak melaporkan pelanggaran itu,” kata Andreas.
Menanggapi hal itu, Ketua Panwas Pringsewu Fatoni mengatakan pihaknya sudah meminta ketiga pejabat itu menunjukkan surat cuti. “Saya sudah meminta mereka membuat surat cuti. Kemarin kan baru hari pertama kampanye, jadi baru hari ini saya meminta agar surat cuti dibuat,” ujar dia.
Belajar dari Sumsel
Ketiga pejabat di Lampung tersebut seharusnya belajar dari Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin. Kepala daerah yang terkenal dengan program-program humanisnya itu mengajukan cuti sebelum berkampanye untuk calon bupati Banyu Asin.
Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin resmi mengajukan cuti jabatan selama 15 hari terhitung mulai hari ini.
Cuti kerja ini terkait statusnya sebagai salah satu juru kampanye Pilkada Musi Banyuasin (Muba) untuk pasangan Dodi Reza Alex-Islan Hanura yang diusung oleh Partai Golkar.
Seperti diketahui Dodi Reza Alex merupakan putra sulung Alex Noerdin yang juga Ketua DPD Partai Golkar Sumsel. Noerdin menyerahkan jalannya kepada Wakil Gubernur Eddy Yusuf dan Sekdaprov Sumsel Yusri Effendy Ibrahim.
“Terkait Pak Gubernur sebagai salah satu ketua partai, di mana partainya salah satu partai yang mengusung calon bupati dan wakil bupati Muba, maka pak gubernur mengajukan cuti. Izin cuti Pak Gubernur sudah disetujui Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang ditandatangani suratnya 9 September 2011,” kata Rizali, Kepala Biro Otonomi Daerah, Jumat (9/9/2011).
Menurut Rizali, langkah ini sudah sesuai dengan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No 14/2004 yang menyebutkan keharusan mengajukan cuti bagi pejabat negara yang tidak menjadi calon kepala daerah (KDh) atau Wakil Kepala daerah tetapi ikut dalam pelaksanaan kampanye,
“Dukungan ini terkait dengan dukungan partai. Tetapi, jika ada kepala daerah ikut kampanye dan tidak ada kaitan dengan partai, jelas menyalahi aturan,” jelas Rizali.

Sssst Ada….di Ambon

Berita terakhir (12/9), yang saya baca di media online menyebutkan situasi Kota Ambon mulai kondusif. Mabes
Polri telah mengirim pasukan tambahan dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur. Entahlah, kondisi
sebenarnya benar-benar kondusif atau “kondusif”?.
Kasus kerusuhan Ambon ini dipicu tewasnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Ada sinyalemen bahwa ada provokator di balik peristiwa kerusuhan itu. Menurut Kadiv Humas Mabes
Polri Irjan. Pol.Anton Bahrul Alam, Polri telah menelusuri SMS provokator yang membuat warga
terpancing.
Dalam setiap peristiwa kerusuhan, bentrok warga atau amuk massa, sudah pasti ada provokatornya.
Peristiwa seperti itu tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Sebuah peristiwa kecelakaan tak akan
meledak menjadi kerusuhan bila tak ada yang menyulut emosi massa.
Saya ingat ucapan seorang jenderal polisi ketika berjumpa saya tahun 1997, di Jakarta. Ia
mengatakan, “Dimana ada kerumunan massa, di situ berpotensi terjadi kerusuhan. Membakar emosi massa
itu sangat gampang,” katanya.
Sang jenderal bicara dalam posisi sebagai aparat keamanan. Menurut dia, aparat haruslah pandai
membaca situasi dan kondisi, melakukan analisis dan membuat perkiraan keadaan sebagai bahan laporan
kepada pimpinan agar bisa mengambil tindakan yang tepat.
Bila kita lihat dari kacamata berlawanan dari Sang Jenderal, seorang provokator bekerja juga
berdasarkan analisis keadaan. Dia membaca situasi dan kondisi, dan menunggu momentum untuk
memanfaatkannya.
Apa yang dilakukan oleh seorang provokator adalah hal biasa, dan merupakan salah satu keterampilan
seorang intelijen. Ada istilah pra-kondisi dan menciptakan kondisi. Kondisi pro dan kontra bisa
diciptakan oleh seorang intelijen tanpa harus melakukan rekayasa, tetapi dengan memanfaatkan
peristiwa di sekitar. Dan, intelijen bekerja atas perintah atasan. Atasan tertinggi intelijen-lah
yang tahu kemana muara  yang dituju untuk sebuah peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri,
pasti ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa lain dan punya tujuan spesifik.
Saya tidak perlu terlalu dalam mengulas masalah intelijen, karena bukan itu tujuan tulisan ini
dibuat. Ini hanya sebagai mata pisau analisa saja terhadap peristiwa Ambon berdasarkan apa yang
diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri bahwa ada provokator dibalik peristiwa Ambon.
Nah, jika betul ada provokator, lantas pertanyaannya adalah :
siapakah yang berkepentingan atasadanya kerusuhan di Ambon? Karena provokator tidak mungkin bekerja
atas keinginan sendiri, diapasti mendapat sesuatu dari peristiwa itu, mendapat upah misalnya.
Siapa yang menangguk keuntungan? Jika tidak ada keuntungan untuk apa seseorang, kelompok, atau
kekuatan tertentu menciptakan kerusuhan di Ambon.
Terus apa target jangka pendek dan jangka panjangnya?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Pusat?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Lokal?
Apakah berkaitan dengan kepentingan financial?
Atau ada tangan asing yang bermain untuk menggoyang kedaulatan RI?
Jika semua pertanyaan tersebut tidak benar,lantas apa tujuan si provokator memancing kerusuhan?
Apapun alasannya dan apapun tujuannya, yang jelas saudara-saudara kita di Ambon sudah menjadi
korban.
Bentrok Ambon pecah Minggu (11-9) siang. Bentrokan disebabkan SMS provokatif yang disebarkan karena
kasus meninggalnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Polri menyebut 3 orang meninggal dunia, 24 luka berat dan 65 luka-luka. 3 Rumah, 4 motor dan 2
mobil rusak akibat bentrokan tersebut.

Kejujuran Seharga 50 Ribu Dollar

Hari ini (12/9) saya menemukan sebuah tulisan yang sangat menarik di www.kabarinews.com. Sebuah judul yang menggelitik hati dan menggerakkan keinginan untuk segera membacanya. Tulisan tersebut berjudul “Bocah Kembalikan Hadiah 50 Ribu dolar Amerika”, yang ditulis oleh Indah Winarso.
Berita itu menceritakan kejujuran seorang bocah bernama Nate Smith. Bocah ini rela mengembalikan hadiah sebesar 50 ribu dolar demi mengutamakan kejujuran.
Kejujuran yang dilakukan Nate Smith, bocah laki-laki 11 tahun asal Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat pantas ditiru. Meski akibat kejujurannya, Nate harus kehilangan hadiah uang sebesar US$50,000 atau sekitar Rp425 juta yang diperolehnya.
Kisahnya berawal saat Nate mendapatkan kesempatan untuk memukul bola hoki es ke sebuah lubang kecil dalam jarak 27 meter.Jika berhasil memasukkan bola dalam sekali pukul maka Nate akan menerima hadiah uang yang sangat banyak.
Ternyata bocah penggemar olahraga hoki es mampu melakukan ‘hole in one’. Sehingga Nate berhak atas hadiah uang yang disediakan panitia.
Sehari setelah menerima hadiah itu, sang ayah, Pat Smith mengembalikan uang tersebut. Pat mengatakan di rumah Nate mengakui bertindak tidak jujur sehingga memenangkan hadiah tersebut. Nate mengakui bahwa nama saudara kembarnya Nick yang dipanggil panitia untuk melakukan tembakan keberuntungan. Saat namanya dipanggil, Nick tengah keluar stadion bersama seorang temannya.
Pat kemudian menyuruh Nate untuk maju ke tengah lapangan menggantikan saudara kembarnya dan mencoba keberuntungannya.
Awalnya, Pat tidak berniat mengembalikan hadiah uang itu. Namun di rumah mereka,kedua saudara kembar itu terus menerus gelisah karena hadiah yang cukup besar itu. Akhirnya Pat memutuskan mengembalikan hadiah itu karena mereka yakin bahwa kejujuran adalah tindakan terbaik.
Kejujuran keluarga Smith ini mendapat penghargaan dan pujian dari banyak pihak. Sebagai gantinya, Odds On Promotion sebagai penyelenggara kemudian mendonasikan uang sebesar US$ 20.000 dolar atau sekitar Rp 170 juta untuk Asosiasi Hoki Remaja Owatonna tempat Nate dan Nick bermain. Sebagai penghargaan, maka donasi itu diberikan atas nama Nate dan Nick,” tambah Gilmartin ketua Odds On Promotion seperti dilansir AP.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto