Sssst Ada….di Ambon
Berita terakhir (12/9), yang saya baca di media online menyebutkan situasi Kota Ambon mulai kondusif. Mabes
Polri telah mengirim pasukan tambahan dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur. Entahlah, kondisi
sebenarnya benar-benar kondusif atau “kondusif”?.
Kasus kerusuhan Ambon ini dipicu tewasnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Ada sinyalemen bahwa ada provokator di balik peristiwa kerusuhan itu. Menurut Kadiv Humas Mabes
Polri Irjan. Pol.Anton Bahrul Alam, Polri telah menelusuri SMS provokator yang membuat warga
terpancing.
Dalam setiap peristiwa kerusuhan, bentrok warga atau amuk massa, sudah pasti ada provokatornya.
Peristiwa seperti itu tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Sebuah peristiwa kecelakaan tak akan
meledak menjadi kerusuhan bila tak ada yang menyulut emosi massa.
Saya ingat ucapan seorang jenderal polisi ketika berjumpa saya tahun 1997, di Jakarta. Ia
mengatakan, “Dimana ada kerumunan massa, di situ berpotensi terjadi kerusuhan. Membakar emosi massa
itu sangat gampang,” katanya.
Sang jenderal bicara dalam posisi sebagai aparat keamanan. Menurut dia, aparat haruslah pandai
membaca situasi dan kondisi, melakukan analisis dan membuat perkiraan keadaan sebagai bahan laporan
kepada pimpinan agar bisa mengambil tindakan yang tepat.
Bila kita lihat dari kacamata berlawanan dari Sang Jenderal, seorang provokator bekerja juga
berdasarkan analisis keadaan. Dia membaca situasi dan kondisi, dan menunggu momentum untuk
memanfaatkannya.
Apa yang dilakukan oleh seorang provokator adalah hal biasa, dan merupakan salah satu keterampilan
seorang intelijen. Ada istilah pra-kondisi dan menciptakan kondisi. Kondisi pro dan kontra bisa
diciptakan oleh seorang intelijen tanpa harus melakukan rekayasa, tetapi dengan memanfaatkan
peristiwa di sekitar. Dan, intelijen bekerja atas perintah atasan. Atasan tertinggi intelijen-lah
yang tahu kemana muara yang dituju untuk sebuah peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri,
pasti ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa lain dan punya tujuan spesifik.
Saya tidak perlu terlalu dalam mengulas masalah intelijen, karena bukan itu tujuan tulisan ini
dibuat. Ini hanya sebagai mata pisau analisa saja terhadap peristiwa Ambon berdasarkan apa yang
diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri bahwa ada provokator dibalik peristiwa Ambon.
Nah, jika betul ada provokator, lantas pertanyaannya adalah :
siapakah yang berkepentingan atasadanya kerusuhan di Ambon? Karena provokator tidak mungkin bekerja
atas keinginan sendiri, diapasti mendapat sesuatu dari peristiwa itu, mendapat upah misalnya.
Siapa yang menangguk keuntungan? Jika tidak ada keuntungan untuk apa seseorang, kelompok, atau
kekuatan tertentu menciptakan kerusuhan di Ambon.
Terus apa target jangka pendek dan jangka panjangnya?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Pusat?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Lokal?
Apakah berkaitan dengan kepentingan financial?
Atau ada tangan asing yang bermain untuk menggoyang kedaulatan RI?
Jika semua pertanyaan tersebut tidak benar,lantas apa tujuan si provokator memancing kerusuhan?
Apapun alasannya dan apapun tujuannya, yang jelas saudara-saudara kita di Ambon sudah menjadi
korban.
Bentrok Ambon pecah Minggu (11-9) siang. Bentrokan disebabkan SMS provokatif yang disebarkan karena
kasus meninggalnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Polri menyebut 3 orang meninggal dunia, 24 luka berat dan 65 luka-luka. 3 Rumah, 4 motor dan 2
mobil rusak akibat bentrokan tersebut.
Polri telah mengirim pasukan tambahan dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur. Entahlah, kondisi
sebenarnya benar-benar kondusif atau “kondusif”?.
Kasus kerusuhan Ambon ini dipicu tewasnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Ada sinyalemen bahwa ada provokator di balik peristiwa kerusuhan itu. Menurut Kadiv Humas Mabes
Polri Irjan. Pol.Anton Bahrul Alam, Polri telah menelusuri SMS provokator yang membuat warga
terpancing.
Dalam setiap peristiwa kerusuhan, bentrok warga atau amuk massa, sudah pasti ada provokatornya.
Peristiwa seperti itu tidak bisa terjadi dengan sendirinya. Sebuah peristiwa kecelakaan tak akan
meledak menjadi kerusuhan bila tak ada yang menyulut emosi massa.
Saya ingat ucapan seorang jenderal polisi ketika berjumpa saya tahun 1997, di Jakarta. Ia
mengatakan, “Dimana ada kerumunan massa, di situ berpotensi terjadi kerusuhan. Membakar emosi massa
itu sangat gampang,” katanya.
Sang jenderal bicara dalam posisi sebagai aparat keamanan. Menurut dia, aparat haruslah pandai
membaca situasi dan kondisi, melakukan analisis dan membuat perkiraan keadaan sebagai bahan laporan
kepada pimpinan agar bisa mengambil tindakan yang tepat.
Bila kita lihat dari kacamata berlawanan dari Sang Jenderal, seorang provokator bekerja juga
berdasarkan analisis keadaan. Dia membaca situasi dan kondisi, dan menunggu momentum untuk
memanfaatkannya.
Apa yang dilakukan oleh seorang provokator adalah hal biasa, dan merupakan salah satu keterampilan
seorang intelijen. Ada istilah pra-kondisi dan menciptakan kondisi. Kondisi pro dan kontra bisa
diciptakan oleh seorang intelijen tanpa harus melakukan rekayasa, tetapi dengan memanfaatkan
peristiwa di sekitar. Dan, intelijen bekerja atas perintah atasan. Atasan tertinggi intelijen-lah
yang tahu kemana muara yang dituju untuk sebuah peristiwa. Setiap peristiwa tidak berdiri sendiri,
pasti ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa lain dan punya tujuan spesifik.
Saya tidak perlu terlalu dalam mengulas masalah intelijen, karena bukan itu tujuan tulisan ini
dibuat. Ini hanya sebagai mata pisau analisa saja terhadap peristiwa Ambon berdasarkan apa yang
diungkapkan Kadiv Humas Mabes Polri bahwa ada provokator dibalik peristiwa Ambon.
Nah, jika betul ada provokator, lantas pertanyaannya adalah :
siapakah yang berkepentingan atasadanya kerusuhan di Ambon? Karena provokator tidak mungkin bekerja
atas keinginan sendiri, diapasti mendapat sesuatu dari peristiwa itu, mendapat upah misalnya.
Siapa yang menangguk keuntungan? Jika tidak ada keuntungan untuk apa seseorang, kelompok, atau
kekuatan tertentu menciptakan kerusuhan di Ambon.
Terus apa target jangka pendek dan jangka panjangnya?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Pusat?
Apakah berkaitan dengan kepentingan politik Lokal?
Apakah berkaitan dengan kepentingan financial?
Atau ada tangan asing yang bermain untuk menggoyang kedaulatan RI?
Jika semua pertanyaan tersebut tidak benar,lantas apa tujuan si provokator memancing kerusuhan?
Apapun alasannya dan apapun tujuannya, yang jelas saudara-saudara kita di Ambon sudah menjadi
korban.
Bentrok Ambon pecah Minggu (11-9) siang. Bentrokan disebabkan SMS provokatif yang disebarkan karena
kasus meninggalnya seorang tukang ojek akibat kecelakaan.
Polri menyebut 3 orang meninggal dunia, 24 luka berat dan 65 luka-luka. 3 Rumah, 4 motor dan 2
mobil rusak akibat bentrokan tersebut.
Posting Komentar