Senin, 26 September 2011

Dimanakah Budi Pekerti?

Satu peristiwa mengejutkan terjadi Senin (19/9) , di Jakarta. Pelajar SMA 6 bentrok dengan wartawan. Yang tepat sebenarnya Sekelompok pelajar SMA 6 menganiaya sejumlah wartawan, karena dalam peritiwa ini wartawan adalah korban dan tidak kuasa melawan. Ini peristiwa yang sungguh memalukan. Bagaimana mungkin sekumpulan pelajar, yang nota bene adalah anak-anak remaja menganiaya sekelompok orang dewasa.

Tindakan brutal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh manusia-manusia yang tidak beradab dan tidak punya budi pekerti.

Menurut berita yang saya baca, SMA 6 Jakarta adalah sekolah elit. Para siswanya terdiri dari para putra-putri pejabat dan artis. Mereka adalah anak-anak orang berkantong tebal dan berpengaruh. Apakah karena mereka anak orang kaya dan berpengaruh sehingga tidak bisa lagi menghargai dan menghormati orang lain? Atau orang tua mereka tidak sempat lagi mengajari etika dan budi pekerti karena sibuk mencari uang?

Atau mungkin orang tua mereka yang pejabat itu mendapatkan uang dari korupsi? Sebab, apa yang kita makan akan menjadi darah dan daging. Apa yang kita makan juga akan memengaruhi perilaku kita. Kalau menyantap makanan dari sumber yang haram, maka perilaku pun akan seperti setan.

Kalau ada pelajar tawuran dengan sesama pelajar, kalau pun tidak bisa ditoleransi, tetapi masih bisa kita maklumi. Hal itu dianggap sebagai kenakalan remaja atau kenakalan anak-anak, karena mereka berkelahi dengan anak seusia. 

Nah, yang dilakukan oleh siswa SMA 6 Jakarta hari Senin itu, bukan lagi kenakalan remaja, tetapi kriminal dan tidak beradab. Selain memukuli sejumlah wartawan, mereka juga merampas barang dan uang milik wartawan korbannya. Para wartawan adalah orang-orang yang umurnya jauh lebih tua dari mereka, yang sepatutnya mereka hormati selaku orang yang lebih tua, bukan dianiaya.

Akibat peristiwa itu lima wartawan menjadi korban. Kelimanya yaitu Riman Wahyudi dari El Shinta, Panca dari Media Indonesia, Antonius Tarigan kontributor Metro TV, Septiawan dari Sinar Harapan dan Yudis dari Seputar Indonesia.

Saya masih ingat ketika seusia kelas 1 SD, orang tua dan guru mengajari agar selalu menghormati orang yang lebih tua. Jika kita berjalan di depan kita ada orang yang lebih tua, dan kita ingin mendahuluinya, kita harus permisi dan mohon maaf ingin mendahului. Mau makan pun kita harus mendahulukan orang tua mengambil makanan dan menyantapnya. Berkata pada orang yang lebih tua kita harus sopan. Kepada yang lebih muda kita harus melindungi dan menyayangi.

Dulu, orang yang menyandang predikat pelajar adalah orang elit. Para pelajar dan mahasiswa sampai era 70-an sangat menjaga predikat mereka sebagai pelajar atau mahasiswa. Cara berpakaian mereka rapih, rambut disisir rapih. Ketika sudah berpredikat pelajar dan mahasiwa mereka sangat menjaga etika dan sopan santun. Bertutur kata pun tidak sembarangan, takut salah ucap dan malu karena mereka pelajar.

Sekarang, nilai-nilai luhur seperti itu sudah lama hilang dari kehidupan kita. Anak-anak sekolah sudah tidak mengindahkan etika. Di jalan mereka teriak-teriak, bicara seenaknya, brutal tak punya sopan-santun.
Kita rindu pendidikan budi pekerti, dan kita membutuhkan itu. Dimanakah budi pekerti itu sekarang? Puluhan tahun kita kehilangan budi pekerti.

Sejumlah pendidik dan pemerhati pendidikan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan Yogyakarta meminta sekolah berinisiatif sendiri untuk kembali menyelenggarakan mata pelajaran budi pekerti. Dihapusnya mata pelajaran ini berakibat pada pendidikan yang miskin etika dan nilai budaya.

Ketua Forum Komunikasi Pemerhati Pendidikan Yogyakarta (FKPPY) Gideon Hartono mengatakan, saat ini pendidikan semakin pincang karena mengesampingkan pendidikan budi pekerti. Pendidikan mengutamakan aspek pengetahuan dan kemampuan akademis. Hal ini terlihat dari keberhasilan pendidikan yang hanya diukur dari prestasi akademis peserta didik, seperti nilai, olimpiade, maupun kompetisi. Akibatnya, anak semakin pandai namun semakin kehilangan nilai budi pekerti (kompas.com, Rabu, 21 Oktober 2009).

DICARI: Budi Pekerti. Siapa yang menemukan akan diberi hadiah.

Jumat, 23 September 2011

Dunia Anak-anak dan Dunia Kita

“…tiup lilinnya…tiup lilinnyannya…tiup lilinnya sekarang juga…sekarang juga”.

Penggalan lagu “Ulang Tahun” itu, aku simak dari semua rumah tak jauh dari tempat tinggalkku. Petang tadi, Minggu (19/9), saya “dipaksa” Rani, anak saya yang nomor 3 (12 tahun), dan adiknya, Gita (4,5 tahun), untuk mengantar mereka ke pesta ulang tahun.

“Pa, nanti sore antarin Rani ama Gita ke rumah guru Rani, anaknya ulang tahun,” rengek Rani. Sementara adinya, Gita, bolak-balik bertanya, “Nanti apa ngantar Rani ke ulang tahun, ya Pa?”. Menjawab permintaan dan pertanyaan kedua putri saya itu, saya hanya bisa berkata. “iya”.

Pesta ulang tahun bagi anak-anak merupakan suatu yang menyenangkan. Maka tak heran bila ada undangan pesta ulang tahun, mereka antusias ingin menghadiri. Biasanya, anak-anak tidak mau datang terlambat. Oleh karena itu, mereka mendesak orangtua agar berangkat secepat mungkin. Datang lebih awal tidak mengapa, asal jangan terlambat. Anak-anak saya itu merasa malu bila datang terlambat.

Itulah keistimewaan anak-anak. Mereka masih memiliki rasa malu yang kental. Dalam diri mereka masih ada rasa tanggung jawab yang besar meskipun itu tidak mereka sadari. Mungkin itu yang disebut fitrah. Mereka masih suci, bersih. Jiwa anak-anak belum ternodai oleh tingkah pola orang dewasa yang selalu mengenakan topeng kepura-puraan.

Terlambat bagi anak-anak adalah MALU. Bagi orang dewasa terlambat adalah hal biasa. Kita bisa membuat diri kita terlambat datang ke tempat kerja, terlambat tiba di pesta, terlambat pulang ke rumah. Bahkan, teramat sering terlambat membayar utang atau memenuhi janji.

Kita, para orang dewasa terlalu gampang mengucapkan janji. Sementara bagi anak-anak, janji adalah sesuatu yang harus ditagih. Janganlah menganggap remeh berjanji dengan anak-anak, mereka akan terus-menerus menagh janji kita sampai kita memenuhinya atau membatalkannya. Anak-anak tidak mengerti kata konsisten atau konsekuen. Tetapi kedua istilah tersebut ada pada diri mereka.

Bahkan, kadang kita harus belajar dari kemuliaan sikap anak-anak. Mereka sangat mudah memaafkan. Tidak ada dendam dan sakit hati bagi anak-anak. Lihat saja ketika mereka berkelahi dengan teman sepermainan, mereka akan berbaikan dalam waktu kurang dari lima menit.

Tetapi, karena keegoisan kita, para orangtua, sikap-sikap mulia yang ditunjukkan anak-anak itu, tidak membuat hati kita tersentuh. Kita selalu menganggap sepele anak-anak. Kita selalu memandang mereka begitu rendah, sehingga tidak layak ditiru. Mereka kita anggap sebagai anak kemarin sore. Kita juga tak segan berkata pada mereka “Tau apa kamu? Kamu itu masih bau kencur”.

Memang, kita harus berjiwa besar agar bisa menerima anak-anak sebagai manusia, bukan sebagai anak-anak.

Rabu, 21 September 2011

Makan Dulu, Tausiah Belakangan

Halal bihalal. Dua penggal kata ini sangat akrab di telinga kita manakala Lebaran tiba. Halal bihalal adalah kegiatan bersalam-salaman dengan tujuan saling memaafkan. Bagi lembaga pemerintah dan swasta halal bihalal menjadi agenda rutin setiap usai Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran. Kegiatan bisa diselenggaraan seminggu atau dua minggu setelah Hari Raya.

Di PT Gunung Madu Plantations, acara halal bihalal merupakan agenda wajib bagi tiap divisi dan departemen. Biasanya yang lebih dulu menyelenggarakan halal bihalal adalah divisi-divisi, setelah itu baru diadakan di tingkat departemen. Selain itu, ada pula organisasi Ikatan Isteri Karyawan, yang tak mau ketinggalan mengadakan acara halal bihalal secara khusus.

Dalam struktur organisasi di perusahaan gula tertua di Lampung ini terdapat empat departemen, yakni: Departemen Pertanian (Plantations), Departemen Riset dan Pengembangan (Research and Development), Departemen Factory (pabrik), dan Departemen SBF (Services, Bisnis and Finance). Di bawah depertemen ada divisi-divisi.

Khusus lingkup kerja Departemen Plantations memiliki 7 divisi area, 1 divisi T&FE, 1 divisi harvesting, dan 1. Departemen SBF memiliki satu divisi dan 1 sub divisi. Departemen Factory membawahi tiga divisi,dan Departemen Riset dua divisi.

Penyelenggaraan acara halal bihalal di PT Gunung Madu Plantations ini diadakan secara bergiliran oleh masing-masing divisi dan depertemen. Ada juga divisi yang menggabung acaranya menjadi satu, seperti Divisi Area 6 dan Divisi Area 7, serta Divisi Area 2 bergabung dengan Divisi T&FE dan Divisi Harvesting. Divisi Area 1 bergabung dengan Divisi Area 5.

Hal itu dikarenakan para karyawan dan stafnya berada di satu komplek perumahan. Misalnya, Divisi Area I dan Divisi Area 5, semua karyawan danstafnya bertempat tinggal di Perumahan (housing) 1; Divisi Area 6 dan Divisi Area 7 sama-sama berdomisili di Perumahan 6. Sedangkan karyawan dan staf Divisi Area 2, Divisi T&FE, dan Divisi Harvesting sebagian besar di Perumahan 2.

Jumat (16/9) malam, giliran Departemen Riset menyelenggarakan acara halal bihalal bagi pimpinan, staf, dan karyawannya. Saya mendapat kehormatan hadir, tentunya saya bertugas sebagai peliput. Karyawan PT Gunung Madu Plantations sangat suka bila kegiatan mereka dimuat di halaman Tabloid Tawon, sebuah media komunitas milik perusahaan. Sebagai insan media, setiap usai Lebaran saya dan kawan-kawan tentu saja sibuk menghadiri undangan halal bihalal di tiap divisi dan depertemen.

Acara halal bihalal di Depertemen Riset, yang dipusatkan di halaman parkir LSTC (Lampung Sugar Training Centre), itu agak berbeda dengan acara di tempat lain baik yang diselenggarakan divisi maupun departemen lain.

Di tempat lain, biasanya acara pokok dahulu: pembacaan ayat-ayat suci Alquran, sambutan-sambutan, tausiah dan doa. Setelah itu baru acara makan-makan, dan diakhiri dengan bersalam-salaman.
Nah, acara halal bihalal di Departemen Riset pada Jumat malam itu, agak berbeda. Para tamu yang datang langsung dipandu mengambil makan, lalu memilih tempat duduk. Begitu seterusnya sampai tamu terakhir. 
Begitu tiba saat acara dimulai seluruh tamu sudah makan dan nyaman duduk di tempatnya.

Sajian menunya cukup memancing selera, terutama gurame bubu pedasnya. Wah…cep..cep …nyem…nyem. Saya yang sebelum berangkat sudah mengganjal perut dengan nasi dan lauk ikan pun, tetap bernafsu ketika dipersilahkan makan.

Mungkin pihak panitia sengaja merancang acara makan terlebih dahulu, agar para tamu tidak gelisah ketika mengikuti acara demi acara, terutama saat mendengarkan sambutan kepala departemen dan tausiah dari ustad.

Taqobbalallah minna yaminkum taqobbal yakariim.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto