Selasa, 27 November 2007

Kantor KPU Pagaraalam Dibakar Massa

PAGARALAM (Berita Nasional) : Kantor KPU Daerah Kota Pagaralam diserbu massa dan dibakar massa. Jalan masuk kantor KPUD Kota Pagaralam juga diblokir massa. Di dalam Kantor KPUD ada Balon Wako dan Balon Wawako.
Massa juga menggunakan batu, kayu dan bom molotov untuk menghancurkan Kantor KPUD Kota Pagaralam. Sebelum ke Kantor KPUD, massa berhasil mengacaukan kampanye salah satu Balon Wako dan Balon Wawako di sebuah lokasi. Namun situasi ini bisa dikendalikan menyusul kesigapan personel keamanan yang terdiri dari Polres, Brimob, serta TNI.Massa berhasil dibubarkan dan mereka yang berbuat anarkis bisa ditangkap.
Suasana ini terjadi saat Simulasi Pra Ops Pengamanan Pemilukada Kota Pagaralam Tahun 2007, Minggu (25/11) di Halaman Mapolres Pagaralam.
Kapolres Pagaralam AKBP K Rahmadi SH didampingi Wakapolres Kompol Defrian Doni Mando SIK mengatakan, untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada saat pelaksaan Pemilukada mulai dari penentuan Balon wako-Wawako yang akan lolos dalam tahap verifikasi nantinya. Sebab pada tahap tersebut akan ada yang lolos dan ada yang gugur.
"Kita khawatir pendukung salah satu balon yang gugur akan menimbulkan reaksi akibat kecewa balon yang didukungnya tidak lolos. Berbagai kemungkinan tersebut perlu dilakukan antisipasi agar tidak menimbulkan gejolak yang berujung anarkis," kata Kapolres.
Di samping menyiapakan petugas pengamanan Pemilukada, pihaknya juga telah menyiagakan personel untuk pengamanan pada masa pelaksaan Pemilukada ini sendiri.
"Kita sudah minta bantuan Brimob, TNI dan Polres tetangga untuk membantu pengamanan Pemilukada Kota Pagaralam tanggal 5 Feberuari 2008 mendatang. Disamping itu untuk menjaga berbagai kemungkinan terhadap balon, masing-masing balon dikawal 5 orang personel polisi," katanya.
Untuk Polres Pagaralam semua personel dikerahkan semua termasuk personel yang ada di lima Polsek. Sebab untuk wilyah Kota Pagaralam sendiri terdapat 350 TPS dan memerlukan pengamanan pada saat pencoblosan nantinya. Kalau hanya mengandalkan anggota polres belum mencukupi. "Namun demikian kita perlu tambahan dari Polda dan dua Polres terdekat," tegasnya.(sumber: Sripo)

WALHI: Selamatkan Hutan Indonesia


WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), organisasi lingkungan terbesar Indonesia, menyambut dan menjadi tuan rumah bagi Greenpeace dan kapal utama SV. Rainbow Warrior pada tanggal 21-23 Januari di Indonesia. Kedatangan Greenpeace adalah salah satu bentuk semakin meningkatnya perhatian masyarakat internasional atas krisis hutan Indonesia. Selanjutnya, WALHI dan Greenpeace akan berkampanye dan mengomunikasikan kepada dunia kondisi hutan Indonesia dan tentang perlunya dukungan dunia internasional bagi upaya-upaya penyelamatan hutan-hutan Indonesia yang tersisa.
WALHI mengingatkan bahwa hutan Indonesia berada dalam kondisi krisis dan sangat mengkhawatirkan. Pembalakan hutan--baik yang legal maupun ilegal-- tidak terkontrol dan telah menyebabkan kerusakan hutan yang masif di hampir seluruh kawasan hutan Indonesia.
Longgena Ginting, Direktur Eksekutif WALHI mengatakan, "Pemerintah Indonesia mengakui bahwa tingkat deforestasi saat ini telah mencapai 3,8 juta hektar per tahun, meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir. Ini berarti Indonesia kehilangan hutannya seluas 7,2 hektar setiap menitnya."
Dampak pembalakan hutan yang merusak ini tidak saja telah menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, hancurnya habitat-habitat satwa endemik serta semakin merosotnya kualitas sumberdaya Indonesia, namun juga menghasilkan seri bencana ekologi di seluruh Indonesia, seperti banjir, tanah longsor, dan kebakaran hutan, yang merenggut ratusan korban jiwa setiap tahunnya. Lebih jauh lagi, kehidupan lebih dari 40 juta masyarakat adat dan lokal yang hidupnya tergantung langsung sumberdaya hutan terus memburuk dan miskin akibat kehancuran hutan tersebut.
Berbagai upaya penyelamatan hutan Indonesia kenyataannya belum berhasil karena tidak pernah mengatasi akar permasalahan kehutanan di Indonesia, seperti korupsi, tidak diakuinya hak-hak masyarakat adat dan banyaknya industri-industri kayu bermasalah. Di tengah krisis ini, WALHI percaya hanya solusi radikal yang mampu menghentikan kerusakan tersebut, yaitu dengan memberikan ruang ekologi dan kesempatan hutan untuk bernafas dan membenahi pengelolaan sumberdaya hutan yang lebih berkelanjutan.
"WALHI berkampanye untuk diberlakukannya jeda (moratorium) pembalakan hutan yang harus diikuti oleh implementasi seluruh rencana aksi dan pembaruan kebijakan kehutanan di Indonesia," demikian Ginting.
WALHI menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung upaya penyelamatan hutan Indonesia dengan melakukan aksi konkrit untuk tidak mengkonsumsi kayu dan produk yang berasal dari kayu Indonesia. WALHI juga menyeru untuk tidak mengkonsumsi kayu tropis dari Malaysia karena dikhawatirkan sebagian kayu-kayu tersebut diselundupkan dari hutan-hutan Indonesia.
WALHI percaya hanya jeda pembalakan hutan yang dapat menyelamatkan hutan Indonesia yang tersisa dari kehancuran total, serta menjadi solusi bagi bencana ekologi saat ini dan menyelamatkan jutaan dolar pengeluaran pemerintah yang dikeluarkan untuk biaya penanganan bencana-bencana yang terjadi dalam lima tahun terakhir ini. Jeda pembalakan hutan juga dapat meminimalisir hilangnya devisa akibat pencurian kayu.
"Saat ini, 80% penebangan kayu adalah ilegal, sehingga sebenarnya jeda pembalakan hutan tidak akan merugikan ekonomi Indonesia, malah justru akan menguntungkan Indonesia dalam jangka panjang. Jeda pembalakan hutan ini akan menyelamatkan hilangnya devisa hingga $1 milyar AS dari pembalakan haram," tambah Ginting.WALHI menganjurkan pemerintah agar mengembangkan skema pengalihan lapangan kerja penebangan hutan ke dalam program rehabilitasi hutan dengan menggunakan dana rehabilitasi hutan saat ini.(*)

Sabtu, 24 November 2007

Tiga Juta Penduduk Jabar Bermukim di Daerah Rawan Bencana

BANDUNG (Berita Nasional/ANTARA News) - Lebih dari tiga juta penduduk Jawa Bara) (Jabar) ternyata bermukim di daerah rawan bencana, terutama bencana yang disebabkan tanah longsor, gempa bumi, dan gunung berapi।

Pakar Geologi, Vulkanik, dan Mitigasi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Dr Adjat Sudrajat di Bandung, Jumat, mengungkapkan dari sekitar tiga juta penduduk Jabar tersebut, mayoritas penduduk diantaranya rentan terkena bencana tanah longsor karena kondisi geologis lingkungan yang didiaminya।

"Jalur longsor Jabar terbagi tiga, yakni Jalur Sumbu yang meliputi kawasan Priangan Timur hingga Majalengka, Jalur Selatan dari Pelabuhan Ratu hingga Banjar, dan jalur patahan seperti wilayah di Kabupaten Bandung," kata Adjat menjelaskan।

Berdasarkan data Adjat yang juga mantan Kepala Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), karakter Jalur Sumbu diantaranya, sangat rentan terhadap pelapukan, pasir pegunungan tidak stabil, lereng perbukitan terjal, curah hujan tinggi, diolah instensif serta kepadatan penduduk yang tinggi।

Karakter Jalur Selatan, pelapukan sedang hingga rawan, lereng tidak terlampau terjal, curah hujan sedang, dan kepadatan penduduk sedang।

Sedangkan pada jalur patahan, pelapukan sedang, lereng terjal, kepadatan penduduk tinggi yang diiringi pengolahan tanah yang intensif।

Adjat mencatat, jalur rawan bencana gempa bumi di Jabar meliputi wilayah Pantai Selatan, wilayah Sukabumi hingga Padalarang, serta jalur Cilacap hingga Majalengka yang lebih disebabkan faktor kedangkalan tanah।

Selain rawan terhadap gempa bumi, jalur pantai selatan juga dinyatakan sangat rawan terhadap tsunami, tepatnya dari mulai pesisir Pantai Banten hingga pesisir perbatasan Jabar dan Jateng (Jawa Tengah)।

"Penurunan muka tanah serta intrusi air laut yang menyebabkan banjir rentan menimpa kawasan Jabodetabek, Cirebon, dan tentunya Cekungan Bandung pun harus diwaspadai mengingat terancamnya lahan serapan air di Kawasan Bandung Utara (KBU)," katanya।

Dikatakan Adjat, bantuan bencana alam pada wilayah pantai utara Jabar relatif lebih stabil daripada wilayah Jabar bagian selatan karena kondisi geografis serta dukungan infra struktur lainnya।

Pakar Hukum Lingkungan dan Penataan Ruang Fakultas Hukum Unpad, Amiruddin A Dajaan Imami SH MH, menegaskan ancaman kerusakan lingkungan yang mengundang bencana diantaranya dapat ditimbulkan akibat perbuatan manusia।

"Secara geografis Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan pola tata ruang yang berbasis mitigasi bencana," kata Dajaan menjelaskan।

Dikatakan, peningkatan keselamatan, kenyamanan kehidupan, dan penghidupan menjadi tuntutan utama sehingga peraturan serta perundang-undangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) harus menjadi perhatian nyata, dan berbasis aspirasi masyarakat।

Ketegasan sanksi terhadap setiap pelanggar aturan tersebut, bagaimanapun harus diwujudkan karena menyangkut kehidupan umat manusia, sehingga oknum pelanggar dapat berpikir dua kali untuk melawan regulasi dimaksud, demikian Dajaan. (*)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto