Senin, 21 Juli 2008

Perlu Hukuman Mati terhadap Koruptor

INDONESIA perlu memberlakukan hukuman mati terhadap koruptor mengingat korupsi sebagai kejahatan yang luar biasa serta merugikan bangsa dan negara sudah sangat parah dan sulit dicegah apalagi diberantas hingga tuntas.

"Korupsi di Tanah Air ibarat kanker sudah mencapai stadium empat sehingga wajar jika muncul wacana perlu ada hukuman mati terhadap terpidana korupsi kelas kakap yang merugikan rakyat dan negara," kata praktisi hukum dari Yogyakarta, Budi Hartono, S.H., Minggu (20-7).

Praktisi hukum senior dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta ini menilai UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi belum memberikan efek jera bagi terpidana pelaku korupsi.

"Mereka sepertinya tidak merasa malu, malah bangga menjalani hukuman penjara karena korupsi, sedangkan kerugian negara akibat perbuatannya telah menyengsarakan rakyat," kata dia.

Sebab itu, perlu ada revisi undang-undang yang ada, khususnya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan memberikan hukuman maksimal berupa hukuman mati terhadap terpidana korupsi.

"Sehingga dengan undang-undang tersebut tidak terkesan diskriminatif karena selama ini yang bisa dijerat dengan hukuman mati hanya terpidana kasus pembunuhan, kasus narkoba dan terorisme. Sementara itu, terpidana kasus korupsi hukuman maksimalnya hanya 15 tahun," kata Budi Hartono.

Dalam UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 6 disebutkan bahwa pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta rupiah.

Wacana hukuman mati terhadap para koruptor juga pernah dilontarkan Presiden PKS Tifatul Sembiring dan Mantan Pangab, Wiranto. Maret 2006, Tifatul secara pribadi setuju hukuman gantung bagi terpidana koruptor sebagai langkah pemberantasan korupsi.

Ia mencontohkan penanganan korupsi di Hong Kong. Namun di pihak lain, di LSM-LSM di Hong Kong juga begitu kuat dalam gerakan pemberantasan korupsi. "Jadi LSM kita juga harus kuat. Jangan teriak-teriak berantas korupsi, tapi di belakang ikut bermain."

Bahkan, dua tahun sebelumnya, tepatnya Mei 2004, ketika mencalonkan diri sebagai wapres RI, Wiranto mengaku akan menerapkan hukuman mati bagi para koruptor kelas kakap jika terpilih menjadi presiden dalam pilpres mendatang. Dia yakin tindakan itu dilakukan konsekuen bisa menimbulkan efek jera bagi para koruptor.

Saat berbicara dalam forum visi dan misi capres/cawapres yang digelar KNPI di Jakarta, Wiranto membeberkan untuk membangun kepercayaan di bidang penegakan hukum, hukuman mati bagi koruptor perlu segera diterapkan sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Penerapan hukuman mati akan mendidik rakyat dan membuat jera para koruptor sehingga tak akan ada lagi orang yang berani melakukan korupsi.
"Kalau penerapan hukuman mati itu dilakukan konsekuen dan konsisten, upaya pemberantasan KKN dan penegakan hukum akan berjalan efektif karena para koruptor takut dihukum mati," paparnya.(diambil dari berita Lampung Post)

Ribuan Warga Tolak Kapal Induk Amerika

Sekitar 15 ribu warga Jepang berunjuk rasa di Kota Yokosuka, Sabtu (19-7), memprotes rencana penggelaran sebuah kapal induk AS bertenaga nuklir, USS George Washington.

"Satu kapal induk bertenaga nuklir lebih berbahaya ketimbang generasi kekuatan nuklir," kata pemimpin Partai Demokrat Sosial Mizuho Fukushima dalam satu pidato pada unjuk rasa itu.
"Jepang, yang memiliki konstitusi damai, harus tidak terlibat dalam perang tak pantas AS," kata dia seperti dikutip media.

Kapal yang berbobot mati 102 ribu ton itu diperkirakan berlabuh di pelabuhan Yokohama untuk menggantikan kapal induk konvensional, USS Kitty Hawk.

Kedatangan kapal induk itu ditunda dari rencana semula Agustus menjadi September setelah satu kebakaran terjadi di kapal itu Mei ketika sedang berlayar di Samudera Pasifik Amerika Selatan.

Pada akhir unjuk rasa Sabtu itu, para pemrotes mengeluarkan sebuah pernyataan menentang penggelaran itu, mengatakan tindakan itu menghambat pembangunan perdamaian di Asia timur laut, dan akan menimbulkan gangguan besar pada penduduk daerah metropolitan Tokyo seandainya satu kecelakaan terjadi, kata kantor berita Kyodo.

Reaktor Nuklir

Secara terpisah, Badan Meteorologi Jepang kemarin mengeluarkan peringatan tsunami di bagian timur laut negeri itu setelah gempa kuat mengguncang lepas pantai timur Honshu. US Geological Survey menyatakan gempa berkekuatan 7,0 pada skala Richter terjadi di bawah laut di bagian utara Samudera Pasifik, 123 kilometer di sebelah timur taut Iwaki, Jepang, pukul 02.39 GMT (09.39 WIB) pada kedalaman 40 kilometer. Tak ada laporan awal mengenai kerusakan akibat gempa tersebut.

Instalasi listrik tenaga nuklir di daerah itu tak terancam dan terus beroperasi seperti biasa, kata beberapa pejabat dari Tokyo Electric Power Co. (9501.T) dan Tohoku Electric Power (9506.T).
Gempa tersebut berpusat di daerah yang sama dengan gempa 14 Juni, yang menewaskan sedikitnya 10 orang dan membuat banyak orang lagi hilang.

Gempa biasa terjadi di Jepang, salah satu daerah seismik paling aktif di dunia. Di negara itu terjadi sedikitnya 20 persen gempa berkekuatan 6 pada skala Richter atau lebih di dunia.
Pada Oktober 2004, gempa berkekuatan 6,8 pada skala Richter mengguncang wilayah Niigata di Jepang utara, menewaskan 65 orang dan melukai lebih dari 3.000 orang lagi.

Itu adalah gempa paling mematikan sejak gempa dengan kekuatan 7,3 pada skala Richter mengguncang Kota Kobe pada 1995 dan menewaskan lebih dari 6.400 orang.

Jumat, 18 Juli 2008

Pernyataan Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi

Sehubungan dengan langkah Sdr. Alvin Lie yang melaporkan Sdr. Iwan Piliang ke Polda Metro Jaya karena namanya disebut-sebut dalam artikel berjudul Hoyak Tabuik Adaro dan Soekanto oleh Iwan Piliang dalam presstalk.info edisi 18 Juni 2008, dengan ini Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi mendukung sepenuhnya pernyataan Kornas PWI-Reformasi tertanggal 16 Juli 2008 yang ditandatangani oleh Sdr. Denny Batubara sebagai Ketua I, yang menganjurkan agar Saudara Alvin Lie menggunakan hak jawab sebagai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.

Berkaitan dengan pelaksanaan penggunaan hak jawab, Dewan Kehormatan Kode Etik PWI-Reformasi menyarankan agar kedua belah pihak segera bertemu untuk memusyawarahkan materi hak jawab dengan fasilitator Dewan Pers.

Meskipun hak jawab tidak menafikan upaya hukum, kedua belah pihak hendaknya menyadari, bahwa hak tersebut merupakan prosedur atau upaya pertama kali yang sebaiknya ditempuh, dengan memanfaatkan jasa Dewan Pers sebagai mediator.
Jakarta, 17 Juli 2008.
Dewan Kehormatan Kode EtikPWI-Reformasi
(ttd)
Budiman S. Hartoyo
Ketua
***

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto