Selasa, 11 November 2008

43 Rumah di Suoh Hilang Tersapu Banjir

SEDIKIT 43 rumah hilang, 45 rusak berat, dan ratusan rumah rusak ringan akibat banjir bandang yang melanda tiga desa (pekon) di Kecamatan Suoh, Lampung Barat, Rabu (5-11).

Berdasar pada data di Pemkab Lambar, di Pekon Sumber Agung tercatat 11 rumah hilang, 11 rusak berat, 204 rumah rusak ringan, 4 sepeda motor hilang, 2 jembatan rusak berat, 7 gorong-gorong jebol, kebun tertimbun 11 ha, sawah siap panen yang rusak 24 ha, turbin atau kincir hilang dan rusak 25 unit.

Di Pekon Tugu Ratu, 32 unit rumah hilang, 40 rumah rusak berat, 79 rumah rusak ringan, kendaraan bermotor hilang 5 unit, dan sawah terendam 300 ha.

Sementara itu, di Pekon Banding Agung, 4 unit rumah rusak berat, 7 unit rusak ringan, 27 unit hilang, jembatan rusak berat dan putus 7 unit, dan gorong-gorong putus 5 unit.

Penanganan pascabanjir di kecamatan itu, khususnya untuk membuka akses jalan yang tertimbun material longsoran, terkendala karena sulitnya memasukkan alat berat ke lokasi.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Lampung Barat, Mulyadi Irsan, mengatakan alat berat jenis ekskavator tidak bisa mencapai lokasi karena tertahan banjir di Pekon Gunung Doh, Kecamatan Wonosobo.

"Sampai sekarang, penanganan banjir dan tanah lumpur di Kecamatan Suoh dilakukan secara manual oleh petugas PU dengan masyarakat sehingga agak lambat," kata dia.

Tanggamus

Sementara itu, alat berat yang dijanjikan dari Pemprov Lampung belum juga tiba untuk membuka akses tiga kecamatan yang terisolasi akibat longsor di Kabupaten Tanggamus, yaitu Kecamatan Limau, Cukuh Balak, dan Kelumbayan.

"Masyarakat masih menantikan alat berat karena masih banyak material longsoran yang belum bisa disingkirkan," kata Camat Limau, Sabaruddin, saat dihubungi tadi malam.

Tetapi, menurut dia, sudah ada kendaraan roda empat yang bisa masuk karena warga dan aparat terus bergotong royong membersihkan jalan dengan peralatan seadanya.

Banjir bandang disertai tanah longsor di sepanjang Way Semangka, yang terjadi Rabu (5-11), masih menyebabkan sekitar 225 keluarga di Pekon Talang Asahan, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, terisolasi.

Dari arah Pekon Srikuncoro hingga Pekon Sidomulyo, setidaknya ada dua jalan yang ambrol sepanjang 20 meter lebih, satu jembatan Way Talang Maja di Dusun Talang Maja, Pekon Sidomulyo, putus. Sementara itu, sekitar 3,5 kilometer jalan desa menuju Pekon Talang Asahan tertimbun longsoran.

Tiap titik tertutup longsoran tanah, kayu, dan bongkahan batu besar sejauh antara 50 dan 100 meter. Longsoran juga menutupi irigasi sepanjang 3,5 kilometer.

Hampir sepanjang jalan menuju perkampungan desa tertutup longsoran. Begitu juga saat memasuki Dusun III, sekitar 100 meter jalan tergerus air sungai. Warga hanya membuat jembatan dari bilah kayu melewati sisi irigasi yang sangat becek.

Ahsan, Kepala Pekon Talang Asahan, saat mendampingi Lampung Post memantau situasi desa, Senin (10-11), mengatakan tidak ada satu pun korban jiwa dalam bencana alam paling buruk pascabanjir tahun 1986 ini.

Namun, kerugian materi sangat besar. Dua rumah di desa itu tidak berbekas tertimbun tanah longsor. Belasan lain di Dusun II (Dusun Warung Nangka) juga terancam.

Di seberang Way Semangka yang merupakan tetangga Desa Talang Asahan, tepatnya di Dusun Ilahan, Pekon Sinar Bangun, Kecamatan Bandar Negeri Semoung, tiga rumah hanyut tidak berbekas, yaitu rumah Sumari (37), Bilung (35), dan Mukhlis (55). Akses ke dusun ini pun terputus akibat seling rakit penyeberangan putus oleh air bah.

Hingga Senin (10-11), warga Dusun Ilahan tidak bisa keluar perkampungan. Demikian juga warga dari luar tidak bisa masuk desa di pinggir Way Semangka ini.

Warga pun kesulitan mencari kebutuhan sehari-hari seperti beras, lauk-pauk, dan minyak tanah. Beberapa warga nekat keluar desa dengan mendaki bukit dan melewati jalan setapak yang tertimbun longsoran menuju Pekon Gunung Doh, Kecamatan Bandar Negeri Semoung.

Mereka rela bergelantungan berpegangan semak-semak untuk bisa keluar desa guna membeli kebutuhan sehari-hari. Mereka harus berjalan kaki sejauh 12 km ke Pasar Kuncoro.(sumber: Lampung Post)

Rabu, 05 November 2008

Petani Kopi Makin Terpuruk

SETELAH harga kopi anjlok akibat terimbas krisis global. Petani kopi makin terpuruk akibat sejumlah pedagang pengumpul tidak mampu membayar produk mereka seiring kekisruhan yang terjadi di Bank Tripanca.

Selain itu, pedagang pengumpul untuk sementara menghentikan pembelian kopi karena ketiadaan dana sambil menunggu kejelasan pengembalian dana mereka yang masih tertahan.

Edi, salah seorang pedagang pengumpul kopi di Talang Padang, mengaku ia dan pedagang lain kini kesulitan membayar kopi dan lada milik petani yang telah mereka ambil lebih dahulu. Bahkan, ia terpaksa harus kucing-kucingan karena tidak tahan ditagih para pedagang rekanannya.

Seperti diketahui, hampir seluruh pedagang pengumpul kopi melakukan transaksi perbankan dengan Bank Tripanca yang juga menangani bisnis hasil bumi. Akibatnya ratusan ton kopi dan lada milik petani ikut tertahan di gudang-gudang milik Sugiharto Wiharjo alias Alay ini. Kondisi ini mengakibatkan banyak tunggakan para pedagang kepada petani yang tak terbayar.

Sementara itu, kuasa hukum/pengacara PT Tripanca Group, Albert Tiensa, Selasa (4-11), mengatakan berdasar pada faksimile yang dia terima, Komisaris Tripanca Group Sugiarto Wiharjo (Alay) menolak isi gudang 100% menjadi milik Bank Mega dan Deutsche Bank. Pasalnya dalam perjanjian pembiayaan resi gudang (warehouse receipt financing) hanya 70% yang dibayar bank.

"Walau ketentuannya 70%, kalau bisa kami hanya sanggup membayar 30%--50% ke bank," kata Albert Tiensa, tanpa bersedia menjelaskan nilai nominal yang dibayar kedua bank tersebut.

Isi faksimile yang dikirim Alay, menurut Albert, hanya membahas penyelesaian masalah utang kepada penyuplai kopi, kakao, lada, dan cengkih. Sedangkan masalah PT BPR Tripanca Setiadana (Bank Tripanca) tidak dibahas sama sekali. Mengenai rapat umum pemegang saham (RUPS) belum dapat dilaksanakan karena pemegang saham pengendali, yakni Alay, tidak dapat hadir.

Informasi yang dihimpun Lampung Post, Bank Mega tidak mau ikut rugi akibat turunnya harga kopi saat pembiayaan, yakni Rp20 ribu/kg menjadi Rp15 ribu/kg. Akibat penurunan harga 25% itu, bank meminta Alay menanggungnya. Jika tidak, seluruh isi gudang akan menjadi milik bank.

Mengenai hal ini, Albert mengatakan penurunan harga kopi bukan keinginan Alay. "Krisis ini termasuk force majeure (keadaan memaksa) dan diatur dalam perjanjian. Soal harga turun, mestinya jangan dibebankan ke debitur. Bank jangan bertindak sepihak dan mementingkan diri sendiri. Kalau pengusaha lagi sulit, ya, bantu dong. Katanya bank mitra masyarakat. Kalau perlu suntik dana," kata Albert.

Untuk membicarakan masalah ini, rencananya Tripanca bertemu Bank Mega dan Deutsche Bank, hari ini (5-11). "Kami akan bertemu besok (hari ini, red). Pada prinsipnya kami keberatakan kalau 100% disita," kata Albert. Terhadap masalah ini, Branch Manager Bank Mega Lampung, Dedy Solihin, tidak dapat dikonfirmasi. Pesan singkat yang dikirim sebanyak dua kali tidak dibalas.

Faksimile yang dikirim Alay, menurut Albert, juga menyinggung penyelesaian pembayaran kepada penyuplai. "Kami akan mencari solusi terbaik berdasarkan prinsip win-win solution. Memang tidak dijanjikan akan dibayar lunas, tapi bergantung pada kemampuan atas penjualan aset yang sedang kami audit. Masalah utang-piutang akan dicarikan solusi bersama," kata Albert.(sumber: Lampung Post)

Anggaran Pendidikan 20% Membingungkan

MENYIKAPI pelaksanaan alokasi 20% untuk sektor Pendidikan dalam APBD Kabupaten Lampung Tengah tahun 2009 mendatang, Dinas Pendidikan Lampung Tengah menggelar Rapat Kerja dengan stakeholder bertajuk Evaluasi Program 2008 dan Sinkronisasi Program, di Local Education Centre (LEC) Gunung Madu Plantations, 29 Oktober 2008.

Dalam acara ini, Dinas Pendidikan Lampung Tengah menghadirkan tiga pembicara yakni Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Ridwan Sory Ma’oen Ali, Ketua Komisi D DPRD Lamteng Diana Triastuti, S.Si., Jhonson Napitupulu dari Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, dua pembicara lain adalah dari Badan Pengelola Keuangan Daerah dan dari Bappeda Lampung Tengah.

Bupati Lampung Tengah Mudiyanto Thoyyib ketika membuka Raker tersebut mengatakan, Raker ini dimaksudkan untuk mengetahui komitmen masing-masing stakeholder pendidikan dalam menyikapi alokasi dana 20 persen untuk pendidikan di APBD 2009 mendatang.

"Melalui Raker ini diharapkan ada masukan yang penting agar dana pendidikan yang akan dialokasikan dalam APBD mendatang benar-benar tepat sasaran," katanya.

Menurut Mudiyanto Thoyyib, bicara masalah pendidikan tidak akan ada habis-habisnya, karena masalah dunia pendidikan yang sangat kompleks, selalu mengikuti perkembangan jaman. Ada filosofi seorang negarawan Mesir yang mengatakan “didiklah anak-anakmu pada jamannya, jangan kau didik anak-anakmu pada jamanmu”.

Itu mengisyaratkan bahwa pendidikan ada perubahan, dan setiap perubahan selalu perbaikan. Bahkan ada sebuah hadis Nabi yang mengatakan bahwa “Jika engkau menghendaki kebahagiaan dunia maka dengan ilmu, jika engkau menghendaki kebahagiaan akhirat maka dengan ilmu”.

“Sejalan dengan tujuan negara kita mewujudkan masyarakat yang sejahtera, modalnya adalah kecerdasan”, tegas Bupati Lampung Tengah Mudiyanto Thoyyib.

Pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orangtua. Masyarakat sesuai UU Sisdiknas adalah kelompok warganegara diluar pemerintah yang mempunyai perhatian dalam dunia pendidikan.

Isu yang saat ini sedang hangat adalah tentang anggaran pendidikan 20% dari APBN dan APBD. Selama tiga tahun terakhir ini anggaran pendidikan di Kabupaten Lampung Tengah telah ada peningkatan dari 6% tahun 2006, kemudian 11,5% tahun 2007 dan 12,5% tahun 2008.

Mengenai anggaran 20% tersebut, menurut Mudiyanto Thoyyib, yang masih membingungkan adalah cara menghitungnya, apakah termasuk gaji guru atau tidak? Kalau 20% dari total APBD, bisa-bisa banyak jalan yang tidak bisa direhab atau banyak Dinas yang mogok karena tidak ada kegiatan.

Kita harus tahu persis berapa tambahan DAU untuk Kabupaten Lampung Tengah, dan menghitungnya harus benar-benar teliti. Apalagi saat ini kenaikan gaji 20% dan tunjangan 10% belum dibayar, kata Bupati.

Porsi anggaran pendidikan Kabupaten Lampung Tengah, tambahnya, adalah yang paling tinggi dari 8 kabupaten di Provinsi Lampung.

“Saya mohon dalam waktu dekat ini Kepala Bappeda, Kepala Pendapatan Keuangan Daerah dan Dinas Pendidikan serta Komisi D untuk merumuskan porsi anggaran yang sebenarnya menurut edaran Mendagri,” kata Bupati.

Kesiapan Keuangan

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Lampung Tengah Herman menyampaikan materi tentan kesiapan Pemda Lampung Tengah untuk mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20% tahun 2009.

Menrut dia, untuk melaksanakan amanat UU tentang alokasi anggaran 20% untuk pendidikan, kita harus tahu dulu keseimbangan keuangan daerah. Kalau tidak ada keseimbangan, sulit untuk dilaksanakan.

Tatkala dana pendidikan dinaikkan sementara sumber pendapatannya tidak dinaikkan APBD Kab. Lampung Tengah diseting dalam satu surplus. PAD Rp21 M, dana bagi hasil pajak total Rp77 M, DAU Rp669 M, DAK Rp55 M, dana bagi hasil PKB/BBNKB provinsi Rp24 M, dana infrastruktur Rp29 M. Total pendapatan Kabupaten Lampung Tengah Rp877 M, belanja Rp840 M.

Tatkala ini dinaikkan 20%, Lampung Tengah yang bermasalah. Lampung Tengah ini jumlah gurunya 9941 dengan total gajinya Rp346 M. Rp346 M untuk membelanjai guru saja. PNS-nya untuk gaji Rp13 M. Total semuanya Rp360 M.

Di dalam melaksanakan belanja langsung Dinas Pendidikan kita alokasikan Rp45 M. Total selurunya untuk belanja pendidikan lampung tengah Rp405 M dari total APBD Rp840 M. Hampir 50%.

Seluruh yang namanya urat nadi di Kabupaten Lampung Tengah ini disuplai melalui Dana Alokasi Umum yang jumlahnya Rp669 M. Dana DAU ini untuk membiayai belanja langsung dan tidak langsung.

Permasalahan sekarang, jumlah pegawai di Lampung Tengah ini hampir 15.000 orang, yang 10.000 di Dinas Pendidikan, sisanya tersebar di instansi lainnya. Kita menaikkan gaji 20% tadi memerlukan dana hampir Rp6 M/bulan. Dengan keadaan seperti ini APBD Lampung Tengah mengalami minus.

DAU naik menjadi Rp690 M, tunjangan tenaga pendidikan Rp23 M, tunjangan beras Rp13 M. total . untuk belanja yang sudah dihitung sudah hampir mencapai Rp684 M. hanya tersisa Rp6 M untuk membangun infrastruktur Lampung Tengah.

“Bagaimana kita bisa pintar dengan kondisi keuangan seperti ini? Kita cerdas, kita pintar, tapi kita kena penyakit kuning,” kata Herman.

Ini tidak bisa dibayangkan. Sekarang ini kalau kenaikan DAU tidak signifikan, maka tidak mungkin Kabupaten Lampung Tengah ini bisa membangun infrastruktut, karena habis dana DAU ini untuk belanja pegawai.

Tugas Berat

Kepala Dinas Pendidikan Ridwan Sory Ma’oen Ali dalam kesempatan itu mengakui, pihaknya mendapat tugas yang cukup berat bila saja dana pendidikan sebesar 20% tersebut terealisasikan.

Masalahnya, kata Ridwan Sory, selain dihadapkan dengan kurangnya sumber daya aparatur (SDM) yang belum memadai, juga adanya ketentuan otorisasi keuangan yang semakin ketat.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah masih belum adanya sikap dan budaya masyarakat yang mengarah pada educational oriented. Dijelaskannya, untuk SDM tenaga pendidik di Lampung Tengah ini sebagian besar belum memiliki gelar sarjana seperti yang diharapkan, sehingga mau tidak mau berimbas pada profesionalisme guru.

Sedang dari aspek pendanaan, alur administrasinya sangat ketat seperti tertuang dalam Peraturan Mendagri nomor 13 tahun 2006. Misalnya saja, sistim penunjukan langsung untuk sebuah proyek yang sifatnya mendesak tidak diperbolehkan lagi.

"Sementara persepsi masyarakat terhadap pendidikan tertuju pada hasil, bukan proses pendidikan itu sendiri. Sehingga orientasi masyarakat pada pendidikan masih lemah," kata Ridwan Sory.

Usaha untuk memperbaiki kelemahan ini, menurut Ridwan Sory terus diupayakan. Seperti penambahan wawasan melalui kompetensi guru, memperkuat staf administrasi di kantor Dinas dan Cabang Dinas Kecamatan serta langkah sosialisasi lainnya kepada masyarakat serta perbaikan sarana secara bertahap.

Sementara Anggota Komisi D DPRD Diana Triastuti mengatakan bahwa lembaganya sepakat dan berkomitmen mengalokasi dana pendidikan sebesar 20% dari APBD. "Pokoknya kami menjamin alokasi dana tersebut dalam APBD mendatang benar-benar terealisasi," katanya. (amd)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto