Senin, 20 September 2010

Apa Saja yang Janggal dalam Kasus Gayus?

Perkara pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Tambunan terus bergulir pascapengungkapan adanya dugaan praktik makelar kasus yang dilontarkan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji.
Awalnya, kepolisian dan kejaksaan menegaskan, penanganan perkara Gayus di institusi masing-masing berjalan sesuai dengan prosedur. Namun, kemudian, kedua institusi lewat pimpinannya masing-masing meralat dan menyatakan ada indikasi penyimpangan yang dilakukan oleh jajarannya.
Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan bahwa ia melihat ada sistem hukum yang berjalan tidak sesuai dengan prosedur. Hal sama dikatakan Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri. Apa saja kejanggalan dalam perkara Gayus?
Kejanggalan terjadi saat tidak dilanjutkan perkara tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak yang mengirimkan uang Rp 25 juta ke rekening Gayus untuk mengurus pajak kliennya. Awalnya, penyidik menangani perkara Roberto dan Gayus bersamaan. Namun, hanya perkara Gayus yang dilimpahkan ke kejaksaan.
Kejanggalan lain, penyidik tidak menahan Gayus setelah ditetapkan sebagai tersangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan terkait uang Rp 395 juta yang ada di rekening dia. Gayus tidak ditahan hingga proses pengadilan selesai.
Kejanggalan selanjutnya, kejaksaan menghilangkan perkara korupsi yang dijerat oleh penyidik kepada Gayus dan hanya melimpahkan perkara penggelapan dan pencucian uang. Menurut jaksa, hasil gelar perkara hanya dua pasal itu yang dapat dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Hakim lalu memutuskan vonis bebas terhadap Gayus.
Hal yang paling disorot publik adalah tidak diusutnya asal-usul uang Rp 24,6 miliar yang ada di rekening Gayus. Menurut Susno, diduga penyidik serta jaksa menikmati uang itu setelah pemblokiran dibuka. Kapolri telah memerintahkan untuk mengusut uang yang diakui milik Andi Kosasi itu.
Selain itu, awalnya, penyidik menyatakan hanya ada tiga transaksi mencurigakan di rekening Gayus, berjumlah Rp 395 juta. Namun, menurut PPATK, ada banyak transaksi mencurigakan di rekening Gayus yang telah dilaporkan kepada penyidik. Setelah dikonfirmasi pernyataan PPATK itu, polisi menyatakan ada 19 transaksi mencurigakan yang masih disidik.

Jumat, 17 September 2010

Kasus Mafia Pajak Gayus Dituntut Dua Tahun

AKP Sri Sumartini dituntut dua tahun penjara dalam sidang kasus mafia pajak Gayus Tambunan, Kamis (16/9). Selain itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Harjo juga mengajukan tuntutan terhadap terdakwa denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.

Menurut JPU, terdakwa terbukti menerima uang senilai 7.000 dolar AS dalam bentuk 70 lembar uang dolar AS dengan nominal 100 sehubungan telah dibukanya rekening Gayus. “Menyatakan bahwa terdakwa Sri Sumartini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana disebut dalam dakwaan kedua dan dijerat hukuman dua tahun penjara dikurangi masa tahanan ditambah denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan,” katanya saat membacakan tuntutan

JPU Harjo mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa, kata JPU, Sri Sumartini selaku penegak hukum tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan terdakwa tidak mau mengakui perbuatannya.

Sedangkan yang meringankan, perilaku terdakwa yang sopan selama mengikuti persidangan dan terdakwa sebelumnya belum pernah melakukan perbuatan melawan hukum.

Menanggapi tuntutan ini, Sumartini keberatan dan membantah tuduhan tersebut.

”Tuntutan itu tidak ada fakta dan tidak ada alat buktinya. Itu kan hanya omongan, apa omongan dapat dijadikan alat bukti. Sejauh ini mana ada saksi yang bicara saya menerima uang itu,” ujarnya seusai sidang.
Pengacara Sri Sumartini, Bambang Hartono juga keberatan. Ia menilai, JPU masih berpegang pada berita acara pemeriksaan (BAP) awal yang dibuat kepolisian.

”Uang 70 lembar dengan nominal 100 dolar AS yang diberikan oleh Arafat itu kan uang Arafat sendiri. Tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembukaan blokir rekening Gayus. Tapi di BAP berbeda dan BAP itupun sudah dicabut oleh Arafat,” ujarnya
Dikatakan, dalam persidangan juga tidak ada keterangan saksi yang menyebutkan bahwa Sri Sumartini telah menerima uang seperti yang dituduhkan oleh JPU.

”Menurut saya Sri Sumartini harus bebas, kalau suap itu harus ada uangnya dan harus ada pengakuan dari saksi. Dalam pemeriksaan Sri Sumartini tidak ada satupun pertanyaan mengenai uang,” katanya

Sementara itu, pihak Polri masih menunggu perintah pengadilan untuk melanjutkan proses hukum terkait fakta-fakta atau keterangan yang terungkap dalam persidangan kasus Gayus, termasuk peningkatan status jaksa peneliti kasus Gayus, Cirus Sinaga.

”Polisi akan bekerja setelah ada perintah Jaksa atau perintah hakim yang berdasarkan keputusan,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Iskandar Hasan. Ia menegaskan, putusan pengadilan merupakan alat bukti atau bukti surat. ”Alat bukti itu bisa kami tindaklanjuti kalau atas dasar perintah hakim atau jaksa,” tambahnya.

Iskandar mengungkapkan, pemeriksaan dua Jaksa, Cirus Sinaga dan Poltak Manulang sebagai saksi kasus mafia hukum perkara Gayus dinyatakan sudah selesai.

”Ya itu sudah selesai, itu sudah dikoordinasikan antara penyidik dengan jaksa penuntutnya,’’tandasnya.

Mantan Direktur II Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Raja Erizman dalam kesaksian di sidang dengan terdakwa Syahril Djohan mengaku melakukan pembukaan blokir rekening Gayus sebesar Rp 25 miliar merupakan atas petunjuk dari Cirus Sinaga.

Menebak Calon Kapolri?


Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) akan menyerahkan dua nama calon Kapolri. Siapakah mereka? Tentu, hanya Kapolri dan sejawatnya saja yang tahu.

Bocoran menyebut, dua kandidat itu adalah Komisaris Jenderal Polisi Nanan Soekarna yang menjabat Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Mabes Polri dan Inspektur Jenderal Pol. Imam Soedjarwo, yang kini menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Kalemdiklatpol).

Setidaknya ada dua alasan untuk memercayai bocoran tersebut. Pertama, sesuai tradisi kapolri dipilih dari perwira tinggi berbintang tiga. Kedua, berdasarkan UU 2/2002 tentang Polri, kandidat kapolri paling tidak punya masa dinas aktif dua tahun ke depan. Usia pensiun anggota kepolisian adalah 58 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 60 tahun jika memiliki keahlian khusus atau sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian.

Ada enam perwira berpangkat komisaris jenderal atau komjen, saat ini. Mereka adalah Wakapolri Jusuf Manggabarani (Akpol 75), Kabareskrim Ito Sumardi (Akpol 77), Kababinkam Imam Haryatna (Akpol 75), Irwasum Nanan Soekarna (Akpol 78), Kepala BNN Gorries Mere (Akpol 77), dan mantan Kabareskrim Susno Duadji (Akpol 77).

Namun, tidak semua punya masa dinas aktif minimal dua tahun. Jusuf Manggabarani dan Imam Haryatna akan memasuki masa pensiun. Jusuf yang kelahiran 1953, akan pensiun tahun depan. Sementara kolega satu angkatannya, Imam Haryatna sudah lebih dulu pensiun, April lalu. Nasib Ito Sumardi juga tak beda jauh. Meski angkatannya dua tahun lebih muda dari Jusuf dan Imam, namun usia Kabareskrim Mabes Polri ini tidak lagi muda. Ito lahir 17 Juni 1953, dan ini berarti juga akan pensiun tahun depan.

Teman satu angkatan Ito, Susno Duaji sebenarnya punya peluang. Malangnya, Susno kini terjerat kasus suap. Jadi tersisa Komjen Gregorius Mere alias Gorries Mere, dari angkatan 77 yang punya peluang. Dari sisi usia, Gories masih muda (17 November 1954). Dari sisi karier, Gories juga sudah makan asam garam sebagai Kapolres, Direktur Reserse, Wakapolda, Kadensus 88, Wakabareskrim, dan kini Kalakhar BNN.

Boleh jadi Gorries adalah kuda hitam, meski kabarnya resistensi terhadap Gorries, baik di dalam maupun di luar institusi Polri cukup tinggi. Salah satu kontroversi Gorries adalah ngopi dengan Ali Imran, terpidana teroris di Starbuck. Kontroversi lain adalah bergesekan dengan BIN saat menjadi Kabareskrim, yang menudingnya tertutup dalam memberantas terorisme.

Terakhir, Nanan Soekarna pria kelahiran 30 Juli 1955. Masih menyisakan masa dinas tiga tahun, dan memiliki prestasi yang cukup moncer. Nanan adalah penerima penghargaan Adhi Makayasa alias lulusan terbaik Akpol angkatan 78. Bahkan, Nanan adalah orang pertama di angkatannya yang menjadi jenderal.

Sebagai ketua alumnus FBI wilayah Asia Tenggara, dia juga mempunyai jaringan dan relasi internasional yang sangat kuat. Selain itu, namanya pernah harum karena program smiling police (polisi tersenyum) ketika menjadi Kapolda Kalimantan Barat. Saat itu, dia mewajibkan seluruh anak buahnya mengenakan pin bergambar polisi.

Setelah di Kalbar, Nanan menjadi staf ahli Kapolri bidang sosial politik. Barulah pada 2008, Nanan menjabat sebagai Kapolda Sumatra Utara (Sumut). Di sana Nanan juga membuat program Anti-KKN. Hingga kemudian pada Februari 2009, dia dimutasi kembali ke Mabes Polri sebagai staf ahli. Saat itu santer terdengar, pergantian Nanan terkait dengan demo maut di Sumut, yang berbuntut meninggalnya Ketua DPRD Sumut Azis Angkat.

Hanya beberapa bulan menjadi staf ahli, Nanan kembali mendapatkan posisi strategis yaitu Kadiv Humas, pada Juni 2009. Ini adalah waktu pengembalian nama baik.

Sebagai Kadiv Humas, Nanan dinilai berhasil dan meraih simpati publik. Di tengah isu perseteruan KPK dan Polri, Nanan juga menegaskan sikapnya terhadap gerakan antikorupsi. Ketika itu, ia sempat muncul di televisi dengan memakai pita hitam, yang merupakan lambang mendukung KPK. Dia beralasan, polisi juga ikut mendukung keberadaan KPK, karena 120 anggota polisi bertugas di sana.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Nanan termasuk yang direkomendasikan sebagai Kapolri. Dalam nota itu, Nanan disebut sosok yang agamis, pintar, ambisius, dan selalu menjaga wibawa.

Nanan disebut paling didukung kalangan internal Polri, lantaran Nanan dinilai mampu menjaga netralitas Polri dan tak bisa ditekan oleh parpol tertentu. Belakangan, dukungan terhadap Nanan dari DPR juga bermunculan. Dukungan ini penting, karena Kapolri diangkat atas persetujuan DPR. Berdasarkan alasan ini, diduga kuat Nanan adalah salah satu nama yang diajukan Kapolri ke Presiden.

Peluang Bintang Dua

Lalu bagaimana dengan Imam Sudjarwo? Mengapa namanya ikut disebut sebagai calon kuat? Hingga saat ini, Imam masih berpangkat inspektur jenderal. Kendati demikian, jabatannya saat ini adalah jabatan bintang tiga atau pangkat Komjen. Hanya tinggal menunggu waktu, bintang di pundak Imam bertambah satu.

Imam Sudjarwo lahir di Kendal, 5 November 1955. Iman Sudjarwo memang Angkatan 80, tapi NRP-nya senior, mungkin karena ia masuk AKABRI bagian Kepolisian agak telat. Ia "asli" Brimob, pernah menjadi Komandan Korps Brimob. Uniknya, Dankor Brimob yang satu ini bertemperamen tidak sangar, rendah hati, low profile, tapi tetap tegas.

Namanya sejauh ini bersih. Ia pernah menjabat Kapolda Bangka Belitung. Saat ini Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Imam juga diberi kepercayaan memimpin tim untuk merestrukturisasi tubuh Polri. Hasilnya, adalah struktur baru Polri dengan tambahan banyak jenderal, yang telah diresmikan Juli lalu.

Dalam nota dinas untuk Kepala Badan Intelijen Keamanan bertanggal 8 Oktober 2009, yang sempat beredar di kalangan wartawan, nama Imam juga disebut sebagai kandidat Kapolri. Dalam nota itu, Imam disebut sosok yang agamis, disiplin, lurus, pekerja keras, serta tipe pemimpin yang persuasif dan disegani rekan dan juga bawahannya.

Lamanya Imam berkarya di Korps Brimob, menjadikannya sosok alternatif pimpinan Polri yang bebas dari kontaminasi mafia hukum. Belakangan, beredar kabar Imam adalah jenderal yang paling diinginkan pihak Istana. Apalagi Iman satu angkatan dengan Mayor Jenderal TNI Edhi Wibowo, adik ipar SBY, yang kini menjabat Pangdam Siliwangi, dan disebut-sebut sebentar lagi bakal menjadi KSAD. Karenanya, nama Imam diprediksi sebagai satu di antara dua nama yang akan diajukan Kapolri ke Presiden SBY.

Selain Imam, jenderal bintang dua lainnya juga dijagokan. Yakni, Irjen Timur Pradopo (Kapolda Metro Jaya) dan Irjen Oeogroseno (Kapolda Sumatra Utara). Namun, peluang keduanya untuk bersaing jadi Trunojoyo 1 pupus. Kursi Kababinkam, yang jadi jalan untuk naik pangkat baru akan diganti bersamaan dengan mundurnya Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD). Sementara, Ito Sumardi yang diisukan akan digeser ke Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), juga masih menjabat Kabareskrim.

Belajar dari Pola yang Lalu

Selama Presiden SBY menjabat, baru dua Kapolri yang diangkatnya. Yakni Jenderal Soetanto dan Jenderal Bambang Hendarso Danuri. Dari keduanya, ada beberapa pola yang sama. Pertama, pernah menjadi Kapolda setidaknya dua kali. Kedua, pernah menjabat Kapolda Sumatra Utara, yang menjadi kawah candradimuka. Ketiga, pernah berdinas bersama atau punya hubungan dekat.

Dari pola ini, Nanan adalah yang paling berpeluang. Mengapa? Nanan pernah menjabat sebagai Kapolda sebanyak dua kali, salah satunya Kapolda Sumatra Utara. Dinas bersama jadi kunci berikutnya. Saat Sutanto menjadi Kapolda Jawa Timur, BHD menjadi Kepala Direktorat Reserse dan Kriminal (Kaditreskrim). Bahkan Soetanto, yang menarik BHD dari Lemhanas untuk menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan.

Begitu pula, antara BHD dan Nanan juga pernah bertugas bersama. Ketika Nanan menjadi Wakil Kepala Polda Metro Jaya, Bambang Hendarso menjabat sebagai Kaditreskrim. Gosip kedekatan BHD dengan Nanan juga mengemuka, saat Nanan yang baru empat bulan menjadi staf ahli diangkat sebagai Kadiv Humas. Banyak yang menilai, pengangkatan inilah yang menyelamatkan karier Nanan. Nanan lantas dipromosikan sebagai Irwasum dengan pangkat Komjen, menggantikan Komjen Jusuf Manggabarani.

Yang terbaru adalah penunjukan Nanan dan bukan Wakapolri, untuk mewakili Kapolri dalam acara pengukuhan anggota Paskibraka oleh Presiden SBY di Istana Negara, 15 Agustus silam. Kesamaan rekam keduanya sebagai serse, membuat BHD dan Nanan juga cocok.

Nanan juga lebih berpeluang dibandingkan Imam, lantaran Nanan sudah berpangkat bintang tiga. Sebaliknya, Imam masih berpangkat bintang dua dan belum jelas kapan menerima tambahan satu bintang. Kendati demikian, jenderal "asli" Brimob ini bukan tanpa peluang. Prestasi yang cemerlang, tidak punya "cacat" karier, serta kedekatannya dengan keluarga SBY, membuat Imam masih layak diperhitungkan.

Prerogatif Presiden

Tugas Kapolri baru amat sangat berat. Dia harus membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Terbongkarnya skandal rekening gendut para petinggi kepolisian semakin membuat citra Korps Bhayangkara jatuh pada titik nol. Sebelumnya, publik dikejutkan dengan pengakuan blak-blakan mantan Kabareskrim Komjen Pol. Susno Duadji tentang adanya praktik makelar kasus di Markas Besar Polri.

Kini, semuanya berpulang ke presiden, soal calon Kapolri yang akan dipilihnya. Presiden bisa mengirim lebih dari satu nama untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) kepada DPR. Namun, melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Istana menyaratkan hanya akan mengajukan satu nama kepada DPR. Satu nama, yang seharusnya benar-benar memiliki komitmen kuat untuk menegakkan hukum yang sedang morat marit di negeri ini.

Apakah Nanan, Imam, atau jangan-jangan Gorries Mere? Tentu hanya Presiden dan Kapolri yang tahu.(sumber: http://berita.liputan6.com)

Kamis, 16 September 2010

Tim Pengawas Kasus Century Prioritaskan Uji Silang


Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhacap Kasus Bank Century akan memprioritaskan uji silang kasus Bank Century terhadap tiga lembaga hukum yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Polri dan Kejaksan Agung.

Koordinator Tim Kecil, Mahfudz Sidik, Senin (13/9), mengatakan, Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhadap Kasus Bank Century akan menggelar rapat internal untuk mengagendakan jadwal rapat konsultasi dengan tiga lembaga penegak hukum tersebut.

"Kami baru mulai bekerja pada Selasa besok (14/9) dan belum menentukan jadwal rapat internal. Kemungkinan, rapat internal itu akan dilakukan Senin mendatang (20/9)," kata Mahfudz Sidik.

Mahfudz menjelaskan, jika rapat internal diselenggarakan Senin (20/9), maka Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhadap Kasus Bank Century akan menjadwalkan sepekan kemudian yakni Senin (27/9).

Menurut dia, Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhadap Kasus Bank Century akan memprioritaskan uji silang kasus bank Century karena hal itu sudah diagendakan DPR pada Agustus lalu, tapi belum terlaksana.

Semula, Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhadap Kasus Bank Century menjadwalkan rapat konsultasi untuk mendengarkan laporan perkembangan dari pimpinan ketiga lembaga penegak hukum yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan Agung.

"Rapat konsultasi batal karena anggota DPR saat itu sedang reses, tapi laporan perkembangan terhadap tindak lanjut kasus Bank Century sampai sampai saat ini belum diserahkan ke DPR," katanya.

Tim Pengawas Rekomendasi DPR terhadap Kasus Bank Century juga akan melakukan uji silang kasus Bank Century degan pimpinan ketiga lembaga penegak hukum tersebut pada 25 Agustus 2010, tapi juga tertunda.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini menjelaskan, uji silang menjadi salah satu prioritas untuk melihat bukti-bukti pada kasus Bank Century yang menjadi sudut pandang DPR dan yang menjadi sudut pandang tiga lembaga penegak hukum tersebut.

Melalui uji silang ini, kata dia, bisa dilihat persamaan dan perbedaan sudut pandang terhadap kasus Bank Century, tapi bukan mengintervensi tindak lanjut kasus Bank Century.

Menurut dia, Panitia Angket DPR kasus Bank Century yang bekerja selama tiga bulan sejak 4 Desember 2009 hingga 4 Maret 2010, menemukan sejumlah dugaan tindak pidana perbankan dan korupsi pada pemberian dana talangan ke Bank Century sebesar Rp6,7 triliun.

"Hasil rekomendasi dan lampirannya juga sudah diserahkan kepada pimpinan tiga lembaga penegak hukum," katanya.

Namun pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kata dia, beberapa kali menyatakan belum menemukan bukti-bukti kuat dugaan tindak pidana korupsi, sedangkan kepolisian dan kejaksaan juga belum ada perkembangan.(sumber: http://www.republika.co.id)

Jumat, 11 Juni 2010

Kejagung Ajukan PK Kasus Bibit-Chandra


Kejaksaan Agung akhirnya mengambil sikap. Mereka akan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memenangkan gugatan praperadilan Anggodo Widjojo. "Langkah ini sudah sesuai dengan koridor hukum," kata Jaksa Agung Hendarman Supandji, seusai menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Presiden Jakarta, Kamis (10/6)


Menurut Hendarman, langkah PK Atas putusan PT DKI Jakarta adalah yang paling tepat. Sebab, jika depoonering atau menyampingkan perkara demi kepentingan umum yang diambil, maka tak hanya kasus Bibit Rianto-Chandra Hamzah yang dikesampingkan. Perkara dugaan suap dengan terdakwa Anggodo Widjojo juga bisa berhenti.

Hendarman menambahkan, dengan putusan ini berarti Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung terkait kasus hukum Bibit-Chandra menjadi tidak sah. Dengan begitu, Bibit-Chandra bisa dipenjara lagi dan kasusnya dapat disidangkan kembali di pengadilan.(sumber: Liputan6)

Jumat, 23 April 2010

Berbagai Benda Klenik Ditemukan Di Kantor KPK

Bagi Anda yang tidak mempercayai hal-hal mistis atau hal gaib, maka kejadian ini pastinya tidak masuk di akal. Namun demikian, percaya atau tidak bahwa beberapa waktu lalu, sebuah penemuan benda-benda yang diduga "berbau"klenik ditemukan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tindak tanduk lembaga pemberantasan korupsi ini dalam memburu para koruptor memang banyak mengundang sorotan, selain mendapat "acungan jempol" dalam menguak kasus korupsi, keberadaan lembaga ini juga pastinya tidak luput dari tekanan-tekanan dalam menjalankan tugasnya dari para pihak yang tidak nyaman akan keberadaan KPK.

Selain tekanan sosial maupun politik, ternyata teror psikologis yang bersifat mistis pun diduga juga menghampiri orang-orang di lembaga pemberantasan korupsi tersebut.

Hal ini terbukti dengan ditemukannya berbagai benda-benda klenik di sekitar dan di dalam gedung KPK di Kuningan, Jakarta.

Berdasarkan keterangan Juru Bicara KPK, Johan Budi, benda-benda yang diduga berhubungan dengan hal gaib tersebut beberapakali ditemukan di gedung KPK.

"Tim Pamdal (Pengamanan Dalam) yang melakukan pengecekan KPK setiap harinya, tadi pagi menemukan hal mencurigakan, saat dibuka isinya berupa sebuah gundukan tanah dan rajah (lembaran kertas/kain bertulisan mantera) di gedung KPK," ucapnya.

Johan menambahkan bahwa penemuan barang tersebut sudah sering ditemukan di lokasi berbeda di gedung KPK.

Selain kedua benda tersebut, Johan juga menambahkan bahwa benda lain seperti taburan garam, kulit kayu bertulisan arab maupun benda-benda yang berbau wangi kembang juga sudah sering ditemukan.

Percaya atau tidak, namun memang keberadaan lembaga pemberantasan korupsi ini pastinya banyak mengundang "rasa tidak nyaman" para pelaku tindak pidana korupsi di negeri ini.kabarinews.com

Selasa, 13 April 2010

Susno Ditangkap Polri, Komisi III Pasang Badan

Komisi III DPR meminta mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol Susno Duadji untuk terus mengungkap markus di Kepolisian. Komisi akan memberikan perlindungan politik menyusul penangkapan Susno di Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, Banten.

"Kita minta Pak Susno tidak takut dan terus mengungkap markus di Kepolisian. Kita lembaga politik sudah berkomitmen memberikan perlindungan politik pada Susno Duadji," tegas Ketua Komisi III DPR Benny K sebelum rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/4/2010).

Benny mempertanyakan apakah penangkapan Susno yang hendak terbang ke Singapura untuk berobat itu merupakan bagian dari upaya pembungkaman Susno atau tidak.

"Apakah penangkapan ini bagian dari upaya pembungkamanan Susno yang sedang mengungkap markus di Kepolisian?" tanya politisi PD ini.

Untuk memperjelas itu, lanjut Benny, Komisi III DPR akan memanggil Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri. Komisi III akan meminta penjelasan Kapolri atas penangkapan Susno.

"Kami akan meminta penjelasan Kapolri tentang penangkapan Susno. Dalam rapat kerja dengan Kapolri minggu depan," tandasnya.

Susno ditangkap oleh Polri di Bandara Soekarno-Hatta dalam perjalanan untuk medical check up ke Singapura. Setelah diperiksa selama 5 jam di Mabes Polri, Susno lalu diizinkan pulang ke rumahnya.

DPR Minta Kapolri Klarifikasi Terbuka Alasan Penangkapan Susno

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menyayangkan penangkapan mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji oleh Polri di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Benny meminta Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri menjelaskan alasan penangkapan Susno itu secara terbuka.

"Kami meminta Kepolisian memberikan keterangan terbuka kepada publik terkait penangkapan itu supaya tidak menimbulkan kesan merupakan upaya pembungkaman Susno dalam mengungkapkan mafia kasus di tubuh Polri," ujar Benny sebelum rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/4/2010).

Menurut Benny, Polri seharusnya tidak gegabah menangkap Susno ketika hendak berobat ke Singapura. Apalagi Susno sedang menjadi pusat perhatian. Penangkapan itu akan membuat citra Polri makin merosot tajam.

"Kami melihat penangkapan itu menunjukkan bahwa Kepolisian terkesan panik terhadap langkah-langkah yang dilakukan Susno Duadji mengungkapkan markus di Kepolisian," tegas politisi PD itu.

Benny kembali menegaskan, Komisi III DPR akan melindungi Susno Duadji. "Kami berkepentingan untuk melindungi Susno Duadji supaya dia tetap punya keberanian mengungkap mafia kasus di tubuh Kepolisian," tutupnya.

Senin, 05 April 2010

Susno: Info Polri Menyesatkan

Seusai mengajukan permohonan perlindungan ke Komisi III DPR, mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji mengklarifikasi sejumlah pernyataan yang datang dari Mabes Polri terkait pengusutan dugaan mafia kasus pajak.

Salah satunya, informasi yang menyebutkan bahwa salah satu penyidik yang ditetapkan sebagai tersangka, Komisaris A, merupakan "orang Susno" dan anak kesayangannya.

"Info itu sangat menyesatkan. Tidak ada satu biji pun orang Susno. Ini yang saya persalahkan. Dia berlindung di balik saya karena katanya sama-sama pernah di PPATK. Katanya anak kesayangan saya. Dia itu (Komisaris A) dikembalikan lebih awal ke Polri. Sudahlah, jangan bohongi orang," kata Susno di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (30/3/2010).

Susno kembali menegaskan, ia tak berhubungan langsung dengan perkara pajak yang diduga melibatkan sejumlah jenderal di Mabes Polri itu. Secara sistematika kerja, menurut dia, setiap perkara dilaporkan kepada kepala unit atau direktur. Hanya perkara yang bermasalah yang dilaporkan ke Kabareskrim. "Kecuali perkara yang ada masalah. Sebagai Kabareskrim, saya baru tahu ada masalah dalam perkara kalau dilapori oleh wasdik (pengawas penyidik)," ungkapnya.

Wasdik, menurut Susno, merupakan pihak yang menghadiri gelar perkara. Setelah itu, semua laporan perkara bermuara di tangan direktur. Termasuk kewenangan penahanan, menurut dia, merupakan otonom penyidik yang kemudian diusulkan kepada kepala unit dan direktur. "Soal penahanan tidak pernah ke kepala bagian. Dua jenjang tanggung jawabnya adalah kanit dan direktur," katanya.

Pernyataan Susno itu menjawab pertanyaan mengapa selaku Kabareskrim, ia saat itu tidak memerintahkan penahanan terhadap Gayus Tambunan. Mengenai pembukaan blokir rekening, dikatakan Susno, tak sulit untuk menemukan siapa yang harus bertanggung jawab. "Lihat saja yang tanda tangan siapa," ujarnya singkat.(sumber:kompas.com)

Susno: "Decision Maker"-nya Dirjen dan Menteri

Mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Susno Duadji mengungkapkan, posisi pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Tambunan, hanyalah di lini terbawah dari gambaran struktur proses penetapan pajak. Ia menyebut Gayus sebagai pintu terdepan. Masih ada pejabat di atasnya yang berperan juga dalam "permainan" tersebut. Bahkan, ia mengatakan, pengambil keputusan berada di tangan Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan.

"Gayus itu masih kecil. Ibaratnya pintu terdepan, yang terima map. Terus naik ke atas terus. Decision maker-nya ada pada Dirjen dan Menteri (Keuangan)," kata Susno saat mengisi diskusi "Susno Disayang, Susno Ditendang" di Jakarta, Kamis (1/4/2010) sore.

Dikatakan Susno, ia hanya "menendang bola" agar ada perbaikan sistem di tubuh kepolisian, institusi penegak hukum, dan Ditjen Pajak sendiri. "Yang sama statusnya dengan Gayus ada ratusan. Masak negeri sebesar ini pajak kurang dari Rp 1.000 triliun. Saya 'tendang bola', biar sistem bergetar di kejaksaan, kepolisian, pengadilan. Kalau ini tidak gol juga, penonton kecewa," ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.

Kasus dugaan mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan telah turut pula menyeret dinonaktifkannya 10 pejabat di atasnya di Ditjen Pajak.(sumber: kompas.com)

Susno: Gayus Itu Bukan Markus, Hanya Pion

Mantan Kepala Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji mengaku punya data setidaknya tiga makelar kasus alias markus yang bercokol di Mabes Polri.

"Gayus Tambunan itu bukan markus, tapi dia hanya pion, dia hanya korban," katanya ketika diwawancarai pemandu bedah buku Bukan Testimoni Susno per telepon dari Surabaya, Minggu (4/4/2010).

Di hadapan puluhan peserta bedah buku dalam rangkaian Kompas Gramedia Fair 2010 itu, Susno juga sempat diwawancarai lewat telepon seluler (ponsel) oleh tiga warga Surabaya yang mengikuti bedah buku terbitan PT Gramedia Pustaka Utama setebal 138 halaman itu.

Susno yang juga pernah menjabat Wakapolwiltabes Surabaya menyebutkan, markus yang sebenarnya itu menghubungkan rekayasa perkara dari kepolisian, kejaksaan, hingga kehakiman. "Dia itu mempunyai kekuatan yang hebat, karena dia mampu menghubungkan kepolisian, kejaksaan dan kehakiman," katanya.

Ucapan itu, katanya, membuat dirinya sempat diminta untuk membuktikannya. "Saya katakan, saya ibarat pelapor. Pelapor kok disuruh membuktikan, ya mereka yang harus membuktikan bahwa hal itu tidak benar," katanya.

Dalam bedah buku itu, penulisnya, IzHarry Agusjaya Moenzir, menyebutkan jumlah markus yang bercokol di Mabes Polri ada tiga nama. "Saya yakin, Pak Susno akan mengungkapkannya, tapi dia masih menyimpannya. Nanti, semuanya akan diungkap satu per satu," katanya.

Menurut dia, Susno sendiri menyebutkan Gayus Tambunan itu masih merupakan episode awal. "Pak Susno mengakui reformasi di Polri akan sulit bila markus masih ada di ruang yang tak jauh dari ruang Kapolri dan Wakapolri," katanya.

Ia percaya, Susno Duadji sudah lama membenahi masalah itu dari dalam tapi tidak pernah didengar, bahkan dirinya justru menjadi korban berkali-kali. "Sewaktu menjabat Wakapolwiltabes Surabaya, Pak Susno pernah dinonjobkan, karena dia tak mengikuti perintah untuk menghentikan kasus uang palsu yang melibatkan dua jenderal di TNI," katanya.

Ketika menjadi Kapolda Jawa Barat pun, katanya, Susno pernah ditawari setoran Rp 10 miliar dari kasus minuman keras. "Pak Susno bilang setoran itu masih dari satu kasus, padahal di kepolisian banyak yang semacam itu. Masih ada kasus judi, VCD bajakan, prostitusi, dan banyak setoran-setoran dari dunia kejahatan lainnya," katanya.

IzHarry Agusjaya Moenzir menambahkan, buku Bukan Testimoni Susno merupakan karyanya yang ke-15 dan paling laku keras, karena hingga kini sudah terjual 23.000 eksemplar.(sumber: kompas.com)

Minggu, 04 April 2010

Kasus Gayus Sindikat Polisi, Jaksa, Hakim

Satgas Anti Mafia Hukum menilai kasus makelar kasus (markus) senilai Rp 25 miliar yang melibatkan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan merupakan sebuah sindikat. Sindikat tersebut melibatkan aparat hukum seperti polisi, jaksa, hakim dan profesi penegak hukum lainnya.

"Kita melihat bahwa ini adalah sindikat, melibatkan aparat hukum di kepolisian, kejaksaan, hakim dan profesi penegak hukum lainnya. Makanya kita segera bergerak kemari," kata Sekretaris Satgas Anti Mafia Hukum Denny Indrayana usai bertemu dengan Jaksa Agung di Kantor Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta, Senin (29/3/2010).

"Indikasinya dari mana kalau kasus ini adalah sindikat?" tanya wartawan.

"Kalau ada sindikasi berarti ada indikasi yaitu dari informasi yang sudah diberikan, bukti-bukti awal dari PPATK, keterangan Andi Kosasih, keterangan Gayus yang disampaikan ke Satgas. Kemarin juga kita bertiga juga sudah di-BAP," papar Denny.

Denny menilai pengusutan kasus markus pajak ini berjalan baik. Pihak-pihak yang dimintai kerjasama proaktif membantu pengusutan kasus yang mencoreng institusi pajak tersebut.

"Kita tadi ketemu Kejagung, intinya kulonuwun minta keikhlasan Jaksa Agung kalau misalnya nanti sampai ada perkembangan perkara sampai ke oknum-oknum kejaksaan," imbuhnya tanpa memberi tahu apakah dalam pertemuan dengan Jaksa Agung, Satgas telah menyebutkan oknum Kejagung yang dimaksud.

"Pada saatnya nanti kita akan sampaikan ke publik," ujar staf khusus presiden ini.

Kamis, 11 Februari 2010

Giatkan Advokasi Wartawan Korban Kriminalisasi Pers

Advokasi untuk Imbang Tua Siregar, korban kriminalisasi pers oleh Dahnial Kabag Umum Pemerintah Kota Tanjung Balai, Sumatra Utara akan terus dilakukan hingga pelaku utama ditahan.

Demikian salah satu hasil Rekomendasi Kongres ke V PWI Reformasi, di Jakarta, Sabtu malam (23/1). Kongres dilaksanakan dari 22-24 Januari 2010.

Hussen Gani, Ketua Umum PWI Reformasi terpilih mengatakan, pihaknya akan memberi perlindungan kepada wartawan karena profesi tersebut penuh risiko. Organisasi ini harus mampu menjadi payung perlindungan bagi anggotanya.

"Kejadian premanisme yang menimpa Imbang Tua jangan terulang kepada wartawan. Kami akan terus dampingi beliau, bukan hanya pelaku premanismenya tapi otaknya," tegas Hussen.

Menurut mantan wartawan MetroTV ini, prilaku premanisme dan kriminalisme kepada wartawan samadengan pengkerdilan logika berpikir masyarakat. Bila kriminalisasi terhadap wartawan terus dilakukan yang rugi adalah seluruh bangsa

"Untuk itu berbagai cara akan kami lakukan agar kasus Imbang Tua dapat diungkap tuntas," ujarnya.

Ditempat sama, Imbang Tua Siregar (50) mengatakan, dirinya disiram air keras (H2SO4) setelah menulis berita dugaan korupsi yang dilakukan Walikota Tanjung Balai Dr. Sutrisno Hadi, Spog. pada kegiatan Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) ke 31 tahun 2008. Akibat siraman air keras tersebut, wajah Imbang Tua mengalami cacat permanen.

Hasil penyelidikan Kejaksaan Negeri Tanjung Balai tentang dugaan korupsi kegiatan MTQ ke 31 "Walikota Tanjung Balai sudah dijadikan tersangka, namun hingga kini belum pernah diperiksa karena belum turunnya izin dari Presiden SBY," imbuhnya. Imbang yang pernah tampil diacara Kick Andi MetroTV ini berharap, Presiden SBY segera mengeluarkan izin pemeriksaan untuk Walikota Tanjung Balai. Kejaksaan Agung juga harus membuka kembali kasus korupsi pada MTQ ke 31. Meminta kepada Kapolri untuk segera menurunkan tim mengelar perkara secara terbuka untuk umum agar dapat mengungkap kasus secara faktual, patut, dan relevan.

"Pelaku penyiraman sudah tertangkap,tapi otak pelakunya belum. Padahal kasus ini sudah sangat transparan siapa otak/dalangnya," lirih Imbang. (**) sumber: press realease PWI Reformasi

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto