Selasa, 15 April 2008

Perjalanan Dinas DPRD Diduga Banyak Fiktif

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Anggota DPRD Lampung diduga banyak yang memanipulasi anggaran Dewan dengan mencairkan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif.
Meskipun namanya tercatat dalam rombongan perjalanan dinas yang dibalut kegiatan studi banding atau kunjungan kerja ke luar provinsi, anggota DPRD Lampung itu terlihat di gedung Dewan. Banyaknya anggota Dewan yang melakukan perjalanan dinas fiktif diungkapkan anggota DPRD Lampung yang tidak mau disebutkan namanya, Senin (14-4).

Sumber tersebut mengungkapkan dua modus anggota DPRD membuat SPPD fiktif. Pertama, memang benar-benar tidak berangkat. Dana yang dicairkan biasanya dipotong Rp1 juta atau sampai 50 persen. "Kalau pakai modus ini memang benar-benar untung karena tidak ke mana-mana, tetapi dapat duit," kata dia.

Modus kedua, mengikuti perjalanan dinas ke luar provinsi, tetapi jumlah hari kunjungan kerjanya dikurangi. "Kalau dijadwalkan enam hari, setiap anggota dapat Rp8,3 juta. Tetapi yang dilaksanakan hanya dua hari," kata dia.

Menurut dia, perjalanan dinas biasanya dilakukan dalam kelompok atau rombongan dan tidak pernah seluruhnya ikut. "Kalau rombongan, yang berangkat paling-paling cuma separo, tetapi yang mencairkan uang SPPD pasti semuanya. Modus itu biasa dilakukan SPPD diurus staf. Dari keuangan dicairkan sesuai dengan jumlah rombongan," kata dia.

Pernyataan itu dibenarkan staf DPRD yang tidak mau disebutkan namanya. "Besarnya biaya perjalanan dinas ditentukan jumlah hari dan jarak tempuh dari Lampung," jelasnya.

Sejak Jumat (11-4), Bawasda Provinsi Lampung tengah memeriksa adanya perjalanan dinas fiktif yang dilakukan Pansus Sembilan Raperda yang diketuai Abdulah Fadri Auli. Pansus beranggotakan 14 orang ini studi banding ke Riau.

Aturan Selektif

Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Lampung Indra Karyadi mengakui ada anggotanya yang mencairkan SPPD fiktif. "Sebab itu, kami mengeluarkan aturan selektif. Proses pencairan SPPD harus sesuai dengan aturan, hanya untuk hal yang betul-betul penting," kata Indra.

Menurut Indra, pimpinan DPRD tengah mempelajari mekanisme pemberian sanksi bagi anggota DPRD yang mencairkan SPPD fiktif. "Yang jelas kalau ada pengaduan akan ditindaklanjuti Badan Kehormatan. Sanksi selanjutnya terserah BK. Apakah mengembalikan uang perjalanan dinas atau sanksi lain. Kalaupun Bawasda mau memeriksa, silakan," kata Indra.

Berdasar pada catatan di Sekretariat DPRD Lampung sejak Januari hingga April 2008, anggota DPRD Lampung telah melakukan studi banding dalam kelompok Panitia Khusus (Pansus) ke delapan provinsi.

Sementara itu, DPRD Lampung dalam rapat pimpinan, Senin (14-4), kembali mengagendakan studi banding 65 anggota Dewan pada 8--14 Mei 2008.(sumber: Lampung Post)

Jumat, 11 April 2008

SLANK II

SAYA membaca ulang beberapa naskah Tajuk Rakyat ini, setelah menyimak keterangan Gayus Lumbuun, Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR semalam di SCTV. Tidak banyak pokok pikiran yang disampaikannya, ihwal lagu SLANK yang berjudul Gossip Jalanan, yang dianggap menghujat kewiba waan DPR itu. Kepada Fajroel, tamu pendamping dalam wawancara SCTV itu, Gayus mengatakan, “Kalau tidak tahu arti santun masuk ke sekolah SMA lagi.” Ia menatap pembawa acara.

Pada 8 April 2008, saya menuliskan tajuk berjudul SLANK. Hari ini di berita pagi televisi swasta, hangat membahas ihwal meradang-nya anggota dewan di DPR, soal lagu SLANK itu.

Kemudian saya membaca ulang buku Sembilan elemen Jurnalisme, Bill Kovach & Tom Rosenstiel. Saya merasa perlu mengkritik diri sendiri agar ke depan rendah hati. Tajuk ini kendati essai, sudah saya tabalkan berlenggam reportase. Sebuah reportase berisi paparan, deskripsi, bahkan beberapa di antaranya saya coba menulis reportase literair, agar terhindar dari kesan nyinyir. Beberapa tulisan yang ada, sudah mulai nyinyir macam nenek lampir saja.

Suatu waktu ketika berdiskusi dengan rekan di Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI-Reformasi), organisasi di mana saya ada, saya terperanjat mendengar keterangan, bahwa kemampuan reportase dalam iklim sekarang tidak mutlak perlu bagi seorang wartawan. Lah, bila demikian adanya, menjadi tanya, apanya yang di-reformasi sebagai reporter?

PWI-Reformasi adalah organisasi yang memiliki sejarah. Ia didirikan pada November 1998, diprakarsai oleh beberapa wartawan senior, bahkan nama reformasi, diucapkan langsung oleh Dahlan Iskan, Pemimpin Jawa Pos Group. Organisasi ini diharapkan mengoreksi cara berorganisasi PWI, yang dalam catatan sejarah turut mendukung pembredelan TEMPO, Detik - - di antaranya - - di era Orde Baru.

Hingga kini, PWI-Reformasi - - salah satu dari 29 organisasi pers - - belum masuk ke daftar anggota Dewan Pers. Mereka yang sudah ada di Dewan Pers, adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), dan IJTI (Ikatan Juranalis Televisi Indonesia).

Salah satu syarat terdaftar di Dewan pers, memiliki kepengurusan setidaknya di 10 propinsi. PWI-Reformasi kendati memiliki kepengurusan di 26 propinsi, namun secara kelembagaan belum memdaftar ke Dewan Pers. Ia laksana partai politik baru, masih dalam upaya membenahi diri. Bahkan namanya pun sempat beralih menjadi PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia) - - yang kemudian jalan sendiri - - lalu menegaskan kembali bahwa PWI-Reformasi, masih perlu ada.

Apa yang direformasi?

Inilah pertanyaan membucah di benak saya selalu. Kini hampir di semua propinsi dan kabupaten, jurnalis terkotak-kotak berpihak di dalam pilkada. Media terkooptasi oleh uang dan kekuasaan. Dengan sendirinya wartawan, manusia di dalamnya menjadi terkotak-kotak pula.

Di beberapa propinsi, saya mencatat, 100% wartawan menerima amplop. Kemampuan reportase lemah, lebih-lebih melakukan verifikasi investigasi. Bila pun mereka berorganisasi, mereka masih saling gontok-gontokkan, memojokkan kelemahan kawan kiri kanan, tidak mencari solusi perbaikan, terutama perbaikan ke arah meningkatnya kemampuan reportase, yang memberi andil bagi keberpihakan kepada kesejahteraan masyarakat.

Tak dipungkiri laku jurnalis kini yang ada kian jauh panggang dari api bekerja profesional. Saya minimal mengingatkan diri sendiri. Sering sekali saya menginjak jempol kaki dalam menulis, terutama untuk mengingatkan keberpihakan. Sebagai jurnalis, keberpihakan mutlak kepada warga.

Ketika mendapatkan laporan dari Tuah F, Rado, PWI-Reformasi Kalimantan Tengah, yang datang ke Jakarta kemarin, mengatakan bahwa Ketua Umum PWI, Tarman Azzam, kini sering sekali ke Kalimantan Tengah dan ke kabupaten-kabupaten yang ada, bahkan memberikan penghargaan kepada Bupati yang ada di Kalteng, saya bertanya-tanya, gerakan apa pula yang dilakukan? Apakah penghargaan yang diberikan Tarman kepada pejabat itu, sudah merupakan hasil keputusan rapat PWI Pusat?

Menurut Tuah, pada penghujung 2007, Tarman pernah berpidato di depan jajaran Pemda Kabupaten Pulang Pisang, Kalimantan Tengah, bahwa, “Hanya ada tiga organisasi pers yang diakui secara resmi. Selain itu jangan dilayani, dan jangan diterima.”

Sebuah kalimat provokatif.

Sebuah kalimat arogan.

Omongan Tarman itu berimplikasi kini.

Banyak Pemda di tingkat kabupaten di Kalteng, tidak berkenan melayani wartawan yang berorganisasi di luar PWI. Keadaan, bahkan lebih parah dibanding di era Orde Baru. Wartawan, dikoordinir oleh humas Pemda. Berita melalui satu atap. Prioritas satu saja untuk PWI. Langkah ini secara nyata hari ini dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Doris Sylvanus, Palangkaraya, yang sampai harus mengeluarkan semacam kartu identitas izin peliputan khusus bagi wartawan PWI saja, untuk lingkungan rumah sakit tersebut.

Bila wartawan sakit, atau butuh uang, ia tinggal meminta bantuan Pemda. Dan tinggal datang ke Humas, maka teken tanda terima, uang cair untuk sang wartawan. Langgam demikian bukan lagi isu. Tetapi seakan sudah diformalkan. Dan wartawan yang bukan PWI, tidak mendapatkan fasilitas apa-apa dari Pemda.

Saya memang menghimbau jajaran PWI- Reformasi untuk tidak mengunakan dana Pemda bagi berbagai keperluan jurnalistik. Jika tidak siap kere dan menderita jadi jurnalis, saya meminta mereka meninggalkan profesi itu. Ada cara meningkatkan taraf ekonomi, dengan menjadi pedagang koran, membuka warung nasi dan seterusnya. Ini demi menjaga independensi. Karenanya PWI-Reformasi Papua, sebagai contoh, yang pernah mendapatkan bantuan dana Pemda, saya minta membuatkan laporan penggunaan, untuk dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat.

PADA Agustus 2007, saya mendampingi Agung Firmansyah, yang berprofesi mengerjakan tulisan pariwara Pemda ke beberapa media. Ia mengajak saya ke Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah. Tentunya saya berterimakasih kepada Agung, bisa berjalan-jalan ke Puruk Cahu. Willy M Yosep, Bupati, begitu bangga memperlihatkan fotonya dengan Tarman Azzam, Ketua Umum PWI Pusat, di dinding rumah dinasnya. Tarman disambut laksana pejabat pemerintah dari pusat, bila datang ke kabupaten-kabupaten di Kalimantan Tengah.

Wartawan di Puruk Cahu, mendapatkan fasilitas ruang kerja ber-AC. Mereka mendapatkan bantuan motor. Mantan Ketua PWI Puruk Cahu, kini salah satu camat. Dalam keadaan demikian bagaimana wartawan mengritisi pembangunan rumah Bupati yang harus mencapai Rp 19 miliar. Termasuk pembangunan jembatan, sebagai infrastruktur yang bermasalah.

Bagaimana wartawan mengkritisi, bila kantor PWI Puruk Cahu dibiayai dari PAD Kabupaten, mencapai Rp 500 juta? Bukankah pembangunan kantor wartawan itu dananya lebih mendesak mengembangkan perpusatakaan kelililing desa, misalnya? Karena jumlah penduduk buta huruf cukup tinggi.

Di kemudian hari Tarman Azzam memberikan penghargaan pula kepada Willy yang tahun ini kembali mencalonkan diri sebagai Bupati itu, sebagaimana dituturkan Tuah F. Rado.

Di kabupaten yang memiliki tambang emas dan beberapa tambang batubara berkalori tinggi itu memang unik. Ketua DPRD, Henry Yosep, adalah kakak kandung Bupati, dan seorang kepala dinas, juga kakak kandung Willy. Tidak salah tentu. Tetapi bila media difasilitasi, corong media cuma PWI yang terfasilitasi itu, dan Ketua Umum Pusatnya, Tarman Azzam, beberapa kali pula ke Puruk Cahu, yang terindikasi bukan untuk urusan jurnalistik, tentulah layak kiranya jurnalis lain memverifikasinya, ada apa gerangan yang terjadi?

Dalam konteks ini, maka, diperlukan beberapa organisasi profesi wartawan, di sanalah gunanya anggotanya berperan, guna memberikan reportase dari sudut lain, yang ujung-ujung memberikan manfaat bagi masyarakat banyak, informasi yang sesungguhnya ada. Di tengah harapan kepada trias politika yang pupus, sedianya kekuatan keempat di bidang pers, media, wartawan, tumbuh.

Sayangnya, keberadaan wartawan lain itu, tidak diberi gerak, bahkan diusir macam yang terjadi di rumah sakit umum Doris Sylvana, Palangka Raya itu. Bila demikian kedaannya situasi di Kalimantan Tengah, sudah lebih parah dibanding iklim media massa di era Soeharto. Daerah sudah semacam negeri “feodal” baru. Lebih celaka, bila , feodalisme itu tumbuh difasilitasi oleh organisasi pers.

SUATU siang di empat tahun lalu, saya diajak Bambang Soepardjo, Ketua DHN 66, ke kantor Tarman Azzam, di perkantoran Gedung Dewan Pers,Jakarta Pusat. Inilah pertemuan tatap muka pertama saya dengan Ketua Umum PWI itu. Sejak itu saya tak pernah jumpa, dan mengikuti terus sepak terjangnya menjalankan organisasi PWI.

Di Harian Kalteng Pos, Selasa 8 April, ada tulisan Persiapan Jambore Wartawan Dimatangkan. Pelaksanannya di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah. Kegiatan itu dimotori PWI, dengan dukungan penuh Tarman Azzam. Untuk acara itu, berbagai lintas dinas Pemda terlibat, mulai dari dinas pekerjaan umum, Ditamperindag, PLN hingga PAM. Sudah dipastikan bahwa acara yang konon akan dihadiri oleh Menkominfo itu, bagi satu organisasi wartawan, PWI, jelas-jelas menggunakan dana APBD.

Di tengah situasi meningkatnya gizi buruk balita di berbagai daerah, adalah sebuah kenaifan bila organisasi jurnalis membebani anggaran negara, membebani anggaran daerah.

Lebih disayangkan kedekatan jurnalis, organisasi jurnalis, menjadi sebuah “kolusi” menyukseskan kekuasaan. Karenanya saya mengajak SLANK, bukan saja menulis lagu kritik bagi DPR, tetapi juga nyanyian mengkritik organisasi wartawan, juga profesi wartawan kini, yang mulai banyak “dilacurkan” kini.

Toh apalagi bila dilihat ditelevisi pagi ini, Ki Gendeng Pamungkas pun sudah ikut meluncurkan album lagu, mendukung SLANK. "Mana itu semua orang DPR, saya bela Slank, kalau berani gugat saya." Saatnya kini organisasi wartawan dan wartawan menunjukkan pula identitasnya yang pro warga, pro poor. Sebelum rakyat kebanyakan menggugatnya.

Iwan Piliang

Bongkar-pasang Ketua Parpol di Lampung

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Pembekuan pengurus partai di Lampung tidak terlepas dari tarik-menarik kepentingan pilkada. Pengartekeran juga wujud ketidakpercayaan pusat dan kontrol efektif pada pengurus daerah yang terlibat politik uang.

Penarikan wewenang pengurus wilayah partai di Lampung terjadi di PPP, PKB, dan Partai Demokrat. Wewenang Ketua DPD Partai Demokrat Lampung Thomas Azis Riska ditarik medio 2007 dan kepemimpinannya digantikan Plt. Ketua Peter Tji'din. Ketua DPW PPP Lampung Darwis Sani Merawi dibekukan 5 Oktober 2007 karena ditengarai DPP terlibat politik yang pilkada. Kemudian, kepemimpinan Ketua DPW PKB Lampung Musa Zainuddin dibekukan DPP berdasar pada keputusan rapat pleno 29 Februari 2008.

Dalam pandangan pengamat politik Unila Hertanto, pengambilalihan wewenang itu cerminan tarik-menarik kewenangan menetapkan calon gubernur dan calon bupati. Parpol yang sistem pengambilan keputusannya sentralistik merasa terganggu oleh struktur di daerah yang ingin punya peran lebih.

Pusat yang sentralistik, kata Dekan FISIP Unila ini saat dihubungi kemarin (10-4), terganggu oleh daerah yang ingin berperan menetapkan calon kepala daerah. Akhirnya, muncul konflik karena intervensi pusat terus digugat daerah. "Intinya rebutan selain juga terkait uang perahu," ujarnya.
Fenomena karteker juga terkait ketidakpercayaan pusat pada daerah. "Ini juga kontrol efektif bagi pengurus di daerah yang 'nakal'. Bisa saja ada pengurus daerah yang terlalu 'kasar' politik uangnya. Ada juga yang terkait dengan konflik," kata Hertanto.

Ke depan, Hertanto menyatakan turut campur pusat ke daerah harus berimbang. "Mesti ada kewenangan tertentu yang diberikan pada daerah seperti negosiasi koalisi dengan partai lain terkait calon gubernur."

Dihubungi terpisah, dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila Ari Darmastuti menyatakan parpol di Indonesia masih bersifat informal sentralistik. "Keputusan masih ditentukan perorangan atau tokoh, bukan melalui rapat atau musyawarah. Mereka juga terpusat, bukan membagi wewenang ke daerah-daerah."

Dengan begitu, lanjutnya, wajar bila di Lampung banyak marak fenomena karteker. "Di negara-negara maju, sistemnya sudah formal desentralistik. Mereka menentukan keputusan melalui rapat, musyawarah, serta membagi wewenang ke daerah-daerah," jelas Ari.

Di Indonesia pun Ari menilai harus mulai berkembang seperti di negara-negara maju. Pengambilalihan pengurus daerah oleh pusat melalui karteker harus berdasarkan syarat-syarat tertentu misalnya melanggar AD/ART atau persoalan moral seperti perselingkuhan, politik uang, dan korupsi.

Kasus PPP

Penarikan wewenang juga memunculkan masalah berkepanjangan. Kasus di DPW PPP Lampung sampai sekarang belum selesai. Untuk ketiga kali, musyawarah wilayah luar biasa (muswilub) gagal menyepakati keputusan.

Terakhir, pengurus DPW yang disodorkan formatur pada forum yang berlangsung Selasa (8-4) malam di kantor DPP PPP ditolak karteker. Formatur menetapkan M. Sofjan Jecoeb sebagai ketua, dan tiga ketua DPC sebagai wakil ketua mendampingi Sofjan.

Meskipun formatur menyatakan penetapan Sofjan Jacoeb tidak menyalahi AD/ART, Plt. Ketua PPP Lampung Emron Pangkapi dengan tegas menyatakan hal tersebut melanggar.Selain AD/ART, Emron menyatakan beberapa syarat menjadi pimpinan, baik DPP, DPW, maupun DPC, merujuk pada hasil Mukatamar VI 30 Januari--4 Februari 2007 lalu seperti Pasal 5 Ayat (C) dan Pasal 6 Ayat (2). "Semangat yang dibangun adalah mengantisipasi pendatang baru tidak bisa langsung jadi pemimpin," kata Emron yang dibenarkan Plt. Sekretaris PPP Lampung Teuku Taufiqulhadi. (sumber: Lampung Post)

Dukungan Uji Materi RUU-ITE

Koordinator Nasional Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (Kornas PWI-Reformasi)
Manggala Wanabakti, Ruang 212, Wing B, Telepon/Fax 021-5746724, Senayan, Jakarta Pusat. http://www.pwir.org/

Nomor: 003/PWIR/IV/2008

Kepada Yth,
Pimpinan DEWAN PERS
Sekretariat Dewan PersGedung Dewan Pers Lantai VIIJl. Kebon Sirih No.32-34 Jakarta 10110

Perihal: Dukungan Uji Materi RUU-ITE (Informasi dan Transaksi Elektronika)

Dengan hormat,

Sesuai dengan keinginan Dewan Pers hendak mengajukan uji materi terhadap perihal tersebut di atas ke Mahkamah Konst itusi, kami jajaran Kornas PWI-Reformasi, mendukung pernuh langkah tersebut.

Sebagaimana tulisan Leo Batubara, anggota Dewan Pers, pada KOMPAS, 7 April 2008, secara tegas dan jelas memaparkan bahwa Undang-Undang Infomasi dan Transaksi Elektonika tersebut, mengancam kebebasan pers.

Pasal-pasal yang ada di dalam undang-undang tersebut terindikasi ambigu, tanpa memperhatikan UU Pers No. 40/1999.

Implikasi Undang-Undang tersebut, dirasakan pada akhir pekan lalu, dengan tertutupnya banyak blog di internet, hanya karena urusan kecil memblog konten Youtube, yang ditangani secara tidak profesional oleh kalangan pengusaha anggota APJII.

Demikian surat terbuka ini kami sampaikan dan mengharapkan dukungan masyarakat komunikasi di Indonesia khususnya dan masyarakat keseluruhan umumnya.

Terima kasih.


Jakarta, 8 April 2008
Kornas PWI-Reformasi

Hormat kami,
Iwan Piliang
Ketua Umum
http://mail01.mail.com/scripts/mail/compose.mail?compose=1&.ob=e1d449295ebb59b0ffeaa77d86c5ed8f1982f1d4&composeto=iwan.piliang@yahoo.com&composecc=&subject=&body=

Kamis, 10 April 2008

JAKSA AJUKAN BANDING KASUS BERSIHAR LUBIS

DEPOK (Berita Nasional/ANTARA) : Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Depok melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Depok yang menjatuhi vonis hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan kepada penulis opini di Koran Tempo, Bersihar Lubis.

"Kita telah mengajukan banding tujuh hari setelah vonis yang dijatuhakan PN Depok," kata Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Triyono Harianto, di Depok, Rabu (9/4).

Dalam putusannya Ketua Majelis Hakim PN Depok, Suwidya mengatakan, Bersihar secara sah dan meyakinkan telah menghina institusi Kejaksaan Agung melalui tulisan opininya di Koran Tempo Edisi 17 Maret 2007 yang berjudul "Kisah Integrator yang Dungu."

Suwidya berharap dengan putusan tersebut pada masa yang akan datang pendapat dari masyarakat dapat disalurkan secara martabat dan elegan, sehingga tidak menyalahi aturan hukum. Ia mengatakan, saat ini sedang menyusun memori banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

Menanggapi hal tersebut kuasa hukum Bersihar dari LBH Pers, Hendrayana mengatakan, pihaknya hingga saat ini belum menerima surat pemberitahuan apapun. "Belum ada surat apapun mengenai pengajuan banding," kata Hendrayana.

Sedangkan Bersihar Lubis menyatakan hal yang sama dirinya belum menerima surat pemberitahuan apapun mengenai adanya pengajuan banding tersebut. "Harusnya surat pemberitahuan dilayangkan kepada kuasa hukum saya," jelasnya.

Sebelumnya Mejelis Hakim Pengadilan Negeri Depok yang menyidangkan kasus Bersihar Lubis menjatuhi vonis hukuman satu bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan. Bersihar merasa kecewa dengan putusan tersebut dan akan melakukan banding.

Dengan putusan tersebut Bersihar tidak perlu menjalani hukuman penjara jika dalam tiga bulan tidak melakukan hal yang sama. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan Jaksa yang menuntut delapan bulan penjara karena melanggar pasal 207 KUHP.(sumber: milinglist jurnalis-indonesia@yahoogroups.com)

Kamis, 27 Maret 2008

Jurnalis Al Jazeera Bukan Monyet

SAYA sangat kecewa dengan sikap satpam menara global, jakarta. Sikapnya kasar, tidak sopan, dan emosional. Satpam disana hendak menyerang saya dan meneriaki saya dengan kata monyet, dihadapan banyak orang pada hari Rabu 26 maret 2008.
Semua terjadi ketika kami, tim dari TV Al Jazeera International hendak mewawancari pengacara Adnan Buyung Nasution, di kantornya Lt.3 Menara Global, Jl. Gatot Subroto Kav.27, Jakarta.
Kronologisnya, bermula ketika kami tiba di lobi menara global sekitar jam 13.30 wib.
Saat itu saya hendak menurunkan peralatan berupa kamera, tripod, dan kotak lampu dari mobil. Satpam disana sempat menyambut kami dengan ramah.
"Mau ke lantai 3 ya pak? Silakan," kata salah seorang satpam. Kami memang sudah ada janji dengan Adan Buyung, pukul 14.00 WIB.Namun kesan sopan itu, tak lama lenyap. Datang seorang satpam bernama Regen Yusup, tiba-tiba datang dan menghardik kami dengan emosi. Dia memerintahkan kami untuk cepat menurunkan barang.
Dengan alasan ada mobil di belakang kami yg terhalang. Padahal, ketika kami lihat kebelakang, tidak ada mobil yang terhalang. Bahkan, kami parkir sementara, dengan memberikan ruang yang cukup untuk mobil lain lewat di lobi. Lalu saya jawab perintah satpam regen dengan anjuran agar tidak emosi. Lalu sambil menurunkan barang, saya mengatakan kepada satpam tersebut, kalau barang kami banyak, dan berat. Dan kami berusaha untuk cepat.
Namun satpam tersebut tetap menghardik kami, dan bukannya malam membantu. Saya pun membalas; "Tolong pak jangan pake emosi yah," ujar saya, sambil menurunkan peralatan lampu kami yang lumayan berat.Lalu satpam Regen pergi kedalam lobi.
Kami pun menyusul masuk kedalam lobi. Seperti sudah siap-siap, kami tiba-tiba dihalangi masuk lift oleh satpam yang sama. "Tidak boleh. Sudah ada ijin?," kata Satpam Regen dengan wajah tidak bersahabat. Lalu, tak lama, satpam yang sopan -- yang pertama bertemu dengan kami--lari menghampiri. "Ini sudah ada ijin ke lantai 3," kata satpam yang berprilaku sopan.Untuk pembaca ketahui, kami sudah ada janji dan ijin menuju kantor pengacara Adnan Buyung Nasution.
Karena dihalangi masuk lift, produser saya terpaksa menelpon sekretaris Bang Adnan--nama akrab Adnan Buyung Nasution.Ketika sekretaris bang Adnan tiba di lobi, dia menjelaskan kalau kami memang tamu Bang Adnan, dan pihak bang Adnan pun sudah kordinasi dengan satpam menara global, tentang kehadiran tim dari Al Ajazeera.Entah kenapa, satpam regen tidak puas. Dia menghalangi kami, dan mengancam kami bahwa, dia akan melaporkan kami ke komandan regu atau danru satpam.
Tak lama, kami diperbolehkan menuju lantai 3. Tapi kami kaget. "Tidak boleh lewat lift ini," kata Regen.Regen lalu kembali memerintahkan kami untuk menggunakan lift barang, yang berada di belakang gedung. Al hasil, sekretaris bang Adnan naik lift normal, dan kami terpaksa berjalan memutar menggunakan lift barang. ditengah jalan, satpam tersebut memanggil kami lagi. Tim kami diminta berpisah.
Saya--kameramen-- diwajibkan menggunakan lift barang. Sementara Reporter/koresponden dan produser menggunakan lift normal. Saya pun menuju lift barang. Kebetulan saat itu, saya ditemani pegawai Bang Adnan, yang mebantu membawakan tripod lampu.Setibanya menuju lift barang, kehadiran saya seperti sudah ditunggu. Ada beberapa satpam berseragam normal, dan satpam berpakaian safari tanpa identitas.
Kami diperintahkan menunggu didepan lift barang. Lalu saya pun menunggu. Mereka menjanjikan petugas yang akan mengoperasikan lift.Lama menunggu, petugas lift tidak juga kunjung tiba. Yang ada, saya di interogasi oleh salah seorang satpam dengan tanda kain merah di lengannya.
Dia bertanya saya dari mana? Lalu sudah ada ijin belum dari manajemen gedung? Dan mulailah saya merasa ada yang tidak beres dengan satpam di gedung menara global.Saya pun menjawab, kalau saya pernah bekerja di gedung Jak TV. Dan satpam yang bertugas disana juga berasal dari perusahaan SGA (Security Grup Artha)--satu perusahaan dengan mereka.
Saya menjelaskan kepada satpan yang mencoba menginterogasi saya, jika satpam Jak TV lebih sopan. lalu saya jelaskan, bahwa di Mabes Polri--lembaga resmi negara yang mengurusi keamanan-- juga bertindak sopan. Bahkan saya pernah meliput di kantor Kostrad, dan saya boleh menaiki lift normal.Lama menunggu lift, dan tidak nyaman dengan satpam di sekitar lokasi lift barang, saya akhirnya habis kesabaran.
"Tolong pak, saya takut telat wawancara dengan Adnan Buyung nasution. Kapan lift ini bisa beroperasi?," tanya saya.Satpam meminta saya untuk sabar.
Lalu saya pun menunggu lagi. Menit berganti menit, lift barang belum juga beroperasi.Sedangkan waktu sudah mendekati pukul 14.00 wib. Akhirnya saya menjelaskan kepada satpam yang sedang berkerumuk di ruangan tersebut, bahwa saya bisa kehilangan pekerjaan jika terlambat wawancara dengan nara sumber.
Karena disiplin waktu, adalah bagian dari etos kerja kami. Lalu saya mengatakan kepada mereka bahwa saya akan menuntut satpam tersebut jika saya dipecat gara-gara terlambat wawancara.Satpam kembali meminta saya menunggu.
Saya pun kembali menunggu. Dan lift barang masih juga tidak beroperasi. Akhirnya, karena saya sudah terlambat wawancara, saya meminta tolong kepada satpan agar diberi ijin menggunakan lift normal. Satpam menolak.
Lalu, saya nekad keluar dari ruangan yang penuh dengan satpam tersebut. Ketika saya akan membuka pintu, satpan berpakaian safari, mendorong saya dengan pintu dan marah-marah. Dengan mata melotot dan tangannya yang kekar, dia terus mendorong pintu ke arah saya sambil membentak-bentak, lalu saya meminta satpam tanpa identitas tersebut, agar tidak emosi dan tenang.Pegawai bang Adnan, akhirnya meminta saya untuk kembali menunggu lift barang. Dan saya pun kembali menunggu lift barang. karena saya merasa percuma berdebat melayani emosi satpam menara global.Tiba-tiba, satpan berpakaoan safari datang dan mendekati saya sambil marah-marah.
Lalu saya kembali meminta dengan baik-baik agar dia jangan emosi. Tapi anjuran saya dibalas, dengan ejekan: "Monyet luh !!!," kata satpam berpakaian safari tanpa identitas. Lalu, saya bertanya ulang kepada dia: "Maaf, tadi bilang apa?," tanya saya. "Monyet," kata satpam menujuk ke karah saya sambil hendak menyerang saya secara fisik.
Untunglah ada pegawai bang Adnan yang mencegah aksi fisik tersebut.Saya menyesalkan tindakan tercela dan tidak profesional satpam menara global. Saya merasa terancam, dan dihalangi dalam meliput. Dimana kebebasan pers? Saya ingatkan kepada satpam menara global, bahwa jurnalis dilindungi oleh Undang Undang RI No.40 tahun 1999 tentang pers. Dalam pasal 18, disebutkan bahwa barang setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).Adanan Buyung Nasution sendiri dan timnya sudah melayangkan keberatan terhadap manajemen gedung bank global atas sikap satpam yang tidak profesional.
"Anda tamu kami," ujar Bang Adnan kepada crew Al Jazeera.Keberadaan kami di menara global tidak bermaksdu negatif, atau meliput menara global atau keberadaan bank global yang bermasalah.
Kami hanya ingin mewawancarai Adnan Butung Nasution dengan topik yayasan almarhum soeharto. Itu saja. Bukan luka, atau derita yang kami minta. Kami hanya mau mewarta.
Jakarta 26 Maret 2008
Bobby Gunawan
Cameraman/Video EditorAljazeera
Jakarta BureauSuite 1102, Level 11,
Deutsche Bank Building, No.80 Jl.Imam Bonjol, Jakarta 10310, Indonesia
Tel : +62 21 39831305
Fax:+622139831306
Mob:+628176449954,
+62 8111891800

Senin, 24 Maret 2008

Rp4,1 Juta, Upah Layak Minimum Jurnalis

SEJAK lahirnya revisi Undang-Undang Pers pada 1999, keran kebebasan persterbuka lebar. SIUPP ditutup, sensor dan bredel pun tak berlaku lagi. RakyatIndonesia menikmati kebebasan pers terbesar sepanjang sejarahnya.Konsekuensinya, masyarakat membutuhkan informasi dari media yangberkualitas, akuntabel, profesional, dan independen.

Menjawab tuntutan publik ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakartatelah membuat berbagai program untuk meningkatkan pengetahuan, skilljurnalistik, serta ketaatan terhadap kode etik. Berbagai trainingjurnalistik dan kampanye anti- amplop/suap selalu jadi prioritas dalamsetiap periode kepengurusan.

Sayangnya, upaya peningkatan profesionalisme sering terhambat oleh buruknyakesejahteraan jurnalis. Banyak pemodal berkantong cekak nekat mendirikanmedia. Akibatnya, lahirlah perusahaan pers yang bermutu rendah dengan upahjurnalis yang minim. Situasi ini jelas berbahaya karena bisa menggiring parajurnalis permisif terhadap suap atau amplop dari narasumbernya.

Alhasil,independensi dan profesionalisme jurnalis hampir mustahil ditegakkan. Fakta masih banyaknya pengusaha media yang tidak mengimbangi kerjajurnalisnya dengan upah/kesejahteran yang layak terungkap dalam survei AJIIndonesia.

Menurut survei atas 400 jurnalis dari 77 media di 17 kota itu,masih ada jurnalis yang diupah kurang dari Rp 200 ribu-jauh lebih rendahketimbang upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dari sekitar 850 media cetak yang masih terbit di awal 2008, hanya 30% yangsehat bisnis.

Dari sekitar 2.000 stasiun radio dan 115 stasiun televisi padakurun yang sama, hanya 10% yang sehat bisnis. Kondisi industri media yangbelum matang inilah yang kerap menjadi alasan pembenar bagi pengusaha persuntuk tetap menggaji rendah jurnalisnya.

Padahal, Pasal 10 UU Pers memberi mandat kepada segenap perusahaan mediauntuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya. Bentuk kesejahteraan itu berupakepemilikan saham, kenaikan gaji, bonus, serta asuransi yang layak.

Pendekkata, menuntut kebebasan pers tanpa menyertakan kesejahteraan jurnalisnya,sama halnya mereduksi UU Pers itu sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya jurnalis non-organik alias koresponden jugaharus mendapatkan perhatian khusus. Mereka adalah golongan yang palingrentan dalam gurita industri media di Indonesia.

Kontrak kerja yang takjelas, tiadanya jaminan asuransi, kaburnya standar upah serta beban kerjayang tak kalah tinggi menyebabkan koresponden di daerah bekerja dalamkondisi yang tak terjamin oleh perusahaan. Hal itu masih diperunyam dengan jenjang karier yang juga buram. Kendatisudah mengabdikan dan mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun, statusmereka masih belum beranjak menjadi karyawan tetap.

Yang lebih mengenaskan,kini makin marak fenomena jurnalis "tuyul" alias jurnalis yang rela menjadi"koresponden"-nya koresponden dengan kompensasi yang pas-pasan. Praktiksemacam ini tentunya selain bertentangan dengan kode etik juga lebih parahdari sistem outsourching.

Memang ada perusahaan yang menggaji jurnalisnya dengan lebih baik. Tapi,tetap saja, jika dibandingkan jurnalis di negara berkembang lainnya sepertiMalaysia dan Thailand, rata-rata gaji jurnalis di Indonesia masih terpautsekitar empat kali lebih rendah.

Agar profesionalisme jurnalis bisa ditingkatkan, AJI Jakarta menetapkanstandar upah layak minimum sebesar Rp 4.106.636. Standar upah ini berlakubagi seorang jurnalis muda di Jakarta yang baru diangkat menjadi karyawantetap. Standar upah layak minimum ini dirumuskan berdasarkan komponen dan hargakebutuhan hidup layak pada 2008.

Metodenya, kami mengukur perubahan biayahidup (living cost) seiring kenaikan harga barang di pasaran yang sesuaidengan kebutuhan seorang jurnalis lajang. Satu komponen baru yang kami masukkan adalah kebutuhan akan laptop yangpembayarannya dicicil selama tiga tahun. Komputer jinjing ini bukanlahbarang mewah bagi jurnalis, melainkan kebutuhan riil demi menunjang kinerjajurnalis di lapangan yang makin dituntut lebih cepat dalam menyajikaninformasi.

Di luar upah layak minimum, AJI Jakarta menuntut perusahaan media menerapkansistem kenaikan upah reguler yang memperhitungkan angka inflasi, prestasikinerja, jabatan, dan masa kerja setiap jurnalis. Kami juga meminta perusahaan media memberikan sejumlah jaminan, sepertiasuransi keselamatan kerja, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminansosial bagi keluarganya.

Bagi perusahaan yang karena kondisi keuangannya belum bisa memenuhi standargaji layak minimum ini, kami menuntut beberapa hal:

1. Manajemen harus melakukan transparansi keuangan agar semuajurnalis/karyawan mengetahui alokasi anggaran setiap bagian dari prosesproduksi, untuk mencegah pemborosan atau melakukan penghematan.

2. Manajemen harus mempersempit kesenjangan gaji terendah dan gajitertinggi (pimpinan) untuk memenuhi rasa keadilan bersama dan melakukanpenghematan.

3. Manajemen harus mengalihkan hasil penghematan untuk memperbesarpersentase anggaran bagi upah/kesejahteraan karyawan.

4. Terhadap perusahaan media yang telah bertahun-tahun mempekerjakankoresponden, manajemen harus memberikan kesempatan berkarier kepada merekauntuk menjadi karyawan tetap dengan tingkat kesejahteraan yang setara.

5. Apabila perusahaan media yang dengan alasan tertentu tidak bersediamenjadikan koresponden sebagai karyawan tetap, maka selain memberikan honorlaporan, manajemen juga harus memberikan jaminan asuransi, klaimtransportasi dan honor basis sesuai Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dimana seorang koresponden bertugas.

Jakarta, 18 Maret 2008

Jurnalis Tolak Amplop, Perjuangkan Upah Layak Rp 4,1 Juta!

Winuranto Adhi

Koordinator Divisi Serikat Pekerja. (sumber: milis jurnalis-indonesia@yahoogroups.com

Kamis, 13 Maret 2008

Video Porno PNS Lampung Makin Beredar

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Video porno dengan aktor pegawai harian lepas di Pemprov Lampung dan PNS Pemkot Bandar Lampung terus meluas dan menjadi buah bibir.
Hampir setiap sudut Kota Bandar Lampung membahas tentang film tersebut. Bahkan mereka kini menyimpan film tersebut di ponselnya.
Informasi yang berkembang semakin santer. Ada yang menyebutkan film tersebut terdiri dari jilid I dan Jilid II. Bahkan ada yang menyatakan film tersebut lengkap hingga 60 menit.
Sejumlah PNS di lingkungan Pemkot pun berdesas-desus. Bahkan, tidak sedikit PNS yang memiliki video porno tersebut dan mengaku mengenal dekat dengan "aktor" laki-laki yang ada di film tersebut.
"Ini memang dia (DA). Tapi, apa mungkin dia melakukan hal itu. Seminggu yang lalu saya ketemu dia. Siapa sih yang tega menyebarkan video itu. Mungkin saja itu koleksi pribadi," kata seorang PNS yang tidak mau namanya disebut setelah menonton video di ponsel.
Namun, tidak sedikit PNS yang menyatakan prihatin dengan pergaulan anak muda sekarang. Terlebih, oknum dalam video tersebut adalah orang-orang yang sangat dikenal di lingkungan kerja mereka.
"Silakan saja mereka melakukan hal itu. Tapi, mengapa sampai difilmkan segala sih," kata seorang ibu yang juga PNS di lingkungan Pemkot.
Sejak beredarnya adegan tersebut, Februari 2008, DA, sang aktor pria, yang juga anak mantan pejabat ini, sempat mendatangi salah satu pemegang film tersebut di bilangan Tanjungkarang dan mengancam akan melibatkan orang tersebut sebagai saksi penyebaran vidio tersebut.
"Saya sempat didatangi karena punya film itu. Saya juga sempat kaget. Dia minta gambar itu dihapus. Dan di depan dia video itu saya hapus. Dan hal itu justru meyakinkan pelakunya memang mereka," kata sumber tersebut.
Menurut sumber itu, DA sempat mengaku adegan tersebut direkam dua tahun lalu. Saat itu NG masih kuliah dan DA sudah bekerja.
Rekan-rekan kuliah NG hanya bisa berdecak heran atas tayangan adegan porno tersebut. Mereka juga berharap masyarakat tidak terlalu mencibir NG, yang menjadi korban tayangan tersebut.
Sanksi
Sementara DPRD Bandar Lampung meminta Wali Kota mengusut tuntas kasus video porno yang diduga melibatkan pegawai di lingkungan Pemkot. Jika terbukti, Wali Kota diminta untuk memberikan sanksi tegas.
Ketua DPRD Bandar Lampung Azwar Yakub mengatakan sebagai pimpinan Dewan dirinya merasa prihatin dengan kasus video porno tersebut. Sebab, kejadian itu telah mencoreng lembaga pemerintahan Kota Bandar Lampung.
"Jika terbukti bersalah, kami meminta wali kota memecat oknum pegawai yang menjadi pemeran dalam video mesum tersebut," kata Azwar, di ruang kerjanya, Rabu (12-3).
Namun, Ketua Komisi A DPRD Bandar Lampung Firmansyah mengatakan sekalipun warga banyak mengenal NG, perempuan yang ada dalam adegan mesum tersebut dan laki-laki berinisial DA yang saat ini berstatus pegawai di Pemkot, jangan langsung memberi penilaian negatif. Masyarakat harus tetap memberlakukan asas praduga tak bersalah.
"Dan, saya sangat setuju dengan langkah Poltabes Bandar Lampung yang akan menghadirkan saksi ahli untuk membuktikan keaslian video porno tersebut. Kalau memang terbukti, kita serahkan kepada aparat penegak hukum menindaklanjuti kasus tersebut," kata Firman, kemarin.
Jika memang terbukti NG dan DA yang berperan dalam film berdurasi 1 menit 50 detik itu, Firman menyarankan agar wali kota dapat mengambil sanksi yang mendidik dan tidak mematikan masa depan oknum pegawai tersebut.
"Saya yakin keduanya sudah mendapatkan sanksi moral yang begitu besar. Bukan hanya mereka berdua, keluarganya juga akan mendapatkan hal yang sama. Untuk itu, Pemkot dapat memberikan sanksi yang sifatnya membina dan dapat menimbulkan efek jera. Karena, mungkin saja video itu adalah dokumen pribadi dan tidak untuk disebarluaskan," kata dia.(*)

Rabu, 12 Maret 2008

Masalah Tanah, 11 Kepala Kampung Dipanggil

GUNUNGSUGIH (Berita Nasional) : Komisi A DPRD Lampung Tengah akan memanggil 11 kepala kampung dari tiga kecamatan yang sebagian wilayahnya merupakan tanah eks PT Pago.
Ketua Komisi A DPRD Lampunt Tengah Abdullah Riduan mengatakan pemanggilan dilakukan untuk memvalidasi data warga yang memohon kepemilikan tanah tersebut ke pemerintah.
"Kami akan memanggil 11 kepala kampung untuk memvalidasi jumlah kepala keluarga dan data pemohon. Kami juga sudah melayangkan surat ke BPN Lamteng untuk meminta peta tanah eks PT Pago," ujar dia.
Abdullah mengingatkan status tanah eks PT Pago berbeda dengan BPPT, di mana lahan BPPT sebagian akan dijadikan kawasan pendidikan terpadu. "Jadi, masyarakat jangan salah memahaminya."
Pekan lalu, Komisi A DPRD Lampung Tengah sudah menelusuri status tanah eks PT Pago yang kini menimbulkan masalah. Pasalnya, ratusan warga yang juga pemohon lahan eks PT Pago itu menolak pemberian tali asih dari Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Mereka lebih memilih menggarap tanah tersebut ketimbang menerima uang tali asih yang ditawarkan Pemkab Lampung Tengah Rp3 juta per hektare.
Tanah Depnakertrans
Sementara itu, hasil penelusuran anggota DPRD Lampung Tengah ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Deptrans) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat, status tanah eks PT Pago adalah milik Depnakertrans.
Anggota Komisi A DPRD Lampung Tengah S.M. Herlambang menjelaskan tanah tersebut semula dikuasai PT Intrada, salah satu perusahan dari Jepang.
Pada 1980-an, jelas Herlambang, lahan tersebut dinasionalisasikan dan Departemen Transmigrasi menggandeng PT Tris Delta Agrindo untuk mengurus HPL lahan tersebut untuk para transmigran.
Kesepakatan kerja sama Departeman Transmigrasi dengan PT TDA berakhir pada 2018, tapi pada 2004 hubungan kerja sama itu ternyata telah putus.
Saat kerja sama berlangsung PT TDA mempunyai hak guna bangunan (HGB) di lahan tersebut sekitar 1.000 hektare, sedangkan BPPT mempunyai HPL seluas 2.000-an hektare.
Baduk (45), salah seorang satu pemohon, mengatakan luas lahan eks PT Pago itu 5.066,72 hektare awalnya digarap PT Intrada untuk tanam singkong kemudian lahan tersebut dikuasai PT Pago dengan sistem sewa selama 25 tahun."Habis masa sewa lahan tersebut kembali ke masyarakat, tapi tiba-tiba lahan itu sudah pindah tangan ke PT TDA tanpa kami ketahui," ujar Baduk saat dihubungi via telepon, kemarin.(*)

Harga Komoditas Naik Petani Tetap Sedih

KOTAAGUNG (Berita Nasional): Kenaikan harga komoditas kopi dan kakao yang masing-masing mencapai Rp20 ribu/kg dan Rp22 ribu/kg ternyata tidak membuat gembira petani di Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Pasalnya, selain produksinya berkurang, harga kebutuhan pokok dan saprodi (sarana produksi) seperti pupuk dan obat-obatan pertanian juga melambung.
Selama hampir dua pekan terakhir ini, harga kopi dan kakao (cokelat) menembus level tertinggi selama hampir tiga tahun terakhir ini. Di sejumlah pedagang pengumpul di Kotaagung, Talang Padang, dan Wonosobo, harga biji kopi kering mencapai Rp20 ribu/kg, sedangkan harga kakao Rp22 ribu/kg.
"Harga kopi masih fluktuatif antara Rp19 ribu dan Rp20 ribu per kilogram, bergantung pada mutu. Untuk kopi barangnya belum banyak, paling dua bulan lagi panen raya. Kalau harga cokelat antara Rp21 ribu dan Rp22 ribu per kilogram," kata Ali, pedagang pengumpul di Pasar Talang Padang, Minggu (9-3).
Rohmat (39), petani kopi di Pekon Umbul Pucung, Kecamatan Wonosobo mengatakan kini para petani tidak usah repot-repot menjual kopi ke pasar. Sebab, para pembeli yang biasa mereka panggil "bos" biasanya mendatangi para petani ke dusun-dusun. "Harganya tidak terlalu jauh dengan di pasar. Ya, selisih Rp1.000 sampai Rp2.000-lah sekilonya. Ketimbang kami turun ke pasar, sama saja karena perlu ongkos dan sebagainya," kata dia.
Meskipun mendapati tingginya harga kopi dan kakao di pasaran, sejumlah petani di Kecamatan Wonosobo, Kotaagung, Air Naningan, dan Sumberrejo mengaku tidak begitu gembira.
Pasalnya, selain panen raya kopi diperkirakan baru mulai pada Juli 2008, dan kemungkinan saat itu harga menjadi turun, juga disebabkan melambungnya harga-harga kebutuhan pokok dan saprodi.
"Biasa sajalah, tidak terlalu gembira. Habis semua harga kebutuhan tinggi, termasuk harga obat-obatan," kata Solehun, petani di Pekon Air Kubang, Kecamatan Air Naningan.
Hal senada juga dilontarkan Pardi, petani di Pekon Dadapan, Kecamatan Sumberrejo. Menurut dia, meski harga kopi dan kakao terbilang cukup tinggi, tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan petani kecil sepertinya.Selain karena panen kopi dan kakao tahun ini jauh lebih sedikit dibanding dengan tahun sebelumnya, juga banyak tanaman kakao yang produksinya turun akibat serangan hama penggerek batang. "Kalau tanaman kopi, kebanyakan diserang penyakit layu daun," kata dia. (*)

Senin, 03 Maret 2008

Ulat Serang Kakao di Tanggamus

KOTAAGUNG (Berita Nasional): Hama ulat penggerek batang meresahkan ratusan petani kakao di sejumlah kecamatan di Kabupaten Tanggamus. Selain menurunkan produktivitas, hama ini juga bisa menyebabkan kematian tanaman.


Serangan hama ini telah menyebar luas, terutama di Kabupaten Tanggamus bagian barat seperti di Kecamatan Kotaagung, Kotaagung Timur, Kotaagung Barat, Wonosobo, Semaka, Bandar Negeri Semoung, dan Pematangsawa.

Pemantauan di sejumlah kebun kakao di Kecamatan Kotaagung Barat, Minggu (2-3), hama ulat pengerat batang itu umumnya menyerang tanaman kakao dewasa dan produktif.

Hama ulat ini mengerat batang kakao dan melubangi batang hingga tembus ke sisi lain, serta memakan bagian dalam tanaman. Satu pohon kakao biasanya diserang lebih dari tiga ekor ulat berwarna putih seukuran jari telunjuk manusia itu.

Bila batang yang sudah diserang ulat ini tidak segera ditanggulangi, lama-kelamaan bagian dalam tanaman kakao ini akan menjadi terowongan tempat berkembang biaknya hama ini. Seiring dengan itu, produksi buah menjadi turun drastis. Dan lambat laun batang mengering, disertai daun menjadi kuning dan berguguran.

"Pada awalnya saya heran, kenapa produksi buah cokelat (kakao, red) saya turun tajam. Bukan itu saja, daun menjadi kuning dan berguguran. Setelah saya periksa, ternyata batang-batang cokelat itu banyak lubang yang tembus dari satu sisi ke sisi lain. Ternyata penyebabnya ulat putih sebesar telunjuk," kata Yanto, petani kakao di Kecamatan Kotaagung Timur, Minggu (2-3).
Menurut Yanto, berbagai upaya pemberantasan telah dilakukan para petani, di antaranya dengan menyumbat lubang-lubang yang diduga menjadi tempat bersarangnya hawa ulat tersebut.
Kemudian, menyemprotkan insektisida ke dalam lubang, sampai dengan cara konvensional, yaitu menyiapkan kawat tajam untuk menusuk ulat yang ada dalam batang.
"Tetapi, usaha cara-cara tersebut hasilnya kurang memuaskan. Selain menyita waktu dan tenaga, hasilnya juga tidak maksimal," kata Rahmat, petani kakao di Dusun Lamuran, Pekon Teratas, Kecamatan Kotaagung.

Para petani kakao berharap Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus segera mengambil langkah cepat guna mencegah penyebaran serangan hama ulat pengerat batang kakao ini.

"Pengetahuan kami akan penyakit ini sangat terbatas. Untuk itu kami berharap Dinas Perkebunan segera turun tangan memberikan penyuluhan agar kerugian kami tidak makin parah," tambah Mardiono, petani kakao di Kecamatan Wonosobo.

Pencatatan Meteran Jadi Masalah

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Pencatatan meteran listrik menjadi titik krusial penerapan tarif insentif dan disinsentif. Kesalahan dan kelalaian pembacaaan berakibat fatal dan memengaruhi rekening listrik.

Kesalahan pencatatan meter, ujar Deputi Manajer Komunikasi PLN Wilayah Lampung G. Wisnu Yulianto, besar kemungkinan terjadi karena masih menggunakan pihak ketiga. Sebagian besar pencatatan meter di Lampung juga masih manual.

"Baru di Bandar Lampung, sebagian Metro, dan Kotabumi yang memakai pencatatan elektronik dengan portable data entry (PDE)," kata Wisnu, Minggu (2 Maret 2008).

Berdasar pada data PLN, lebih 90 persen pelanggan listrik golongan rumah tangga berpotensi terkena disinsentif atau tambahan biaya rekening akibat kebijakan tarif yang berlaku sejak Maret ini. Dari total pelanggan rumah tangga 34,104 juta, sebanyak 30,922 juta atau 90,67 persen di antaranya mengonsumsi listrik di atas batas terendah. Pelanggan tersebut terkena disinsentif, yakni 80 persen rata-rata pemakaian listrik nasional.

Hanya 3,182 juta pelanggan rumah tangga atau 9,33 persen yang kemungkinan mendapat insentif berupa pengurangan biaya rekening.

Pemakaian listrik rata-rata nasional pada 2007 sesuai dengan data PLN adalah R1 450 VA sebesar 75 kwh, R1 900 VA 115 kwh, R1 1.300 VA 201 kwh, R1 2.200 VA 358 kwh, R2 650 kwh, dan R3 1.767 kwh.

Kebijakan tarif yang baru diterapkan PLN ini diimbangi dengan kampanye hemat listrik. PLN berencana membagikan lampu hemat energi (LHE) kepada pelanggan. PLN menunjuk PT Pos Indonesia untuk menyalurkan lampu tersebut.
PLN membagikan LHE gratis sebanyak 51 juta unit mulai Maret ini. Pada tahap awal diberikan satu juta unit LHE pada pekan ketiga bulan ini.

"Kami masih menunggu teknis pelaksanaan dari pusat. Info yang kami terima, pelanggan harus menyerahkan lampu tidak hemat energi untuk diganti LHE. Lampu itu dihancurkan," kata Wisnu.

PLN menargetkan pembagian LHE selesai akhir Oktober tahun ini. Berdasar pada perkiraan Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), lampu hemat energi untuk Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, dan Batam sebanyak 2,97 juta.

Kamis, 21 Februari 2008

Bersihar Lubis Divonis Satu Bulan

JAKARTA (Berita Nasional) : Kolumnis Bersihar Lubis divonis hukuman satu bulan dengan masa percobaan tiga bulan tanpa harus menjalani masa tahanan. "Jika vonis tidak memuaskan terdakwa melalui kuasa hukum dapat mengajukan banding" ujar Suwidya, Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Depok hari ini.

Pembacaan vonis dilakukan secara bergantian oleh anggota majelis hakim, yakni Budi Prasetyo SH, Ronald SH dan diakhiri oleh Suwidya. Dalam vonis itu Bersihar disebut melanggar pasal 207 KUHP tentang penghinaan institusi Kejaksaan Agung melalui artikelnya berjudul "Kisah Interogator yang Dungu" yang dimuat oleh Koran TEMPO edisi Sabtu,17 maret 2007.

Menurut Suwidya, vonis itu dijatuhkan karena Bersihar menulis opini dan bukan berita. opini bukanlah berita yang menjadi tanggung jawab redaksi, namun sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. "Undang-undang pers yang sifatnya lex spesialis tidak dapat digunakan dalam kasus Bersihar" ujar Suwidya dalam persidangan itu.

Seusai vonis dibacakan, Abu Said Pelu, anggota tim kuasa Hukum terdakwa yang tergabung dalam Tim Pembela Kebebasan Berpendapat (PKB) menyatakan vonis itu merobek-robek rasa keadilan masyarakat dan mengancam kebebasan pers yang menjadi sendi demokrasi. "Kami mengajukan banding" ujar Hendrayana, anggota kuasa hukum lainnya.

Sidang itu diwarnai aksi demo oleh puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI-R) Jakarta dan didukung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Depok. Mereka menuntut agar kebebasan berpendapat yang dijamin oleh UUD 45 pasal 28 tidak diancam oleh KUHP.

Pemimpin Redaksi Majalah Berita Mingguan TEMPO Toriq Hadad yang hadir di PN Depok melebur bersama para demonstran. Dalam orasinya dia menyerukan, "Jangan sampai vonis hakim melanggar konstitusi."

Diwarnai Demo Wartawan

Depok - Sejam sebelum pembacaan vonis, puluhan wartawan demo meminta kolomnis Bersihar Lubis dibebaskan. 'Mega' dan 'JK' tidak ketinggalan ikut memberikan dukungan.

Sekitar 30 wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi, Kelompok Kerja Wartawan Depok menggelar unjuk rasa di halaman Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jalan Boulevard Kota Kembang, Depok, Jawa Barat, Rabu (20/2/2008) pukul 10.00 WIB.

Para wartawan meminta PN Depok memvonis bebas Bersihar. Mereka membawa spanduk besar bertuliskan "Bebaskan Bersihar Lubis. Tolak kriminalisasi pers" dan poster-poster antara lain bertuliskan "Jangan bungkam kebebasan beropini", "Jangan adili kebebasan berpendapat", dan "Tulisan balas tulisan."

Aksi diisi orasi dari masing-masing perwakilan wartawan. "PN Depok jangan sampai tercatat sebagai salah satu pengadilan yang mengkriminalisasi wartawan," kata salah seorang orator.
Bersihar yang mengenakan jaket hitam dan celana hitam ini tampak bergabung dan berdiri di antara para wartawan. Tampak juga Megakarti dan Jarwo Kwat alias 'JK' -- pejabat Republik Mimpi -- pun ikut hadir.

Megakarti mengenakan blus hitam, celana panjang hitam dan rompi merah. Sedangkan 'JK' mengenakan kemeja putih bermotif kotak-kotak.

Pada pukul 11.00 WIB, Bersihar pun mendengarkan pembacaan vonis dan aksi wartawan pun berhenti.

Bersihar merupakan kolomnis yang membuat kuping Kejagung merah dengan tulisannya berjudul "Kisah Interogator yang Dungu" di koran Tempo edisi 17 Maret 2007. Bersihardituntut 8 bulan penjara oleh JPU. (tempointeraktif/detik.com)

Cuaca Buruk Akibatkan Kerugian Nelayan Lampung

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Cuaca buruk yang melanda perairan Lampung sepekan terakhir membuat ribuan nelayan tidak melaut. Kondisi ini berpotensi menghilangkan Rp50-an miliar pendapatan nelayan per hari.
Dalam catatan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, potensi kehilangan pendapatan nelayan di Lampung rata-rata Rp50-an miliar per hari jika mereka tidak melaut. Hitung-hitungan ini didapat dari hasil tangkapan nelayan per hari rata-rata 367,94 ton dengan harga rata-rata Rp20 ribu per kilogram.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Untung Sugiatno, kemarin (19-2), produksi tangkapan laut nelayan di Lampung 134,5 ribu ton per tahun. Ini termasuk tangkapan bagan. Sedangkan hasil tangkapan perairan umum nonlaut 11,3 ribu ton per tahun.
Dinas Kelautan tidak bisa memastikan penurunan produksi sepekan terakhir karena laporan hasil tangkapan dari seluruh pelabuhan perikanan belum masuk.

Ribuan nelayan di Lempasing dan Ujung Bom, Telukbetung, menghentikan aktivitas sejak sepekan lalu karena cuaca buruk. Ratusan kapal nelayan sandar di kedua tempat pendaratan ikan itu.

Wardani (30), nelayan kapal Jati Ayu, saat ditemui di TPI Lempasing, mengatakan ombak besar dan angin kencang terjadi 200-an mil dari bibir pantai Teluk Lampung. Perubahan gelombang dan angin kencang itu biasanya terjadi sewaktu akan turun hujan.

Biasanya itu terjadi di laut lepas Labuhan Maringgai, Selat Sunda, sekitar Kalianda sampai Merak, dan sekitar Laut Tabuan sampai Laut Krui, Lampung Barat.

"Untungnya, nelayan Lempasing dan sekitar Teluk Lampung bisa membaca perubahan kondisi laut dan cuaca. Jadinya kami bisa memperkirakan kapal waktu melaut dan kapan masa-masa tidak aman," kata nakhoda kapal nelayan, Zainal Abidin (50).

Menurut Zainal, kalaupun nelayan tetap melaut, itu sudah diperhitungkan bahaya atau apesnya. "Tinggal yang dipikirkan untung ruginya," ujar nelayan yang memiliki anak buah 15 orang ini.
Hasil tangkapan kini berkurang karena kapal tidak bisa menjangkau laut lepas. "Biasanya kami yang punya kapal besar seperti ini melaut hingga beberapa hari. Hasil tangkapan bisa enam sampai delapan ton sekali bongkar. Tetapi, sekarang enggak bisa," kata Zainal.

Ombak dan gelombang tinggi juga membuat jadwal kedatangan kapal di Pelabuhan Panjang terlambat satu hingga dua hari. Manajer Pelayanan dan Jasa PT Pelindo Cabang Panjang, Abdul Muis, mengatakan kebanyakan kapal memilih berlindung di sekitar Pulau Karimun Jawa.

"Kalau kapal besar tidak pengaruh karena masih berani mengarungi laut dengan ketinggian ombak empat hingga lima meter. Artinya, arus ekspor impor dengan kapal besar tidak berpengaruh," kata Muis.(lampungpost)

Jumat, 01 Februari 2008

PLN Tanjungkarang Rugi 12,1%

BANDAR LAMPUNG (Berita Nasional): Selama 2007, Perusahaan Listrik Negara (PLN) Cabang Tanjungkarang mengalami kerugian energi listrik 12,1 persen atau setara dengan Rp120 miliar.

Di sisi lain, kerugian yang berhasil ditekan melalui penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) baru 3,4 juta kwh atau senilai Rp1,9 miliar.

Asisten Manajer Teknis PLN Cabang Tanjung Karang, Saleh Siswanto, mengemukakan hal tersebut usai menjadi pembicara dalam Forum Dialog Konsumen Listrik-PLN Wilayah Lampung yang digelar Pussbik Lampung di Hotel Marcopolo, Rabu (30-1).

Dia mengatakan angka kerugian tahun 2007 naik 10,2--11 persen dibandingkan tahun 2006."Kenaikan angka susut listrik ini dikarenakan persoalan teknis yang memang tidak bisa dihindari dari pusat pembangkit untuk kemudian dialirkan kepada masyarakat.

Adapun susut idealnya di seluruh Indonesia bila diratakan hanya berkisar 9--10 persen saja," kata Saleh.Sedangkan kerugian yang berhasil ditekan selama 2006 sebanyak 3,5 juta kwh atau sebesar Rp2,2 miliar.

"Untuk itu, pada tahun 2008 ini, P2TL Cabang Tanjungkarang menargetkan menyelamatkan energi listrik sebesar 5 juta kwh atau bila diuangkan sebesar Rp2,7--Rp3 miliar.

"Saleh mengakui keberhasilan pemenuhan target tersebut sangat bergantung pada kedisiplinan petugas PLN serta partisipasi masyarakat.

"Selama ini memang untuk P2TL mengalami kesulitan karena dari 295 ribu pelanggan PLN Cabang Tanjungkarang, petugas P2TL hanya berjumlah 12--15 personel," ujarnya.

Pada 2008 ini, pihaknya menjalin kerja sama dengan pihak ketiga guna merekrut pekerja outsourching. "Tentunya kami juga mengedepankan kompetensinya pada bidang kelistikan.

Selain itu, tenaga yang terekrut itu mesti memiliki kemampuan komunikasi yang baik karena bisa jadi konsumen yang didatangi tidak melakukan pelanggaan. Sehingga memang dibutuhkan kemampuan pendekatan persuasif dari petugas.

"Selain itu, PLN Cabang Tanjungkarang akan melakukan rehabilitasi sirkuit sebanyak 20 persen dari total 2500 kilometer sirkuit yang dimiliki selama tahun 2008 ini.

"Karena itu kami meminta kepada masyarakat juga memperhatikan petugas P2TL yang melakukan pengecekan untuk diketahui surat tugas dan tanda pengenalnya. Sehingga pihak PLN bisa menindak petugas yang nakal atau melanggar aturan," tambah Saleh lagi.(sumber: Lampung Post)

Selasa, 29 Januari 2008

Selamat Jalan Jusuf Ronodipuro

Oleh Iwan Piliang

Senin, 28 Januari 2008. Pukul 10.20. Di pagar rumah nomor 20 di Jalan Teluk Betung, Menteng, Jakarta Pusat itu tampak coretan graffiti bertuliskan iwank. Pagar putihnya sudah lusuh mendekati abu-abu. Di depan rumah, yang menutup bahu jalan Teluk Betung itu, seratus kursi, dijejerkan empat-empat, lima ke belakang, di bawah sebuah tenda putih.

Ada lima deret kursi ke belakang, belum terisi penuh. Jasad almarhum Jusuf Ronodipuro, pahlawan yang menyiarkan ulang teks proklamasi di RRI di saat Indonesia Merdeka, 17 Agustus 1945,yang juga menggugah Ibu Sud menciptakan lagu Berkibarlah Benderaku itu. Ia meninggal pada 27 Januari 2008, pukul 23.00 WIB, dan Senin (28 Januari 2008) siang ini pada pukul 11.30 diberangkatkan ke Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan.

Di kanan pintu pagar mencolok sebuah karangan bunga, dari Walikota Jakarta Pusat. Sosok Muhayat, sang walikota, memang tampak duduk di salah satu kursi. Di sebelah kirinya, sebuah karangan bunga kecil dari Perpustakaan Nasional. Karangan bunga lain bisa dihitung dengan jari, antara lain, dari LP3ES, Sekjen Dephan, Ikatan Sarjana Kedokteran UI.

Media pun tak banyak merubung. Saya melihat hanya ada wartawan SCTV, MetroTV dan RRI. Sehingga ketika Fauzi Bowo, Gubernur DKI, yang tampak melayat, berjalan keluar pagar tanpa halangan. Ada mantan Gubernur Soeprapto, yang datang dengan jalan sudah agak pincang. Ada Sri Edi Swasono, disusul Awaludin Jamin, mantan Kapolri. Tak berselang lama sebuah mobil Camry menteri B 18, yang ditumpangi Juwono Sudarsono, Menhamkam, pun muncul. Ia pemimpin satu-satunya yang memperhatikan Jusuf Ronodipuro, sejak saat dirawat di rumah sakit MMC, Jakarta Selatan, hingga dipindahkan ke RSPAD.

Di ruang dalam rumah, jasad Jusuf dibaringkan di atas karpet yang juga sudah lusuh. Saya, Alif Hesrudin Gaffar dari GNM3 (Gerakan nasional menuju Masyarakat Madani), Soeprapto, mantan Gubernur DKI, dan sekitar enam orang tamu lain berdoa dipandu seorang ustad.

Di dinding ruang tamu itu, saya tak melihat lagi koleksi lukisan Jusuf, yang menurut saya langka, dan luar biasa. Termasuk lukisan diri Jusuf yang dibuat oleh Basuki Abdullah di tahun 1960-an sudah tak ada lagi di dinding. Saya pernah membaca di sebuah majalah pada medio 2007 lalu, bahwa koleksi lukisan bersejarah tentang Chairil Anwar, yang sedang menggubah sajak Aku yang fenomenal itu, sudah dijual dan dikoleksi seorang pengusaha di Jogja.

Saya tak tahu, apakah lenyapnya lukisan bagus-bagus dan bersejarah di ruang tamu Jusuf, menjadi pertanda bertukarnya dengan sejumlah besar uang yang dihabiskan untuk merawat penyakit Jusuf yang memang sudah parah sejak September 2007 lalu. Entahlah!

Kepada saya Irawan Ronodipuro, puteranya, pernah mengeluh akan beban yang harus dipikul oleh keluarga mereka.

Keadaan memang menjadi berbanding terbalik antara bumi dan langit jika melihat liputan almarhum Soeharto , juga jika melihat licin-licinnya mobil yang datang dan harumnya tamu yang muncul mengantar jenazahnya, mulai dari Cendana, ke halim hingga ke Solo dan pemakaman.

Rumah almarhun Jusuf di Jalan Teluk Betung, itu tetap saja bersahaja. Dan jasad Jusuf ada di sana.

Saya menduga, jika pun almarhum Jusuf dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata, siang ini pukul 12.00, terlebih karena keadaan dan keinginan keluarga yang ditinggal, bukan karena keinginan hati kecil Jusuf, sosok yang saya kenal, sosok yang mengedepankan pentingnya integritas dan hatinura ni. Toh ketika kita menghadap sangkhalik tidak membawa apa-apa***

Soekarno - Sejarah yang tak Memihak

Posted by Iman Brotoseno

Malam minggu. Hawa panas dan angin seolah diam tak berhembus. Malam ini saya bermalam di rumah ibu saya. Selain rindu masakan sambel goreng ati yang dijanjikan, saya juga ingin ia bercerita mengenai Presiden Soekarno.

Ketika semua mata saat ini sibuk tertuju, seolah menunggu saat saat berpulangnya Soeharto, saya justru lebih tertarik mendengar penuturan saat berpulang Sang proklamator.

Karena orang tua saya adalah salah satu orang yang pertama tama bisa melihat secara langsung jenasah Soekarno.

Saat itu medio Juni 1970. Ibu yang baru pulang berbelanja, mendapatkan Bapak (almarhum) sedang menangis sesenggukan. " Pak Karno seda" ( meninggal )

Dengan menumpang kendaraan militer mereka bisa sampai di Wisma Yaso.
Suasana sungguh sepi. Tidak ada penjagaan dari kesatuan lain kecuali 3 truk berisi prajurit Marinir ( dulu KKO ).

Saat itu memang Angkatan Laut, khususnya KKO sangat loyal terhadap Bung Karno.
Jenderal KKO Hartono - Panglima KKO - pernah berkata "Hitam kata Bung Karno, hitam kata KKO. Merah kata Bung Karno, merah kata KKO "

Banyak prediksi memperkirakan seandainya saja Bung Karno menolak untuk turun,
dia dengan mudah akan melibas Mahasiswa dan Pasukan Jendral Soeharto, karena
dia masih didukung oleh KKO, Angkatan Udara, beberapa divisi Angkatan Darat seperti Brawijaya dan terutama Siliwangi dengan panglimanya May.Jend Ibrahim Ajie.

Namun Bung Karno terlalu cinta terhadap negara ini. Sedikitpun ia tidak mau memilih opsi pertumpahan darah sebuah bangsa yang telah dipersatukan dengan susah payah.
Ia memilih sukarela turun, dan membiarkan dirinya menjadi tumbal sejarah.

The winner takes it all.

Begitulah sang pemenang tak akan sedikitpun menyisakan ruang bagi mereka yang kalah. Soekarno harus meninggalkan istana pindah ke istana Bogor. Tak berapa lama datang surat dari Panglima Kodam Jaya - Mayjend Amir Mahmud - disampaikan jam 8 pagi yang meminta bahwa Istana Bogor harus sudah dikosongkan jam 11 siang.

Buru buru Bu Hartini, istri Bung Karno mengumpulkan pakaian dan barang barang yang dibutuhkan serta membungkusnya dengan kain sprei. Barang barang lain semuanya ditinggalkan.

" Het is niet meer mijn huis " - sudahlah, ini bukan rumah saya lagi ,demikian Bung Karno menenangkan istrinya.

Sejarah kemudian mencatat, Soekarno pindah ke Istana Batu Tulis sebelum akhirnya dimasukan ke dalam karantina di Wisma Yaso. Beberapa panglima dan loyalis dipenjara. Jendral Ibrahim Adjie diasingkan menjadi dubes di London. Jendral KKO Hartono secara misterius mati terbunuh di rumahnya.

Kembali ke kesaksian yang diceritakan ibu saya.

Saat itu belum banyak yang datang, termasuk keluarga Bung Karno sendiri.
Tak tahu apa mereka masih di RSPAD sebelumnya. Jenasah dibawa ke Wisma Yaso.

Di ruangan kamar yang suram, terbaring sang proklamator yang separuh hidupnya dihabiskan di penjara dan pembuangan kolonial Belanda. Terbujur dan mengenaskan. Hanya ada Bung Hatta dan Ali Sadikin - Gubernur Jakarta - yang juga berasal dari KKO Marinir.

Bung Karno meninggal masih mengenakan sarung lurik warna merah serta baju hem coklat. Wajahnya bengkak bengkak dan rambutnya sudah botak.

Kita tidak membayangkan kamar yang bersih, dingin berAC dan penuh dengan alat alat medis disebelah tempat tidurnya.

Yang ada hanya termos dengan gelas kotor, serta sesisir buah pisang yang sudah hitam dipenuhi jentik jentik seperti nyamuk.

Kamar itu agak luas, dan jendelanya blong tidak ada gordennya. Dari dalam bisa terlihat halaman belakang yang ditumbuhi rumput alang alang setinggi dada manusia !.

Setelah itu Bung Karno diangkat. Tubuhnya dipindahkan ke atas karpet di lantai di ruang tengah. Ibu dan Bapak saya serta beberapa orang disana sungkem kepada jenasah,sebelum akhirnya Guntur Soekarnoputra datang, dan juga orang orang lain.

Namun Pemerintah orde baru juga kebingungan kemana hendak dimakamkan jenasah proklamator. Walau dalam Bung Karno berkeinginan agar kelak dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor.

Pihak militer tetap tak mau mengambil resiko makam seorang Soekarno yang berdekatan dengan ibu kota. Maka dipilih Blitar, kota kelahirannya sebagai peristirahatan terakhir.
Tentu saja Presiden Soeharto tidak menghadiri pemakaman ini.

Dalam catatan Kolonel Saelan, bekas wakil komandan Cakrabirawa,

" Bung karno diinterogasi oleh Tim Pemeriksa Pusat di Wisma Yaso. Pemeriksaan dilakukan dengan cara cara yang amat kasar, dengan memukul mukul meja dan memaksakan jawaban.

Akibat perlakuan kasar terhadap Bung Karno, penyakitnya makin parah karena memang tidak mendapatkan pengobatan yang seharusnya diberikan. "

( Dari Revolusi 1945 sampai Kudeta 1966 )
dr. Kartono Mohamad yang pernah mempelajari catatan tiga perawat Bung Karno sejak
7 februari 1969 sampai 9 Juni 1970 serta mewancarai dokter Bung Karno berkesimpulan telah terjadi penelantaran.

Obat yang diberikan hanya vitamin B, B12 dan duvadillan untuk mengatasi penyempitan darah. Padahal penyakitnya gangguan fungsi ginjal. Obat yang lebih baik dan mesin cuci darah tidak diberikan.


( Kompas 11 Mei 2006 )
Rachmawati Soekarnoputri, menjelaskan lebih lanjut, "Bung Karno justru dirawat oleh dokter hewan saat di Istana Batutulis. Salah satu perawatnya juga bukan perawat.
Tetapi dari Kowad".

( Kompas 13 Januari 2008 )
Sangat berbeda dengan dengan perlakuan terhadap mantan Presiden Soeharto, yang setiap hari tersedia dokter dokter dan peralatan canggih untuk memperpanjang hidupnya, dan masih didampingi tim pembela yang dengan sangat gigih membela kejahatan yang dituduhkan.

Sekalipun Soeharto tidak pernah datang berhadapan dengan pemeriksanya, dan
ketika tim kejaksaan harus datang ke rumahnya di Cendana. Mereka harus menyesuaikan dengan jadwal tidur siang sang Presiden !


Malam semakin panas.
Tiba tiba saja udara dalam dada semakin bertambah sesak. Saya membayangkan sebuah bangsa yang menjadi kerdil dan munafik.
Apakah jejak sejarah tak pernah mengajarkan kejujuran ketika justru manusia merasa bisa meniupkan roh roh kebenaran ?

Kisah tragis ini tidak banyak diketahui orang. Kesaksian tidak pernah menjadi hakiki karena selalu ada tabir tabir di sekelilingnya yang diam membisu. Selalu saja ada korban dari mereka yang mempertentangkan benar atau salah.

Butuh waktu bagi bangsa ini untuk menjadi arif.



Kesadaran adalah Matahari

Kesabaran adalah Bumi

Keberanian menjadi cakrawala

Keterbukaan adalah pelaksanaan kata kata

( * WS Rendra )

Senin, 28 Januari 2008

BEDA PEMAKAMAN BUNG KARNO & PAK HARTO

PADA 27 Januari 2008 pukul 13.10, mantan Presiden Soeharto wafat. Jenazahnya disemayamkan di kediamannya, Jalan Cendana, dan dilayat pejabat tinggil negara, mulai presiden, wakil presiden, sampai para menteri. Masyarakat umum berjubel di sepanjang Jalan Cendana menonton para tetamu.

Senin pagi, 28 Januari 2008, ini jenazah mantan orang nomor satu RI itu diterbangkan ke pemakaman keluarga di Astana Giribangun. Ketua DPR Agung Laksono akan bertindak secara resmi dalam pelepasan jenazah di Jalan Cendana, Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin pelepasan di Halim Perdanakusumah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi inspektur upacara di Astana Giribangun.

Astana Giribangun yang diperuntukkan keluarga Nyonya Suhartinah Soeharto didirikan di Gunung Bangun yang tingginya 666 meter di atas permukaan laut. Cangkulan pertama dilakukan Tien Soeharto Rabu Kliwon, 13 Dulkangidah Jemakir 1905, bertepatan dengan 27 November 1974.

Dengan menggunakan 700 pekerja, bangunan yang merupakan gunung yang dipangkas tersebut diselesaikan dan diresmikan pada Jumat Wage, 23 Juli 1976. Jadi 30 tahun sebelum meninggal, Soeharto telah mempersiapkan tempat peristirahatan yang terakhir. Hal itu dilakukan Soeharto agar "tidak menyusahkan orang lain".

Soeharto memperoleh hak dan fasilitas sebagai seorang mantan kepala negara. Namun, hal yang berbeda dialami mantan Presiden Soekarno. Sewaktu mengalami semacam tahanan rumah di Wisma Yaso (sekarang Gedung Museum Satria Mandala Pusat Sejarah TNI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Soekarno tidak boleh dikunjungi masyarakat umum.

Pangdam Siliwangi H.R. Dharsono mengeluarkan perintah melarang rakyat Jawa Barat untuk mengunjungi dan dikunjungi mantan Presiden Soekarno. Kita ketahui, H.R. Dharsono kemudian juga menjadi kelompok Petisi 50 dan meminta maaf kepada keluarga Bung Karno atas perlakuannya pada masa lalu itu.

Putrinya sendiri, Rachmawati, hanya boleh besuk pada jam tertentu. Pada 21 Juni 1970, Bung Karno wafat setelah beberapa hari dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Beberapa waktu sebelumnya, Rachmawati menanyakan kepada Brigjen Rubiono Kertapati, dokter kepresidenan, kalau Soekarno menderita gagal ginjal, kenapa tidak dilakukan cuci darah? Jawabannya, alat itu sedang diupayakan untuk dipesan ke Inggris.

Itu jelas sangat ironis. Pada masa revolusi pasca kemerdekaan, Jenderal Sudirman menderita penyakit TBC. Ketika itu, obatnya baru ditemukan di luar negeri, yakni streptomycin. Pemerintah Indonesia dalam keadaan yang sangat terbatas dan berperang menghadapi Belanda berusaha mendapatkan obat tersebut ke mancanegara, tetapi nyawa Panglima Sudirman tidak tertolong lagi. Hal itu tidak dilakukan terhadap Ir Soekarno.

Bung Karno dibaringkan di Wisma Yaso setelah wafat di RSPAD Gatot Subroto dan di situ pula dia dilepas Presiden Soeharto dan Nyonya Tien Soeharto. Situasi saat itu memang sangat tidak kondusif bagi Soekarno dan keluarganya. Beberapa hari sebelumnya, yakni 1 Juni 1970, Pangkopkamtib mengeluarkan larangan peringatan hari lahirnya Pancasila setiap 1 Juni. Soekarno sedang diperiksa atas tuduhan terlibat dalam percobaan kudeta untuk menggulingkan dirinya sendiri. Pemeriksaan tersebut dihentikan setelah sakit Bung Karno semakin parah.

Pada 22 Juni 1970, jenazah sang proklamator dibawa ke Halim Perdanakusumah menuju Malang. Di Malang disediakan mobil jenazah yang sudah tua milik Angkatan Darat, demikian pengamatan Rachmawati Soekarnoputri (di dalam buku Bapakku Ibuku, 1984) yang membawanya ke Blitar.

Sepanjang jalan Malang-Blitar, rakyat melepas kepergian sang proklamator di pinggir jalan. Di sini Soekarno dimakamkan dengan Inspektur Upacara Panglima ABRI Jenderal Panggabean pada sore hari. Sambutan dibacakan sangat singkat.

Soekarno hanya dimakamkan di pemakaman umum di samping ibunya. Seusai acara resmi, rakyat ikut menabur bunga. Karena banyaknya tanaman itu, sampai terbentuk gunung kecil di atas pusara Sang Putra Fajar tersebut. Namun tak lama kemudian, rakyat yang tidak kunjung beranjak dari makam kemudian mengambil bunga-bunga itu sebagai kenangan-kenangan. Dalam tempo singkat, makam Bung Karno kembali rata sama dengan tanah.

Pemakaman di Blitar itu berdasar Keputusan Presiden RI No 44/1970 tertanggal 21 Juni 1970. Keputusan tersebut diambil dengan berkonsultasi bersama pelbagai tokoh masyarakat. Padahal, Masagung dalam buku Wasiat Bung Karno (yang baru terbit pada 1998) mengungkapkan bahwa sebetulnya Soekarno telah menulis semacam wasiat masing-masing dua kali kepada Hartini (16 September 1964 dan 24 Mei 1965) dan Ratna Sari Dewi (20 Maret 1961 dan 6 Juni 1962). Di dalam salah satu wasiat itu dicantumkan tempat makam Bung Karno, yakni di bawah kebun nan rindang di Kebun Raya Bogor.

Di dalam otobiografinya, Soeharto mengatakan bahwa sebelum memutuskan tempat pemakaman Soekarno, dirinya mengundang pemimpin partai. Jelas Soeharto menganggap itu masalah politik yang cukup pelik. Jadi, pemakaman tidak ditentukan keluarga, tetapi melalui pertimbangan elite politik.

Kemudian, Soeharto melalui keputusan presiden menetapkan pemakaman di Blitar konon dengan alasan tidak ada kesepakatan di antara keluarga. Apakah betul demikian? Sebab, pendapat lain mengatakan bahwa hal itu dilakukan Soeharto demi pertimbangan keamanan. Jika dikuburkan di Kebun Raya, pendukung Bung Karno akan berdatangan ke sana dalam rombongan yang sangat banyak, sedangkan jarak Bogor dengan ibu kota Jakarta tidak begitu jauh. Hal tersebut dianggap berbahaya, apalagi saat itu menjelang Pemilu 1971.

Pemugaran makam Bung Karno juga penuh kontroversi. Pemugaran dilakukan pada 1978 dengan memindahkan makam-makam orang lain itu. Menurut Ali Murtopo di depan kader PDI se-Jawa Timur, ide tersebut berasal dari Presiden Soeharto. Masyarakat tentu bisa menduga bahwa itu dilakukan dalam rangka mengambil hati para pendukung Bung Karno menjelang pemilu. Dalam pemugaran tersebut, keluarga tidak diajak ikut serta. Bahkan, dalam peresmian pemugaran itu, putra-putri Soekarno tidak hadir.

Dalam prosesi pemakaman di Kalitan-Solo, Megawati tidak hadir karena sedang berada di luar negeri. Namun, kabarnya putra tertua Bung Karno, Guntur Sukarno Putra, mewakili keluarga mantan Presiden Soekarno akan datang ke Astana Giribangun. Ketika Soeharto di Rumah Sakit Pertamina, Guruh juga berkunjung. Ini suatu pelajaran sejarah berharga bagi bangsa kita. Jangan lagi kesalahan masa lalu diulang dan marilah kita berjiwa besar.

* Dr Asvi Warman Adam, sejarawan, ahli peneliti utama LIPI

Soeharto`s death a great loss to Asean

JAKARTA (Berita Nasional) : The death of former Indonesian president Soeharto, who is also one of the founders of the Association of South East Asian Nations (ASEAN) which consists of Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapore, Thailand, The Philippines and Vietnam, is a great loss to the regional grouping.

Expressions of loss came among others from Malaysian foreign minister Syed Hamid Albar,as AFP quoted him saying on Sunday.

Soeharto (86) passed away on Sunday (Jan 27) at 13:10 local time after suffering from multiple organ failure at the Pertamina Hospital in South Jakarta.

The Indonesian second president had undergone intensive medical treatment for 24 days since he was admitted to the hospital on Friday, January 4, 2008, for anemia and severe edema.

Expressing his sadness about Soeharto`s death, Albar said the former Indonesian strong man had contributed a great deal to the economic development of Indonesia, and ASEAN in general.

According to him, Malaysia on Monday will send Deputy Prime Minister Najib Tun Razak and former Prime Minister Mahathir Muhammad and Musa Hitam to concey their last respects and condolences on Soeharto`s death.

Recalling Soeharto`s success to help create political stability in the ASEAN region, Albar said that apart from Indonesia, Malaysia and ASEAN also became a grief-stricken region over the second Indonesian president`s death.

Malaysia and Indonesia enjoyed friendly relations after Soeharto and former Foreign Minister Adam Malik put an end to the confrontation between the two neighboring countries.

Singapore`s Prime Minister Lee Shien Loong arrived in Jakarta on Sunday evening to pay his last respects to the former Indonesian president.

Earlier, Sultan Hassanal Bolkiah of Brunei Darussalam, Deputy Prime Minister of Cambodia Sok An, some other former ASEAN leaders such as Mahathir Mohammad and Norodom Raharidh (son of Cambodian King, Prince Norodom Sihanouk) had visited Soeharto while still under treatment at the Pertamina hospital.

Apart from that, Philippine President Gloria Macapagal Arroyo expressed condolences over the death of former Indonesian president Soeharto on Sunday, saying he "will never be forgotten."

Arroyo hailed Soeharto for his leadership in the South-East Asian region and contributions to building peace in the Philippines` troubled southern region of Mindanao.

"For these enduring legacies, President Soeharto will never be forgotten," DPA quoted Arroyo as saying.

"The government of the Philippines and the Filipino people join me in offering deepest sympathies and condolences on the demise of former president Soeharto," she said in a statement.

"As one of the founding fathers of ASEAN, President Soeharto was among those who had the pioneering vision of establishing a more peaceful, progressive and prosperous South-east Asian region founded on mutual respect and understanding," she said.


State funeral

Top state officials and foreign dignitaries are expected to attend the state funeral, including Malaysian Deputy Prime Minister Najib Tun Razak, former prime minister Mahathir Muhammad, former East Timor president Xanana Gusmao, Singaporean Prime Minister Lee Hsien Loong and his deputy S Jayakumar, and former Philippine president Fidel Ramos.

In addition, all foreign ambassadors to Indonesia are expected to attend the state funeral at the Astana Giri Bangun graveyard in Karanganyar about 30 km southeast of Solo, Central Java.

On Sunday evening, tens of ranking officials and former officials paid their last respects to Soeharto at his Cendana residence, following the arrivals of President Susilo Bambang Yudhoyono and Vice President Jusuf Kalla.

Meanwhile, Japanese Prime Minister Yasuo Fukuda Sunday recalled the former Indonesian President Suharto`s efforts to maintain friendly relations between the two nations, AFP quoted Fukuda as saying on Sunday.

Fukuda sent a message of condolences to current Indonesian president Susilo Bambang Yudhoyono after Soeharto died.

"I sincerely pray that former President Soeharto would rest in peace. President Soeharto had long worked to maintain the friendly and goodwill relations between our nation and Indonesia," Fukuda said in the message.

"I represent the Japanese government and the Japanese public to express our condolences to your government and your people," he said to Yudhoyono.

Meanwhile, report said, Australian Prime Minister Kevin Rudd expressed sorrow at the death of former Indonesian president Soeharto Sunday but described him as a "controversial figure" on human rights and East Timor.

Rudd paid tribute to Soeharto`s role in modernizing Indonesia and his role in helping establish the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) and APEC, describing him as an "influential figure in the Australia region and beyond".

"Now the world`s third largest democracy, Indonesia, is a close friend and neighbor with which Australia shares vital political and security interests," he said.

"Indonesia`s success as a modern democracy is a major interest not just to Australia, but to our region and the world," he said.

Report said from Dili, Timor Leste, that General Chairman of the National Council of East Timor Reconstruction Party (CNRT) Xanana Gusmao extended his condolences over the death of Soeharto.

"As a human being, Xanana expressed his deep condolences," Secretary General of CNRT Party Dionisio `Didi` Babo, Soares PhD through a statement directly sent to ANTARA News in Dili, on Sunday afternoon.

In the name of the CNRT party of Timor Leste, his side was reported to share the condolences with the people of Indonesia over the death of the former New Order strongman.

According to him, even though Xanana was once jailed during Soeharto`s regime, he still showed humanistic solidarity by extending his condolences.

Xanana Gusmao was jailed when East Timor was still the 27th province of Indonesia during Soeharto`s rule.

After the independence of East Timor through a referendum, Xanana Gusmao become the first president of Timor Leste.

Recalling his merits to Cambodia, Soeharto who was also dubbed as the smiling general in the country, contributed a very significant meaning for the Cambodian stability following the internal political problems in decades ago.

It seems that the visit of Cambodian leaders to Jakarta to pay their last respects to Soeharto, the country will not forget Indonesia`s role when Jakarta hosted the Jakarta Informal Meetings (JIM) I, II and III which led to Cambodian political stability. (Bustanuddin/antara)

Jumat, 25 Januari 2008

Dan...Indonesia pun Tergadai

AKHIRNYA, Soeharto tunduk kepada kemauan IMF dan menandatangani Letter of Intent. Di butir-butir tersebut-lah Indonesia kehilangan kedaulatan ekonominya sejak 15 Januari 1998. Berikut adalah sebagian kecil dari butir-butir kesepakat an dengan IMF yang menunjukkan bahwa kedaulatan ekonomi dan moneter itu lepas dari tangan kita:

1. Pemerintah diharuskan membuat Undang-Undang Bank Indonesia yang otonom, dan akhirnya pemerintah memang membuat undang-undang yang dimaksud. Maka lahirlah Undang-undang no 23 tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Pertanyaannya adalah, seandainya Indonesia masih berdaulat, mengapa untuk membuat Undang-Undang yang begitu penting harus dipaksakan oleh pihak asing?. Kalau Undang-Undangnya dipaksakan oleh pihak asing – yang diwakili oleh IMF waktu itu, terus untuk kepentingan siapa Undang-Undang ini dibuat? Dalam salah satu pasal Articles of Agreement of the IMF (Arcticle V section 1) memang diatur bahwa IMF hanya mau berhubungan dengan bank sentral dari negara anggota. Lahirnya Undang-Undang no 23 tersebut tentu sejalan dengan kemauan IMF. Lantas hal ini menyisakan pertanyaan besar – siapa yang mengendalikan uang di negeri ini? Dengan Undang-undang ini Bank Indonesia memang akhirnya mendapatkan otonominya yang penuh, tidak ada siapapun yang bisa mempengaruhinya (Pasal 4 ayat 2) termasuk Pemerintah Indonesia. Tetapi ironisnya justru Bank Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh IMF karena harus tunduk pada Articles of Agreement of the IMF seperti yang diatur antara lain dalam beberapa contoh pasal-pasal berikut :

Article V Section 1, menyatakan bahwa IMF hanya berhubungan dengan bank sentral (atau institusi sejenis, tetapi bukan pemerintah) dari negara anggota.

Article IV Section 2, menyatakan bahwa sebagai anggota IMF Indonesia harus mengikuti aturan IMF dalam hal nilai tukar uangnya, termasuk didalamnya larangan menggunakan emas sebagai patokan nilai tukar.

Article IV Section 3.a., menyatakan bahwa IMF memiliki hak untuk mengawasi kebijakan moneter yang ditempuh oleh anggota, termasuk mengawasi kepatuhan negara anggota terhadap aturan IMF.

Article VIII Section 5, menyatakan bahwa sebagai anggota harus selalu melaporkan ke IMF untuk hal-hal yang menyangkut cadangan emas, produksi emas, expor impor emas, neraca perdagangan internasional dan hal-hal detil lainnya.

Pengaruh IMF terhadap kebijakan-kebijakan Bank Indonesia tersebut tentu memiliki dampak yang sangat luas terhadap Perbankan Indonesia karena seluruh perbankan di Indonesia dikendalikan oleh Bank Indonesia. Dampak lebih jauh lagi karena perbankan juga menjadi tulang punggung perekonomian, maka perekonomian Indonesiapun tidak bisa lepas dari pengaruh kendali IMF. Butir-butir sesudah ini hanya menambah panjang daftar bukti yang menunjukkan lepasnya kedaulatan ekononomi itu dari pemimpin negeri ini.

2. Pemerintah harus membuat perubahan Undang-Undang yang mencabut batasan kepemilikan asing pada bank-bank yang sudah go public. Inipun sudah dilaksanakan, maka ramai-ramailah pihak asing menguasai perbankan di Indonesia satu demi satu sampai sekarang.

3. Pemerintah harus menambah saham yang dilepas ke publik dari Badan Usaha Milik Negara, minimal hal ini harus dilakukan untuk perusahaan yang bergerak di telekomunikasi domestik maupun internasional. Diawali kesepakatan dengan IMF inilah dalam waktu yang kurang dari lima tahun akhirnya kita benar-benar kehilangan perusahaan telekomunikasi kita yang sangat vital yaitu Indosat.

Hal-hal tersebut diatas, baru sebagian dari 50 butir kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF. Namun dari contoh-contoh ini, dengan gamblang kita bisa membaca begitu kentalnya kepentingan korporasi asing besar, pemerintah asing dan institusi asing (yang oleh John Perkins disebut sebagai korporatokrasi yang mendiktekan kepentingan mereka ketika kita dalam posisi yang sangat lemah, yang diawali oleh kehancuran atau penghancuran nilai mata uang Rupiah kita.

Kamis, 17 Januari 2008

Detik-detik Terakhir Wafatnya Bung Karno di Masa Soeharto

JAKARTA, Selasa, 16 Juni 1970. Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut.

Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir.

Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.

Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur.

Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya.

Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa-dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup. Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan.
Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit.
Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini
tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu.

Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang paling dicintainya ini.

"Pak, Pak, ini Ega..."

Senyap.

Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.

Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar.

Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus berjaga lengkap dengan senjata.

Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya.

Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.

"Hatta.., kau di sini..?"

Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.

"Ya, bagaimana keadaanmu, No?"

Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu. Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini. Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal.

"Hoe gaat het met jou...?" Bagaimana keadaanmu?

Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan
Soekarno.

Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil.

Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

"No..."

Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang.

Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus.

Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.

Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka.

Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis.

Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil.
Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman,
Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi.
Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya.
Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya.

Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan.

Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.

Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi:Soekarno telah meninggal.(*)

Makin Ramai Bursa Calonbup Empat Lawang

TEBINGTINGGI (Berita Nasional) : Bursa pasangan bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang makin semarak, Forum Partai Politik Empat Lawang Bersatu (FPP4LB), terdiri dari 11 parpol yang tak lolos Electoral Threshold (ET) 2004, secara mengejutkan resmi memunculkan pasangan baru sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang.

FPP4LB mengaku tidak mengusung bakal calon bupati/wakil bupati Empat Lawang yang sudah familiar saat ini. Mereka akan mengusung pasangan Kol CPL Purn H Rusman Azhari Amantjik dan Drs Idham Madani sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang pada pemilukada 2008.

Dari akumulasi jumlah suara yang sah dari anggota FPP4LB mencapai 16,35 persen, artinya syarat minimal untuk mengusung pasangan calon terpenuhi bahkan terlampaui.

"Artinya dari jumlah akumulasi suara melebihi syarat minimum untuk mengusung pasangan calon sebesar 15 persen," kata Ketua Deklarasi FPP4LB Abadi Tumanggung.
Kemunculan pasangan Rusman-Idham dikatakan tidak terlambat dibandingkan bakal calon Bupati lain seperti Abdul Shobur, Yulizar Dinoto atau Budi Antoni Aljufri, menurut Rusman, sengaja pihaknya membuat kemunculan dalam kancah pemilukada secara mengejutkan.

Kemunculannya bisa dikatakan terlambat, bisa juga tidak, dikatakan terlambat jika dibandingkan mereka (bakal calon lain) yang sudah memulai menonjolkan diri sebagai bakal calon bupati, namun kemunculan Rusman-Idham melalui proses pematangan, "dalam mengambil keputusan melalui pertimbangan dan tak serta merta bersamaan dengan terbentuknya Empat Lawang, dengan kondisi saat ini, kami terpanggil mengabdi untuk masyarakat Empat Lawang," katanya.

Hal senada dikatakan Abadi, Sebelas parpol sudah merapatkan diri sejak enam bulan lalu dan mencari figur yang bakal diusung dalam pemilukada Empat Lawang, banyak calon kepala daerah yang bisa diusung oleh forum partai politik."Partai kecil tengah memang menjadi primadona dibandingkan partai besar.

Namun dalam mencari figur, kita harus selektif," katanya, Mengenai deklarasi yang dilakukan oleh kepengurusan partai tingkat provinsi, menurut Ketua PNI Marhaenisme Sumsel, Moestofa Kamal Alamlah, karena kepengurusan partai di tingkat Kabupaten Empat Lawang belum banyak terbentuk. "Kami (pengurus provinsi) mengambil inisiatif dilakukan oleh pengurus provinsi, namun dalam deklarasi, akan dihadirkan pengurus partai dari Empat Lawang," ujarnya.

TNI-Sipil

Pasangan Rusman-Idham merupakan campuran dari unsur militer/TNI dan sipil/birokrat,Rusman adalah pensiunan dari TNI AD dengan pangkat terakhir Kolonel berdinas di Mabes AD sebagai Staf Ahli KSAD.

Sementara Idham merupakan sosok seorang birokrat yang masih aktif menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung.

Menurut Abadi, pasangan tersebut dinilai sangat cocok untuk daerah Empat Lawang, selain karena keduanya merupakan putra daerah asal Empat Lawang, Kabupaten Empat Lawang merupakan kabupaten baru yang memerlukan pola kepemimpinan yang berbeda.

"Mungkin ini pasangan militer-sipil pertama yang muncul dalam pemilukada di sejumlah daerah di Sumsel," katanya, duet tersebut muncul berdasarkan aspirasi pendukung serta pemilih dari sebelas partai. Pasangan itu diharapkan menjadi pasangan yang ahli memimpin rakyat, kuat, tegas tetapi tidak kaku. (sgn)

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Foto-Foto